Kamis, 04 Desember 2014

Sejarah perkembangan sosiologi



SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI

Sosiologi termasuk ilmu social yang termuda diantara ilmu-ilmu social yang lain. Seperti yang sudah anda ketahui selama ini, semua ilmu pengetahuan pernah menjadi bagian dari filsafat yang merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan. Pada waktu itu, filsafat juga mencakup segala usha pemikiran yang berhubungan dengan masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman dan meningkatnya peradaban manusia, maka ilmu-ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam gilsafat mulai memisahkan diri dan berdiri sendiri serta berkembang sesuai dengan pokok kajiannya masing-masing.
Ilmu pengetahuan yang pertama kali memisahkan diri dari filsafat adalam astronomi, yaitu ilmu tentang perbinatangan dan fisika atau ilmu tentang alam. Setelah kedua ilmu tersebut, kemudian disusul oleh kimia, biologi dan geologi. Sementara psikologi dan sosiologi merupakan ilmu pengetahuan baru yang muncull pada abad ke-19. Yang ketika itu  pada saat transisi menuju lahirnya masyarakat baru yang di tandai oleh beberapa peristiwa atau berubahan besar pada masa tersebut. Beberapa peristiwa besar tersebut antara lain sebagai berikut :
A. Revolusi Prancis (Revolusi Politik)
Perubahan masyarakat yang terjadi selama revolusi politik sangat luar biasa baik bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya. Adanya semangat liberalisme muncul di segala bidang seperti penerapan dalam hukum dan undang-undang. Pembagian masyarakat perlahan-lahan terhapus dansemua diberikan hak yang sama dalam hukum.
B. Revolusi Industri (Revolusi Ekonomi)
Abad 18 merupakan saat terjadinya revolusi industri. Berkembangnya kapitalisme perdagangan, mekanisasi proses dalam pabrik, terciptanya unit-unit produksi yang luas, terbentuknya kelas buruh, dan terjadinya urbanisasi merupakan manifestasi dari hiruk-pikuknya perekonomian. Struktur masyarakat mengalami perubahan dengan munculnya kelas buruh dan kelas majikan dengan kelas majikan yang menguasai perekonomian semakin melemahkan kelas buruh sehingga muncul kekuatan-kekuatan buruh yang bersatu membentuk perserikatan. Menurut Aguste Comte perubahan-perubahan tersebut berdampak negatif, yatiu terjadinya konflik antar kelas dalam masyarakat. Comte melihat, setelah pecahnya revolusi Prancis masyarakat prancis dilanda konflik antar kelas. Konflik-konflik tersebut terjadi karena masyarakat tidak tahu bagaimana mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa saja yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan sosial masyarakat. Maka Comte menganjurkan supaya semua penelitian mengenai masyarakat ditingkatkan sebagai sebuah ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejala-gejala sosial. Tetapi Auguste Comte belum dapat mengembangkan hukum-hukum sosial itu sebagai suatu ilmu tersendiri. Comte hanya memberi istilah untuk ilmu tersebut dengan sebutan sosiologi. Istilah sosiologi muncul pertama kali pada tahun 1839 pada keterangan sebuah paragraf dalam pelajaran ke-47 Cours de la Philosophie (KuliahFilsafat) karya Auguste Comte. Tetapi sebelumnya Comte sempat menyebut ilmu pengetahuan ini dengan sebutan fisika sosial tetapi karena istilah ini sudah dipakai oleh Adolphe Quetelet dalam studi ilmu barunya yaitu tentang statistik kependudukan maka dengan berat hati Comte harus melepaskan nama fisika sosial dan merumuskan istilah baru yaitu sosiologi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu socius(masyarakat) dan logos (ilmu). Dengan harapan bahwa tujuan Dinamika Sosial.
Berikut ini akan dijabarkan mengenai sejarah perkembangan sosiologi, baik di Negara barat maupun di negara Indonesia.
1.    Perkembangan sosiologi di Negara-negara Barat
Jika kita menengok sejarah masyarakat Eropa di abad pertengahan, maka pada abad itulah terjadi berbagai perubahan besar dalam system dan struktur masyarakat sebagai akibat dari revolusi industry. Akan tetapi, sebenarnya perubahan-perubahan social skala besar itu tidak hanya terjadi di abad pertengahan, tetapi juga terjadi jauh sebelumnya. Misalnya ketika di abad ke-4 SM ketika Alexander menaklukkan Negara-negara Yunani, yang akhirnya mengubah system Negara kota menjadi Negara kekaisaran. Tokoh-tokoh pemikir yang dapat kita catat paa masa ini misalnya Plato, Aristoteles, Herodotus, Tucydides, Polybios, dan Cicelo. Tokoh-tokoh di abad Helenistik inilah yang kemudian mengedepankan “Alam pikiran Yunani”.
Untuk lebih jelasnya, dibawah ini akan diuraikan secara singkat mengenai tahap-tahap perkembangan teori sosiologi.
Ilmu tentang masyarakat disebut sebagai sosiologi baru dikenal pada masa Auguste Comte sehingga patokan tentang sosiologi adalah masa Auguste Comte. Namun demikian, sesungguhnya pembahasan tentang masyarakat sudah banyak dikaji oleh para cendekiawan sebelum Comte. Sehingga pembagian tahap-tahap perkembangan sosiologi dibagi menjadi tiga tahap sebagai berikut:
a.    Masa sebelum Auguste Comte
Sebelum Auguste Comte member nama sosiologi pada ilmu kemasyarakatan ada banyak tokoh yang sudah memperbincangkannya. Tokoh-tokoh pemikir (filsuf) tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Socrates
Socrates lahir tahun 470 SM dan meninggal tahun 399 SM. Ia anak dari seorang pamatung yang kemudian keahlian itu juga diwarisinya. Ajaran Socrates yang penting yaitu mengenai ditekankannya logika sebagai dasar bagi semua ilmu pengetahuan termasuk filsafat.
Bagi Socrates, kecerdasan merupakan dasar dari semua tabiat yang baik. Dengan kecerdasan dan pengetahuan menjadikan orang bijaksana. Kebijakan adalah sesuatu yang dapat dicapai dengan kecerdasan manusia. Socrates menganjurkan agar kita “membangun masyarakat” tersebut berlandaskan atau disasarkan ilmu pengetahuan ilmiah.
2.      Plato
Plato adalah murid Socrates, yang lahir tahun 429 SM dan meninggal tahun 347 SM. Ia berasal dari keluarga bangsawan. Setelah Socrates meninggal, plato mengembara ke berbagai negeri seperti Mesir, Asia Minor, Sisilia, dan Italia.pada tahun 387 SM ia kembali ke Athena dan mendirikan sekolah yang diberi nama academia. Karena banyak menarik pemuda-pemuda Yunani, Academia itu dapat disebut sebagai Universitas pertama di Eropa. Karya Plato yang terkenal berjudul The republic (Negara) dan The Law (Hukum). Dalam tulisannya The Republic, Plato menyuguhkan kepada kita karya yang pertama dan terbesar yang bersifat sosiologis.
Ajaran Plato tentang masyarakat menerangkan bahwa pada dasarnya masyarakat itu merupakan bentuk perluasan dari individu. Dengan kat lain, individu itu parallel dengan masyarakat (Pemikiran demikian dikenal sebagai pemikiran dari mazhab atau aliran “organis” atau “biologis”. Plato bertindak sebagai pelopornya). Karena individu menurut Plato memiliki sifat. Tiga sifat atau elemen itu adalah nafsu atau perasaan-perasaan, semangat atau kehendak, dan kecerdasan atau akal.
Berdasarkan katiga elemen tersebut, Plato membedakan adanya tiga lapisan atau kelas social masyarakat sebagai berikut:
1. Bagi yang mengabdikan hidupnya untuk memenuhi nafsu dan perasaannya seperti halnya memelihara tubuh manusia, maka dengan demikian juga akan memelihara nafsu dan perasaan masyarakat. Mereka itulah “kelas pekerja tangan” seperti buruh dan budak.
2. Karena semangat atau kehendak berfungsi melindungi tubuh manusia, yang berarti harus pula melindungi masyarakat, maka yang bias melaksanakan hal itu adalah militer. karena mereka mengembangkan akal dan kecerdasan untuk membimbing tubuh manusia, maka mereka juga bertugas mengembangkan akal guna memerintah dan memimpin masyarakat. Mereka ini masuk dalam kelas penguasa.
Lebih jauh Plato juga menunjukkan bahwa kehidupan yang baik tergantung pada dapat tidaknya pikiran dan kehendak manusia itu berkembang. Sedangkan pikiran dan kehendak manusia hanya dapat berkembang jika dalam masyarakat itu terdapat “keadilan”. Akan tetapi, bagaimana keadilan dapat tercapai? Menurut Plato, keadilan itu dapat dicapai melalui tata tertib social. Jadi, kehidupan yang baik adalah tujuan dari keadilan dan keadilan adalah tujuan dari organisasi social (yang bias menciptakan tertib social).
3.      Aristoteles
Aristoteles lahir tahun 384 SM di Macedonia dan meninggal tahun 322 SM. Ibunya merupakan ahli kesehatan Raja Amyntas II (kakek Alexander Agung). Aristoteles adalah murid Plato. Pada akhirnya, Aristoteles menjadi guru Alexander Agung, raja Macedonia itu. Berkat bantuan Alexander Agung itu pula, Aristoteles mendirikan perpustakaan dan museum yang pertama kali di yunani. Katyanya yang terkenal adalah the Politics dan The Nicomachean Ethics. Dalam menganalisis keadaan masyarakat, Aristoteles menggunakan “metode induktif”, yaitu menarik kesimpulan umum dari fakta-fakta yang bersifat khusus.
Ajaran Aristoteles tentang masyarakat terdapat dalam bukunya The Politics. Dikatakannya bahwa kelompok manusia yang dasar dan esensial adalah :    a.Pengelompokan (asosiasi) antara pria dan wanita untuk memperoleh keturunan.   b.Asosiasi antara penguasa dengan yang dikuasai.
Kedua bentuk asosiasi ini bersifat alamiah, tidak disengaja. Keduanya akan terlihat dalam hubungan anyara suami istri, orang tua-anak, serta antara tuan dan budah atau pembantu didalam keluarga.
Kenapa manusia secara ilmiah membentuk kelompok (asosiasi)? Menurut Aristoteles hal tersebut disebabkan karena manusia pada dasarnya adalah makhluk social. Karena makhluk social, maka manusia sekaligus adalah makhluk yang bermasyarakat. Berdasarkan pengertian ini, Aristoteles menyatakan bahwa manusia berasosiasi membentuk keluarga, kemudian keluarga berasosiasi membentuk dusun atau kampong, dan dusun berasosiasi membentuk Negara. Negara tumbuh secara alamiah seperti halnya keluarga dan dusun.
Masyarakat Negara yang baik menurutnya dikelola oleh pemerintah yang ada pembagian fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dengan demikian, dimaksudkan agar terdapat pengawasan satu dengan yang lain. Orang atau kelompok macam apa yang dinilai Aristoteles pantas memegang pemerintahan Negara? Aristoteles member tiga macam bentuk pemerintahan dilihat dari segi jumlah pemegang kekuasaan itu.
1)      Pemerintahan oleh seseorang. Jika seseorang penguasa itu baik, maka ia disebut monarki, dan jika ia memerintah dengan buruk, maka disebut tirani.
2)      Pemerintahan oleh sejumlah kecil orang disebut aristokrasi jika baik, dan jika buruk akan disebut oligarki.
3)      Pemerintahan oleh orang banyak, untuk yang baik atua yang buruk akan disebut demikrasi.
Masih ada banyak tokoh lain yang mengemukakan tentang ilmu kemasyarakatan sebelum Comte yang tidak dapat diuraikan disini satu per satu diantaranya adalah:
1.       Ibnu Khaldun, seorang ahli filsafat dari Arab. Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku, klan, negara, dan sebagainya adalah rasa solidaritas.
2.      John Locke, manusia pada dasarnya mempunyai hak-hak asasi yang berupa hak hidup, hak kebebasan, dan hak atas harta kebendaan.
3.      J.J. Rousseau, kontrak antara pemerintah dengan yang di perintah menyebabkan tumbuhnya suatu kebersamaan yang mempunyai keinginan umum.
4.      Thomas More dan N. Machiavelli yang turut mewarnai ilmu kemasyarakatan pada zaman John Locke, dan J.J. Rousseau yang ajarannya bersifat rasionalistis, dan lain-lain.

b.    Masa Auguste Comte
Pemikiran sosiologi atau pemikiran mengenai manusia dan masyarakat sudah dirintis oleh generasi Socrates, Plato, dan Aristoteles di sekitar abad ke-4 SM. Pada saat itu Yunani mengalami perubahan-perubahan social yang menyangkut struktur maupun system kehiduupan yang ada.
Pergolakan social yang kemudian muncul di abad pertengahan, lama setelah Eropa tenggelam dalam abad kegelapan. Kalau di Yunani ditandai dengan munculnya filsuf-filsuf seperti Socrates, Plato dan Aristoteles, maka pergolakan di Eropa ditandai dengan munculnya cerdik-cerdika seperti J.J. Rousseau, Montesqulieu, dan John Locke termasuk kemudian Auguste Comte.
Auguste Comte melihat bahwasannya perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat saat itu tidak saja bersifat positif, namun juga memberikan adanya dampak negative. Salah satu contohnya adalah terjadinya konflik antar kelas social dalam masyarakat dikarnakan hilangnya norma atau pegangan bagi masyarakat untuk bertindak (yang dalam bahasa sosiologi disebut dengan Anomie). Menurut analisis Comte, konflik tersebut terjadi karena masyarakat tidak mengetahui cara mengatasi perubahan akibat revolusi yang berlangsung dan hukum-hukum apa yang bisa dipakai untuk mengatur tatanan social masyarakat yang baru.
Atas dasar fenomena tersebut, Comte menyaarankan agar penelitian mengenai masyarakat lebih ditingkatkan dan menjadi ilmu yang berdisi sendiri. Comte mengimaninasikan adanya suatu hukum yang dapat mengatur gejala-gejala social. Namun ia belum berhasil mengembangkan hukum-hukum social tersebut menjadi sebuah ilmu. Walaupun demikian Comte telah berhasil member istilah untuk ilmu yang hendak lahir tersebut dengan nama sosiologi. Sosiologi berkembang menjadi sebuah ilmu yang berdiri sendiri setelah Emile Durkheim mengembangkan suatu metodologi sosiologi yang ia kemukakan melalui bukunya yang berjudul The Rules of Socialogical Method.
Meskipun demikian, Auguste Comte tetap disebut sebagai bapak Sosiologi untuk menghormati jasanya terhadap lahirnya sosiologi. Walaupun Comte yang memunculkan istilah sosiologi, namun istilah tersebut dipopulerkan oleh Herbert Spencer dalam bukunya yang berjudul Priciples of Sociology. Didalam buku tersebut, spencer mengembangkan system penelitian mengenai masyarakat dimana ia menerapkan teori evolusi organic pada masyarakat secara luas.
Menurut Comte, suatu organ akan lebih sempurna apabila organ tersebut bertambah kompleks dengan adanya proses pembedaan (diferensiasi) disetiap bagiannya. Senada dengan hal tersebut, Spencer memandang masyarakat sebagai suatu system yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung seperti halnya pada organisme hidup. Pada dasarnya, evolusi dan perkembangan social akan mempunyai makna apabila ada peningkatan diferensiasi dan intergrasi, peningkatan pembagian kerja, serta suatu transisi dari homogeny ke heterogen dari kondisi yang sederhana ke kondisi yang kompleks.
Sejak Auguste Comte,metode positif (yaitu menggunakan pendekatan ilmu alam) dipakai sebagai panutan para ahli sosiologi kemudian. Dalam pengertian tradisional, metode positif yang digunakan oleh Comte selalu disebut sebagai “pendekatan ilmu alam”. Bahkan menurut Comte , sosiologi memang merupakan ilmu “fisika social”. Latar belakang Comte menggunakan pendekatan ilmu alam dan menyebut sosiologi sebagai fisika social adalah dalam rangka menciptakan sosiologi sebagai ilmu yang mandiri dan lepas dari camput baur filsafat (social) dan psikologi (social) pada zamannya.

c.    Masa Setelah Auguste Comte
Perkembangan sosiologi dari abad XIX ke abad XX sangat pesat. Pada kurun waktu ini, perkembangan ditandai oleh munculnya berbagai aliran berfikir (school of thought) yang sangat bervariasi. Aliran –aliran itu diantaranya sebagai berikut:
1)    Ekologisme, tokohnya Amos H. Hawley, O. Dudley Duncan, dan Leo G. Schnore
2)    Denografisme, tokohnya N.B. Ryder
3)    Psikologisme, dan materialisme, tokohnya George C. Hamans
4)    Teknologisme, tokohnya William Gielding Ogburn
5)    Strukturalisme fungsional, tokohnya Robert K. Merton, Talcott Parsons
6)    Strukturalisme pertukaran. Tokohnya Peter M Blau.
7)    Srtrukturalisme konfliks, tokohnya Ralf Dahrendorf, Piere L. Vb den Berghe, Lewis Coser.
8)    Interaksionisme simbolik, tokohnya George Hebert Mead
9)    Antomisme sosisl, tokohnya John Finley Scott
Selain yang tersebut diatas, masih banyak lagi tokoh-tokoh yang tidak tersebutkan, dan mereka juga memiliki ciri khas atau warna (kalau tidak boleh disebut aliran) yang spesifik dalam mendekati dan menganalisis manusia dan masyarakat. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya:
a.       Herbert Spencer (1820-1903)
Herbert spencer pada tahun 1876 mengetengahkan teori tentang evolusisosial, yaitu keyakinan bahwa masyarakat mengalami evolusidari masyarakat primitif ke masyarakat industri.
b.      Karl Marx
Ia memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis yang menganggap konflik antarkelas sosial menjadi inti sari perubahan dan perkembangan masyarakat.
c.       Emile Durkheim
Ia memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikatsekaligus pemelihara keteraturan sosial.
d.      Max Weber
Memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menulusuri nilai, kepercayaan, pemahaman, dan sikap yang menjadi penentu perilaku manusia.
2.  Perkembangan Sosiologi di Indonesia
Pengetahuan sosiologi pada dasarnya sudah ada dan berkembang di Indonesia sejak zaman dahulu, yaitu Sejak jaman kerajaan di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari ajaran-ajaran para pujangga ataupun tokoh bangsa Indonesia yang memasukkan unsur-unsur sosiologi didalamnya meskipun sosiologi baru pada batas sebagai pengetahuan dan belum menjadi ilmu yang berdiri sendiri. Contohnya adalah ajaran Wulang Reh yang diberikan oleh Paduka Mangkunegoro IV telah memasukkan unsur hubungan manusia pada berbagai golongan yang berbeda. mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan-golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek-aspek Sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antar golongan (intergroup relations). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan sosiologi sudah dikenal dan dikembangkan di Indonesia pada masa itu. Proses selanjutnya, konsep penting dalam sosiologi berupa kepemimpinan dan kekeluargaan dipraktikkan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai peletak dasar pendidikan nasional Indonesia dalam proses pendidikan di Taman Siswa.
Sosiologi sebagai suatu ilmu yang mandiri masih berusia relative muda dan secara formal baru diperkenalkan di Indonesia oleh Prof. Dr. B. Ccrieke,  seorang guru besar sosiologi dari Belanda sebagai “Alat Bantu” pendidikan hukum di Sekolah Tinggi Hukum (Rechtsshofeschool) yang didirikan di Jakarta tahun 1924. namun seiring berjalannya waktu, mata kuliah tersebut ditiadakan karena pengetahuan tentang bentuk dan susunan masyarakat beserta proses yang terjadi didalamnya dianggap tidak diperlukan dalam pelajaran hukum. Asumsi yang berkembang pada saat itu adalah bahwa yang perlu diketahui dalam ilmu hukum adalah perumusan peraturan dan sistem-sistem untuk menafsirkannya, sedangkan penyebab terjadinya serta tujuan sebuah peraturan dianggap tidak begitu penting untuk diketahui.
Baru setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, sosiologi mengalami perkembangan yang cukup sifnifikan di negeri ini. Tokoh yang pertama kalo mengajarkan sosiologi dalam bahasa Indonesia adalah Soenario Kolopaking pada tahun 1948 di akademi ilmu politik Jogjakarta (pada saat ini menjadi fakultas ilmu social dan Politik UGM). Berawal dari situlah akhirnya sosiologi mulai mendapat perhatian dari kalangan akademis di Indonesia. Terlebih lagi dengan  semakin terbukanya kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk belajar di luar negeri sejak tahun 1950, banyak pelajar Indonesia yang mendalami ilmu sosiologi dan kemudian mengajarkan ilmu tersebut di Indonesia.
Adapun buku tentang sosiologi dalam bahasa Indonesia diterbitkan pertama kali oleh Djody Gondokusuma dengan judul Sosiologi Indonesia. Buku tersebut berisi tentang beberapa pengertian mendasar dari sosiologi. Buku ini banyak membantu para pelajar pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam memahami perubahan yang terjad sedemikian cepa (revolusi) dalam masyarakat Indonesia saat itu.
Setelah kelahiran buku pertama tersebut, muncul berbagai buku sosiologi baik yang ditulis oleh orang-orang Indonesia ataupun terjemahan dari bahasa asing. Selain itu muncul berbagai fakultas ilmu social dan politik di universitas-universitas dalam negeri. Hingga akhirnya pada saat ini anda pun sudah bias mempelajari sosiologi di Indonesia yang termasuk dalam generasi tua adalah Prof. Dr. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, S.H. M.A dan Soenario Kolopaking. Selain mereka dikenal pula beberapa sosiolog lain seperti Soerjono Soekanto, Prof. H.W. Bachtiar, Dr. Arief Budiman, Dr. Loekman Soetrisno, Dr. Nasikun. K.J, Veeger, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar