Pendahuluan
Dalam pembahasan mengenai hadist
terdapat kriteria-kriteria supaya hadist
tersebut bisa diterima kehujahannya dan sebagai dasar bagi hukum, untuk dapat
diterima sebagai kehujjahan yang bersifat menyeluruh baik itu dalam hal aqidah
maupun hal ibadah maka hadist tersebut harus shahih dan mutawatir, untuk
mencari keshahihan hadist dapat diteliti mengenai sanad, kualitas perawi dan
juga mengenai matan hadist tersebut, syarat-syarat hadist shahih antara lain :
sanad nya harus bersambung antara guru dan murid ( Ittashala Sanaduhu ),
kualitas perawi yaitu dhabit (Dhabit Ar-ruwat ) dan adil ( Adilatul ruwat), begitu juga matan nya harus terhindar dari Syadz ( ‘adamus syudud) dan Illat(‘adamul ‘illat).
Dalam penelitian sanad untuk
mendapatkan kebersambungan sanad, harus bertemunya kedua perawi hal tersebut
terlihat dalam daftar guru murid, dan juga tahun antara keduanya memungkinkan
untuk bertemu, sedangkan untuk kualitas para perawi dapat diketahui dengan Ilmu
Jarh Wa Ta’dil yaitu berupa
komentar-komentar para ulama mengenai perawi tersebut, dua hal diatas dapat
dilihat dalam kitab-kitab mengenai Sejarah Perawi seperti Tahdzib Al-Kamal fi- Al-Asma’i Al-Rijal
karya Al-Mazzy, dan juga dapat dilihat dalam kitab Tahdzib Al-Tahdzib
karya Al-Asqalany.
Dalam penelitian matan kita dapat
melihat dari beberapa hal seperti perbandingan dengan Ayat Al-qur’an dan juga
dengan hadist yang lain, begitu juga dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Syarh
Hadist dan beberapa pendekatan untuk mengetahui pemahaman hadist, seperti
pendekatan Korelatif dan Non Korelatif.
Sehingga dari penelitian tersebut
dapat diambil nilai ( Natijah
) untuk mendapatkan
pemahaman hadis dan mengoreksi dalam tingkatan mana sebebnarnya hadis ini berada?, Shahih,
Hasan. atau Dhoif.
Penelitian Sanad
a.
Dalam melakukan Takhrij Hadist saya menggunakan penggalan
lafadz hadist yaitu kata (خطب) yang mana dalam kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras Li
Alfadz Al-Hadist Al-Nabawy hadist ini terdapat dalam kitab Sunan Ad-darimi dalam Kitab Nikah dalam bab larangan meminang
wanita yang telah di pinang, kemudian juga terdapat dalam kitab sahih bukhori, Sunan Ibnu majah, sunan Tirmidzi, dalam musnad Ad-darimi. [1]
b.
Seperti informasi yang didapat dari Al-Mu’jam
Al-Mufahras Li Alfadz Al-Hadist Al-Nabawy hadist ini dalam Kitab Sunan Ad-darimi terdapat dalam Kitab Al-Nikah dalam
bab ”larangan
meminang wanita yang telah di pinang”, yang mana hadist ini bernomor 2080. [2]
c.
Bunyi hadist tersebut adalah sebagai berikut :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْوَلِيدِ
الطَّيَالِسِيُّ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ نَهَى عَنْ أَنْ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ
“Telah mengabarkan kepada
kami Abu Al Walid Ath Thayalisi telah menceritakan
kepada kami Syu'bah dari Suhail bin Abu
Shalih dari Ayahnya dari Abu
Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau
melarang seorang laki-laki meminang (wanita) yang telah dipinang
saudaranya."[3]
d. Kemudian dari hadist tersebut mempunyai ranji sanad,
dan susunan ranji sanad tersebut adalah sebagai berikut :
قال رسول الله : نَهَى عَنْ أَنْ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ
عن
أَبِي هُرَيْرَةَ
عن
أَبِيهِ
عن
سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ
عن
شُعْبَةُ
حدثنا
أَبُو الْوَلِيدِ الطَّيَالِسِيُّ
أَخْبَرَنَا
الدارمي
e. Dari penjelasan ranji diatas terdapat periwayatan
hadist yaitu melalui qutaibah, unzdur, hisyam,
Muhammad, dan Abu hurairah. Untuk mengetahui kebersambungan sanad
dari para perawi maka dapat di buktikan dengan table dan penjelasan-penjelasan
berikut :
No
|
Nama perawi
|
Tahun
|
Guru
|
Murid
|
Komentar ulama
|
1
|
Hisyam
bin qasim, Abun nadhri Al-laitsiyyu Al-baghdadi[4]
|
L: 134 H
U: 73 th
W:207 H
|
Jumlah : 35 orang
· Syu’bah banu Al-hajjaj
· Abdus
samad bin habib
· Abdur
rahman bin abdullah bin dinar
· Bakar bin khunais
· Walid bin jamil
· Abi ‘aqil. Dll.
|
Jumlah : 43 orang
· Usman bin sa’id Ad-darimi
· Ahmad
bin hanbal
· Ahmad
bin sa’id Ar-ribathi
· Ibrahim bin ya’qub Al-juzjaniy. Dll.
|
·
Usman
bin said Ad-darimi: Tsiqah
·
Ali
ibnu Al-madani: Tsiqah
·
Al-‘ijli:
Tsiqah
·
Abu
khatim: Tsiqah
·
Muhammad
bin sa’ad: Tsiqah
|
2
|
Syu’bah
banu Al-hajjaj bin wardi Al-‘atakiyy Al-azdiyy[5]
|
L: 82 H
U: 77 th
W:160 H
|
Jumlah :
312 orang
· Suhail bin abi shalih
· Abi
syu’aib
· Abi
bakar bin mungkadir
· Abil Anbas Al-akbar
· Yazid bin abi ziyad. Dll.
|
Jumlah : 160 orang
· Abul walid hisyam bin abdul malik At-tayalisy
· Abu
dawud tayallitsi
· Abu
khalid Al-ahmar
· Yusuf bin ya’qub Ad-dhuba’i
· Yazid bin harun. Dll.
|
· Muhammad
bin sa’ad: Tsiqoh
· Ahmad
bin abdullah Al-‘ijli: Tsiqoh fil hadis
· Abu
ubaid Al-ujury: Ahsana hadisan
|
3
|
Suhail
bin abi shalih [6]
|
L: -
U: -
W:-
|
Jumlah : 26 orang
· Abihi,
Abi salih dhakwan As-saman
· Sulaiman
Al-A’masy
· Sa’id bin
musayyib
· Habib bin hasan Al-kuffy. Dll.
|
Jumlah : 61 orang
· Syu’bah banu Al- hajjaj
· Sulaiman
bin bilal
· Sufyan
Ats-tsauri
· Ziad bin abi unaisah
· Abdullah bin idris. Dll.
|
· Abbas Ad-duari: hadisnya tanpa hujjah
· Ahmad bin abdullah Al-‘ijly: Tsiqah
· Harb
banu isma’il: maa aslaha haditsahu
|
4
|
Dzakwan
Abu salih Az-ziyad Al-madani [7]
|
L:-
U: -
W:101 H
|
Jumlah : 27 orang
· Abi hurairah
· ‘Aisyah
· Ummu salamah
· Abi bakar As-siddiq
· Abi darda’
· Abi said Al-kudhri
· Jabir bin abdullah. Dll.
|
Jumlah : 54 orang
· Suhail bin
abi salih
· Sofyan bin salim
· Habib
bin abi tsabit
· Ibrahim bin abi maumunah
· Humaid bin hilal. Dll.
|
· Abdullah bin ahmad ibnu hanbal: Tsiqah
· Abu Bakar bin abi khaitsamah:
Tsiqah
· Muhammad bin sa’ad: hadisnya banyak yang Tsiqah
|
5
|
L: 600 M
U: -
W:
57 H
|
Jumlah : 9 orang
· Al-katsir At-toyyib
· Nabi mjuhammad Saw
· Abi bakar As-siddiq
· Umar bin khattab. Dll.
|
Jumlah : 400 orang
· Abu salih As-saman
· Abu
abdullah Al-madani
· Abu usman At-tabban
· Abu
katsir As-suhaimi. Dll.
|
· Al-bukhori: rojulun au aktsaru min ahli ‘ilmi min
ashabi nabi wat tabi’in wa ghoirihim.
|
Pemaparan biografi para perawi di atas untuk lebih
jelasnya adalah sebagai berikut :
1. Abul walid
At-tayallisi
Nama lengkap beliau adalah Hisyam
bin qasim, Abun nadhri Al-laitsiyyu Al-baghdadi dan kunyah beliau adalah Abul walid
At-tayallisi, mengenai lahir nya Hisyam bin
qasim, Abun nadhri Al-laitsiyyu Al-baghdadi pada tahun 134H. Dan meninggal pada
tahun 207 H, jumlah guru beliau adalah 35 orang, diantaranya adalah Syu’bah
banu Al-hajjaj, Abdus samad bin
habib, Abdur rahman bin abdullah bin dinar, Bakar bin khunais, Walid bin jamil,
Abi ‘aqil. Dll., kemudian dari guru beliau, yang mempunyai kebersambungan sanad
dalam periwayatan adalah Syu’bah banu Al-hajjaj, sedangkan muridnya berjumlah 43 orang,
diantaranya adalah : Usman bin sa’id Ad-darimi,
Ahmad bin hanbal, Ahmad bin sa’id Ar-ribathi, Ibrahim bin ya’qub
Al-juzjaniy. Dll. murid beliau yang mempunyai kebersambungan
sanad dalam periwayatan hadist ini adalah Usman bin sa’id Ad-darimi,[9]
Dari
penjelasan diatas sudah pasti kebersambungan sanad terjadi, dengan di tandai dalam
daftar guru beliau terdapat Syu’bah banu Al-hajjaj, begitu juga dalam daftar
murid juga terdapat Usman bin sa’id Ad-darimi,
sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa sanad nya bertemu (Ittashala
Sanaduhu).
2.
Syu’bah
Nama
beliau adalah Syu’bah banu Al-hajjaj bin wardi Al-‘atakiyy Al-azdiyy, laqobnya beliau
adalah Al-‘atakiyy Al-azdiyy, menurut Abu bakar Al-manjawi beliau lahir pada tahun 82 H, dan meninggal di
bashrah pada tahun 160 H, berumur 77
tahun.
beliau
mempunyai guru yang berjumlah : 312 orang, yaitu antara lain : Suhail bin abi
shalih, Abi syu’aib, Abi bakar bin mungkadir, Abil Anbas Al-akbar, Yazid
bin abi ziyad. Dll., dan dari 312 orang guru, yang mempunyai kebersambungan
sanad dalam hadist ini adalah guru beliau yang bernama Suhail bin abi
shalih, sedangkan murid beliau berjumlah 160 orang, diantaranya adalah : Abul
walid hisyam bin abdul malik At-tayalisy, Abu dawud tayallitsi, Abu
khalid Al-ahmar, Yusuf bin ya’qub Ad-dhuba’i, Yazid bin harun. Dll. Murid
beliau yang mempunyai kebersambungan sanad dalam periwayatan hadist ini adalah yang bernama Abul walid hisyam bin abdul
malik At-tayalisy.[10]
Dari
penjelasan diatas sudah pasti kebersambungan sanad terjadi sebagaimana dalam
daftar guru beliau terdapat Suhail bin abi shalih, begitu juga dalam
daftar muridnya terdapat Abul walid hisyam bin abdul malik At-tayalisy, sehingga
dapat di ambil kesimpulan bahwa sanad nya bertemu (Ittashala Sanaduhu).
3.
Suhail bin Abi salih
Nama
lengkap beliau adalah suhail banu abi salih, beliau anak dari Dhakwan As-saman,
tuan dari juwairiyah binti Al- hamas perempuan dari Ghotofan, mempunyai saudara
yang namanya Salih bin abi salih, Abdullah bin Abi salih, dan Muhammad bin abi
salih. Dalam literature tidak disebutkan dan tahun lahirnya, meninggal, umurnya
beliau. Guru-guru beliau berjumlah 26
orang diantaranya adalah: Abihi, Abi salih dhakwan As-saman, Sulaiman Al-A’masy,
Sa’id bin musayyib, Habib bin hasan Al-kuffy. Dll. dari guru beliau yang
mempunyai kebersambungan sanad dalam hadist ini adalah Abihi, Abi salih
dhakwan As-saman, atau biasa disebut dhakwan As-saman, sedangkan murid
beliau berjumlah 61 orang, diantaranya adalah : Syu’bah banu Al- hajjaj, Sulaiman bin bilal, Sufyan Ats-tsauri, Ziad
bin abi unaisah, Abdullah bin idris. Dll. dari murid beliau yang mempunyai
kebersambungan sanad dalam hadist ini adalah: Syu’bah banu Al- hajjaj.[11]
Dari
penjelasan diatas sudah pasti kebersambungan sanad terjadi walaupun tidak
disebutkan tahun kelahiran, meninggalnya, dan umurnya Suhail bin salih, bahkan
dalam kualitas perawi beliau ada yang mengatakan jarakh atau tidak adil. Namun
dengan demikian beliau mendapat kan hadist dengan shighat ‘An
atau biasa disebut Mu’an’an, sehingga dapat di ambil kesimpulan
bahwa sanad nya bertemu (Ittashala Sanaduhu).
4. Abihi
Nama
lengkap beliau adalah Dzakwan Abu salih Az-ziyad Al-madani, kunyah beliau Dhakwan
As-saman, beliau merupakan ayah dari Suhail bin abi salih, Abdullah bin abi
salih, dan Salih bin abi salih. dalam literatur tidak di sebutkan tahun lahir,
umur beliau hanya di sebutkan tahun meninggalnya saja yaitu pada tahun 101H. Di
madinah. beliau mempunyai murid yang berjumlah
kurang lebih adalah 54 orang, diantaranya adalah: Suhail bin abi salih, Sofyan
bin salim, Habib bin abi tsabit, Ibrahim bin abi maumunah, Humaid bin hilal.
Dll. dalam periwayatan hadist ini beliau mempunya kebersambungan sanad dengan muridnya
yang bernama Suhail bin abi salih, atau biasa disebut dengan Suhail, sedangkan
dari gurunya beliau kurang lebih
berjumlah 27 orang, diantaranya adalah: Abi hurairah, ‘Aisya, Ummu
salamah, Abi bakar As-siddiq,Abi darda’, Abi said Al-kudhri, Jabir bin
abdullah. Dll. Dan dari guru-guru beliau yang mempunyai kebersambungan sanad
dalam hadist ini adalah Abi hurairah,[12]
Dari penjelasan diatas tidak terdapat penjelasan
mengenai lahir dan umurnya beliau, akan tetapi mengenai guru dan murid terdapat kebersambungan
sanad yang mana dalam daftar guru beliau terdapat Abi
hurairah, dan juga dari daftar murid beliau juga terdapat Suhail bin abi salih,
metode mendapatkan hadist
dari guru beliau adalah dengan shighat ‘An, atau biasa disebut metode Mu’an’an
dari hal tersebut dapat di ambil kesimpulan dan telah dibuktikan bahwa
proses transformasi hadist antara guru murid bersambung ( Ittashalla
Sanaduhu ).
5. Abi
hurairah
Nama lengakap beliau adalah terdapat
banyak perbedaan, ada yang mengatakan Abdurrahman
bin sakhar, ada juga yang mengatakan Abdurrahman bin ghanam, ada yang
mengatakan Abdullah ibnu ‘aid, ada yang mengatakan Abdullah bin ‘Amir, ada yang
mengatakan Abdullah bin Amr. kunyah beliau adalah Abu Hurairah.[13]ibunya
bernama maimunah. Abu Hurairah lahir pada tahun 21 sebelum Hijriyah. Dan wafat pada tahun
ke-59 Hijriyah dalam usia 78 tahun. pada masa Jahiliyah, sebelum ia msuk Islam,
namanya Abu Syamsi. Ia Masuk Islam
pada tahun ke-7 Hijriyah, ketika perang Khaibar sedang berkecamuk. Abu hurairah
langsung terjun ke dalam perang tersebut. Setelah ia msuk Islam, Nabi SAW
memberinya nama Abdurahman. Abu Huraurah sangat menyenangi seekor kucing,
sehingga sering kucing itu digendong, dirawat, diberi makan dan bagi kucing itu
disediakan tempat khusus. maka beliau digelari pula dengan Abu Hurairah, yang
artinya orang yang menyanyangi kucing. Para Perawi hadits banyak meriwayatkan
hadits dari beliau. Iman Syafi’i pernah berkata: “Abu Hurairah adalah orang
yang paling banyak menghafal hadits bila dibandingi dengan perawi- perawi di
masanya.”[14]
Abu Hurairah adalah seorang ahli ibadah, begitu juga istri dan anaknya. Mereka
semua biasa bangun pada malam hari secara bergiliran. guru-guru
beliau 9 orang, yang mana guru beliau antara lain adalah : Al-katsir At-toyyib,
Nabi mjuhammad Saw, Abi bakar As-siddiq, Umar bin khattab. Dll. dan yang
mempunyai kebersambungan sanad dalam hadist ini adalah Nabi mjuhammad Saw,
sedangkan dari murid-murid beliau jumlah nya adalah 400 orang, diantara nya
adalah : Abu salih As-saman, Abu
abdullah Al-madani, Abu usman At-tabban, Abu katsir As-suhaimi. Dll. kemudian
didalam hadist ini yang mempunyai kebersambungan sanad adalah Abu salih
As-saman, atau biasa disebut dengan Dhakwan As-saman.
Dari penjelasan diatas sudah
pasti kebersambungan sanad terjadi, kemudian dalam perawian dengan dengan guru
murid transformasi hadist menggunakan sighat ‘an atau disebut
dengan Mu’an’an , sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa mereka
pernah bertemu dan sanad nya bertemu (Ittashala Sanaduhu).
f. Penjelasan mengenai kualitas para perawi (Jarh wa ta’dil)
Hal-hal yang berkaitan dengan penjelasan dan
pembuktian kualitas perawi adalah sebagai berikut :
a. Abul walid At-tayallisi
Kualitas Abul walid
At-tayallisi menurut Haris minal amroini bil
ma’ruf wan nahaini ‘anil mungkar, sedangkan Usman bin sa’id berkata Tsiqoh, di ikuti juga oleh Ali
ibnu mandani, Muhammad bin sa’id, Abu hatim berkata sebagaimana
perkataanya Usman bin sa’id. Sedangkan Al-‘ijly berkata Tsiqotun sohibu
As-sunnah[15]. Dari
penjelasan kualitas perawi tersebut jelas bahwa kualitas perawit tidak
diragukan lagi karena semua komentar berupa ta’dil pada Abul walid
At-tayallisi( tingkatan ke-3 dari maratib At-ta’dil).
b. Syu’bah
Kualitas Syu’bah
banu Al-hajjaj bin wardi Al-‘atakiyy Al-azdiyy menurut Muhammad
banu abbas An-nasa’i adalah Anqaa rijaalan, sedangkan menurut Al-fadhil
banu ziyad adalah Anbala rijaalan wa
antsaqa hadisan, dan menurut Abul walid
At-tayallitsi dari Hammad idha aradta Al-hadis falzamu syu’bah, sedangkan
Abu bakar bin abil aswad dari pamanya, Sufyan berkata: Kana Syu’bah amirul
mukminin fil hadis. Muhammad bin minhar Ad-dhirir mendegar berkali-kali
dari Yazid bin zurai’ berkata: kana Syu’bah man asdoqu An-nasi fil hadis,
Ahmad bin abdullah Al-‘ijly berkata: Tsiqotun
sabtun fil hadis, Muhammad bin sa’ad juga berkata: Kana tsabtan makmunan
tsabtan hajjatan[16]. Dari penjelasan mengeni
kualitas Syu’bah banu Al-hajjaj bin wardi Al-‘atakiyy
Al-azdiyy. Komentar ulama berupa ta’dil
dalam artian berupa komentar positif, sehingga dari hal tersebut kualitas
perawi dapat diterima ( tingkat ke-2 dari maratib
At-ta’dil).
c. Suhail bin abi salih
Kualitas Suhail bin
abi salih menurut Harb banu isma’il
dari Ahmad bin hanbal berkata: ma aslaha haditsahu, sedangkan menurut Abbas
Ad-duari dari Yahya bin mu’ain berkata bahwa hadis Suhail bin abi salih adalah Qaribun
min As-sawaak,walaisa haditsun bi hujjatin, sedangkan Ahmad bin
abdullah Al-‘ijly berkata: Suhail Tsiqatu wa akhuhu ‘ubaid tsiqatun, Abu
Ahmad bin ‘adi berkata: bahwa suhail tidak mendengarkan dari Ayahnya dan
juga tidak mendengarkan dari selain Ayahnya wa huwa ‘indi tsabtu la baksa bihi
maqbulul akhbar [17]. Dari komentar para ulama
diatas dapat di lihat bahwasanya Suhail bin abi salih merupakan salah satu perawi ada yang
mengatakan ta’dil, tetapi juga ada yang mengatakan bahwa Suhail bin abi
salih salah seorang perawi yang jarakh. Sehingga dapat diambil
kesimpulan kualitas Suhail bin abi salih dan sanadnya dapat diterima akan
tetapi matanya masih di ragukan ( tingkatan ke-4 dari maratib Aj-jarkhu).
d. Abihi ( Dhakwan As-saman)
Kualitas dari Dhakwan
As-saman menurut Abdullah
banu ahman ibnu hanbal dari Ayahnya : Tsaqatun tsaqotun min
ajilli An-nasi wa au tsaqihim, sedangkan menurut Abu Bakar bin abi
khutsaimah dari Yahya bin ma’in, Abu zur’ah dan Abu khatim : Tsiqah. Kemudian
di tambahi oleh Abu zur’ah: Mustaqimmul hadis, dan di tambahi Abu
khatim: salihul hadis yuhtajju bi haditsihi, kemudia Muhammad banu sa’ad
berkata: Kana tsaqatan katsiro Al-haditsi[18]. Dari
komentar-komentar diatas dapat diketahui mengenai kualitas dari Dhakwan
As-saman, yang mana dari hal tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa diri Dhakwan
As-saman dapat diterima
periwayatan nya, hal tersebut berdasar komentar-komentar yang berupa komentar
positif ta’dil ( tingkatan ke-2 dari maratib At-ta’dil).
e. Abi hurairah
Abdur Rahman bin shakhr (Abu Hurairah) adalah seorang
Sahabat Nabi saw. yang tidak perlu diragukan ketsiqahannya. Diantara yang
meriwayatkan hadist darinya adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Anas bin Malik, Jabir
bin Abdullah, dan lain-lain. Imam Bukhari pernah berkata: "Tercatat lebih
dari 800 orang perawi hadits ahli ilmu dari
kalangan sahabat dan tabi'in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah"[19]. Marwan bin Hakam pernah
menguji tingkat hafalan Abu Hurairah terhadap hadits Nabi. Marwan memintanya
untuk menyebutkan beberapa hadits, dan sekretaris Marwan mencatatnya. Setahun
kemudian, Marwan memanggilnya lagi dan Abu Hurairah pun menyebutkan semua
hadits yang pernah ia sampaikan tahun sebelumnya, tanpa tertinggal satu huruf. Beliau ini berada dalam Stratifikasi tsiqah
yang tidak diragukan lagi, maka dengan demikian hadis-hadis yang
diriwayatkannya, dapat dijadikan hujjah ( assahlul asaanid atau maratib 1 dalam
jarh wa ta’dil). Abu Hurairah, adalah Sahabatnya
Rasulullah sendiri dan pastiya beliu bertemu dengan Rasullah, maka sanadnya
dapat dinyatakan : Muttasil ( tingkatan
pertama dari maratib At-ta’dil).
g.
Dari penelitian
mengenai sanad diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa syarat-syarat
untuk hadist shohih belum sepenuhnya terpenuhi yaitu dengan adanya sifat jarakh
dari sanad pada tingkatan suhail bin salih. Sehingga kebersambungan sanad para
perawi hadist ( Ittashala Sanadihi ) kurang rajih. Hal tersebut telah
dibuktikan dengan penjelasan mengenai biografi para perawi meliputi tahun
lahir, meninggal dan juga daftar guru-murid dari para perawi itu sendiri, dan
juga kualitas para perawi termasuk dari golongan yang dapat diterima seperti
Tsiqoh, Tidak Ada Illat dan juga ke-Dhabitan nya, hal tersebut dibuktikan
dengan komentar-komentar ulama yang mana berupa ta’dil, jarakh, sehingga dari dua
hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sanad hadist dapat diterima, namun sebagai syarat untuk hadist Shohih belum
terpenuhi.
Penelitan Matan
a. Perbandingan dengan ayat al-qur’an
Dalam perbandingan dengan ayat al-qur’an ini, saya mengambil
ayat dalam Q.S Al-Baqarah : 235 yang berbunyi[20]
:
wur
yy$oYã_ öNä3øn=tæ
$yJÏù
OçGôʧtã ¾ÏmÎ/ ô`ÏB
Ïpt7ôÜÅz
Ïä!$|¡ÏiY9$#
÷rr&
óOçF^oYò2r& þÎû
öNä3Å¡àÿRr& 4 zNÎ=tæ
ª!$#
öNä3¯Rr&
£`ßgtRrãä.õtGy `Å3»s9ur
w
£`èdrßÏã#uqè?
#
Å HwÎ)
br& (#qä9qà)s?
Zwöqs%
$]ùrã÷è¨B
4 wur
(#qãBÌ÷ès? noyø)ãã
Çy%x6ÏiZ9$# 4Ó®Lym
x÷è=ö6t
Ü=»tFÅ3ø9$# ¼ã&s#y_r& 4 (#þqßJn=ôã$#ur
¨br&
©!$#
ãNn=÷èt
$tB þÎû
öNä3Å¡àÿRr& çnrâx÷n$$sù 4 (#þqßJn=ôã$#ur
¨br&
©!$#
îqàÿxî ÒOÎ=ym ÇËÌÎÈ
235.
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kamu
Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan
janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada
mereka) Perkataan yang ma'ruf. dan
janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis
'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam
hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyantun.
Dalam perbandingan ini, hadist diatas tidak
bertolak belakang dengan ayat al-qur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 235. Akan
tetapi konteknya berbeda yaitu kalau
hadis di atas isinya melarang meminang wanita yang telah di pinang saudarannya,
sedangkan ayat tersebut menjelaskan bolehnya meminang wanita yang masih dalam
iddah karna di tinggal suaminya meninggal asalkan dengan sindiran dan menggunakan
perkataan yang ma’ruf. Jadi pada intinya masih dalam pembahasan yang sama yaitu masalah meminang.
b. Perbandingan dengan hadis
Dalam perbandingan hadist ini saya menggunakan hadist
yang di keluarkan oleh imam At-turmudzi, yaitu [21]:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ وَقُتَيْبَةُ قَالَا حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قُتَيْبَةُ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ أَحْمَدُ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَبِيعُ الرَّجُلُ عَلَى
بَيْعِ أَخِيهِ وَلَا يَخْطُبُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ
Ahmad bin Mani' dan Qutaibah menceritakan
kepada kami, mereka berkata, "Sufyan bin Uyainah memberitahukan kepada
kami dari Zuhri, dari Sa'id bin Al Musayyib, dari Abu Hurairah, ia berkata:
-Qutaibah berkata, 'Hadits ini sampai ke Nabi SAW'. Ahmad berkata-
"Rasulullah SAW bersabda, 'Janganlah seseorang jual dagangan atas
penjualan saudaranya dan jangan meminang (melamar) perempuan yang sudah
dipinang oleh saudaranya (sesama Muslim)'. " Shahih: Ibnu Majah (2172) Muttafaq 'alaih.
Dalam kedua hadist tersebut tidak terdapat perbedaan makna Antara hadist yang ditakhrij oleh Ad-Darimi
dan yang ditakhrij oleh At-Tirmidzi, keduanya memiliki persamaan maksud,
walaupun keduanya berbeda matan dan sanandnya. Dimana matan yang terdapat dalam
hadis riwayat imam Ad-Darimi adalah bahwa sesungguhnya Nabi melarang seorang laki-laki meminang (wanita)
yang telah dipinang saudaranya. Sedangkan matan dalam hadis riwayat
imam At-Tirmizdi berbunyi Janganlah
seseorang jual dagangan atas penjualan saudaranya dan jangan meminang (melamar)
perempuan yang sudah dipinang oleh saudaranya (sesama Muslim). Akan tetapi kedua
matan tersebut saling menguatkan. Dan di tinjau dari segi perawinya, hadis yang
di riwayatkan oleh imam At-Tirmidzi lebih sahih di banding dari hadis yang di
riwayatkan oleh imam Ad-Darimi. pelaku dan waktu di turunkanya hadis tersebut
berbeda. Hal ini menjadi bukti bahwa hadis yang sedang dianalisis tidak
mempunyai perbedaan dengan hadist lain.
c. Fakta dan sejarah
Sebagaimana Rosulullah melarang hal tersebut dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar R.A, Rosulullah SAW bersabda :
“tidak di perbolehkan bagi seorang laki-laki meminang seorang wanita yang telah
dipinang saudaranya sehingga pinangannya itu dibatalkan sebelumnya
atau seorang yang meminang member izin padanya.”(Au kama Qol).
Larangan
yang dijelaskan hadits di atas menunjukan terhadap larangan yang berunsur
“Haram” menurut pendapat Jumhurul Fuqoha (mayoritas Ulama), di antaranya adalah
Imam Syafi’I RA. Beliau berkata: “Arti hadits tersebut adalah ketika seorang
laki-laki telah meminang seorang perempuan yang telah rela dan cenderung
menerima pinangannya, maka tidak diperbolehkan kepada siapapun untuk
meminangnya”.
Adapun ketika seorang
perempuan tersebut belum diketahui kerelaan dan kecenderungan menerima pinangan
tersebut, maka hukum meminangnya diperbolehkan, dan di antara tanda-tanda dari
kerelaan perempuan yang Perawan (Bikr) adalah diamnya, dan Janda (Tsayyib)
dengan ucapan iya atau sejenisnya.
Dari ungkapan di atas, agama Islam yang lurus
menganjurkan untuk menyembunyikan atau tidak meramaikan pinanagan, dalam
artian perayaannya dalam batas-batas yang lebih sempit dengan hanya melibatkan
anggota keluarga saja tanpa mengadakan acara-acara seperti nasyid dll.
Ada
istilah lain dalam bahasa Arab yang sama arti dengan tunangan yaitu “Syabak”,
dan hadiyah yang diberikan ketika tunangan baik berbentuk cincin tunangan atau
lainnya disebut dengan “Syabkah”. Hal tersebut adalah sesuatu yang baru-baru
muncul dan marak di kalangan masyarakat umum di zaman sekarang ini. mereka
menambah beban terhadap seseorang yang hendak menikah bahkan mereka
bermahal-mahalan dalam masalah syabkah (Hadiah Tunanangan) dan hampir samapi
mendahulukan mahar.
Demikian itu bukanlah dari
urusan Islam sedikitpun , hanya saja Islam tidak melarang hal tersebut selagi
masih dalam batas-batas kemampuan; karena Syari’at bisa menganggap ‘urf
(konvensi) atau kebiasaan selagi tidak bertentangan dengan nas-nas Syari’at
tersebut.
Tapi harus diperhatikan bahwa seorang laki-laki diharamkan memakai
sesuatu yang terbuat dari emas baik berbentuk cincin atau yang lainnya.
Cukuplah cincin tunangan yang terbuat dari emas dipakai Tunangan
Perempuan saja atau Tunangan laki-laki memakai cincin tunangan selain emas,
seperti perak, tembaga dan lain lain tanpa saling memakaikan cincin tunangan
tersebut; karena keduanya belumlah halal dalam ikatan pernikahan yang sah.
d. Perbandingan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
rasio
Di zaman sekarang ini tidak asing lagi bagi kita bila
mendengar istilah Tunangan. Istilah tersebut hampir dikenal seluruh kalangan
dan lingkungan, dari kalangan orang biasa sampai kalangan orang luar biasa,
dari lingkungan kota sampai lingkungan desa.
Sedangkan
di kalangan anak muda zaman sekarang, hubungan khusus antar lawan jenis yang
resmi menurut mereka dengan artian kedua pasangan tersebut mengakuinya dikelompokkan ke dalam tiga
katagori, yaitu:
1.
Pacar, yaitu bila salah satu dari
pasangan tersebut mengucapkan kata-kata cintan yang mungkin murni dari hati
atau sekedar gombal atau permintaan menjadi pacar yang menuntut jawaban iya
atau tdak, dan yang satunya menerima dengan jawaban iya atau dengan ungkapan
yang searti dengan ungkapan tersebut.
2.
Tunangan, yaitu apabila kedua
pasangan tersebut saling memakaikan cincin tunanagan, baik secara resmi dengan
mengadakan acara khusus dan melibatkan kedua keluarga pasangan atau hanya sekedar
perjanjian diantara keduanya saja.
3.
Suami-Istri, yaitu apabila kedua
pasangan tersebut sudah berada dalam ikatan pernikahan yang sah.
Di samping tiga katagori tersebut, baru-baru ini muncul yang namanya “Teman
tapi mesra” dan “Kakak adik ketemu gede”. seorang laki-laki menganggap seorang
perempuan sebagai adik atau sebaliknya, atau menganggap teman tapi melebihi
dari batas teman yang wajar. Diantara faktor keduanya adalah timbul dari perasaan tidak
enak kepada seseorang yang ia tolak cintanya, dengan tujuan supaya tidak
menyakiti hati orang tersebut, atau karena rasa kagum pada seseorang dan
menginginkan orang tersebut menjadi kakak atau adik angkatnya. Bahkan tidak
sedikit dalam kasus seperti ini mereka yang tersandung cinta kepada adik
angkatnya ketika telah beranjak dewasa.
Di dalam istilah jawa, istilah Tunangan disebut juga dengan
istilah “Tetalen”. Istilah tersebut diambil dari kata “Tali”; karena seseorang
yang telah terlibat dengan istilah tersebut seakan-akan mereka berada dalam
sebuah tali yang mengikat mereka. Kedua pasangan Tetalen tidak bisa sesuka hati
memilih atau menerima orang lain ke jenjang pernikahan, kecuali dengan
seseorang yang mempunyai ikatan tersebut dan selagi ikatan tersebut belum
terputus atau dilepas atas kesepakatan keduanya.
seseorang tidak boleh meminang seorang wanita bila ia
sudah rela dan cenderung kepada orang lain (menerima lamaran orang lain). Karna sikap demikian akan menumbuhkan permusuhan, menjadikan putusnya
ikatan, dan kebencian. Hal demikian di
ibaratkan seperti kita membeli barang kepada si penjual kemudian kita titipkan
barang tersebut kepada si penjual, seandainya setelah
itu di inginkan oleh orang lain maka si penjual harus memberitahu bahwa barang
itu sudah ada yang punya sehingga orang yang tidak tahu tersebut jadi tahu da
tidak jadi membeli barang yang di inginkanya tersebut.
Jadi sebagai seorang penjual yang baik seharusnya
bersikap seperti itu tidak malah menggagalkan kesepakatan yang pertama, karna
melanggar kesepakatan itu merupakan salah satu dari ciri-ciri orang munafik,
diantara ciri-cirinya adalah: apabila dipercaya ia berkhianat, apabila berjanji
ia mengingkari, dan apabila berbicara ia berbohong.
e. Natijah
Dari penelitian sanad dan matan dari hadist diatas
dapat di ambil kesimpulan bahwasanya sanad pada hadis tersebut
dapat di terima karna syarat-syarat ittisholu As-sanad sudah terpenuhi,
akan tetapi matan dari hadist tersebut
belum dapat diterima dengan sepenuhnya Karena masih ada
kejanggalan yang terletak pada tingkatan sanad Suhail bin abi salih di mana
salah satu ulama’ ada yang mengatakan bahwa Suhail bin Abi salih tidak
mendengarkan dari Ayahnya dan juga tidak mendengarkan dari selain Ayahnya. Sedangkan
syarat-syarat untuk dapat diterima suatu hadist harus terpenuhi semua dari syarat-syarat mulai sanad hadist yang berupa
kebersambungan sanad ( Ittisholu As-sanad) dan kualitas perawi yaitu antara lain :
dhobhit, ( Dhawabitu Ar-ruwat), adil ( ‘Adillatu Ar-ruwwat) ,
tidak adanya Syadz ( ‘Adamu As-syudud), dan juga tidak ada illat ( ‘Adamu
Illat). dari salah satu di antara lima tersebut ada yang belum terpenuhi
yaitu Dhawabitu Ar-ruwat, sehinnga hadis ini tidak dapat pada tingkatan
Shahih. sehingga dapat di ambil nilai ( Natijah ) bahwa hadist ini
bukan termasuk hadis Shahih, tapi
termasuk hadis Hasan, karna ada salah satu perawi yang tertuduh bohong.
Pemahaman Hadis
a. Kitab syarah hadis
Saya tidak menemukan syarah hadist yang di
riwayatkan oleh imam Ad-darimi tersebut. Namun, saya dapat mengambil kesimpulan
maksud dari hadis tersebut, yaitu: "Makna
larangan terhadap seorang lelaki untuk meminang pinangan saudaranya yaitu:
apabila seseorang melamar seorang wanita dan ia sudah menerima pinangannya,
maka seseorang tidak boleh meminangnya lagi."
b. Keterkaitan
hadis disiplin keilmuan syari’ah
Khitbah atau Pinangan menurut Syari’at adalah langkah penetapan
atau penentuan sebelum pernikahan. Bagi laki-laki yang akan meminang seorang
perempuan harus dalam ketenanagan dan kemantapan untuk menentukan
pilihannya dari semua sisi sehingga setelah meminang tidak terlintas dalam
benaknya untuk membatalkan pinangan dan mengundur pernikahannya tanpa ada
sebab; karena hal tersebut menyakiti diri perempuan yang di pinang, merobek
perasaan dan melukai kemuliannya dengan sesuatau yang tidak di
ridloi Agama dan tidak sesuai dengan budi pekerti yang luhur. Pinangan
tersebut adalah sesuatau yang timbul dari seorang laki-laki yang meminang
ketika berniat untuk menikah dengan menjelaskan maksudnya, baik dirinya sendiri
atau melalui perantaraan seseorang yang dipercaya dari keluarga atau saudaranya.
seseorang tidak diperbolehkan meminang seorang wanita bila ia sudah rela dan
cenderung kepada orang lain (menerima lamaran orang lain). Karna sikap demikian akan menumbuhkan permusuhan, menjadikan putusnya
ikatan, dan kebencian. Sebagai mana hadis rasulullah Saw. yang berbunyi: قال النبي صلي
الله عليه وسلم_ليس منامن افسد امراءةعلي زوجها__
Artinya tidak termasuk
golongan ku orang yg merusak wanita atas suaminyi.
pertanyaan diatas kalau kita kiaskan ke hadis tadi tidak boleh
wanita yg udh tunangan atau bersuami mencintai laki-laki lain karna dpt
menimbukn dampak negatif. Tapi Kalau ia belum tahu
kerelaannya atau kecenderungan wanita itu kepada orang lain (menerima lamaran
orang lain), maka tidak apa-apa kalau ia melamarnya.
Kadang-kadang setelah bertunagan, terjadi
sesuatu yang mendatangkan terhadap batalnya tunangan. Dalam hal ini
mengembalikan syabkah ( hadiah tunangan) secara utuh itu hukumnya
wajib menurut Syari’at. Adapun hadiah-hadiah yang bersifat tidak langgeng
seperti makanan, maka hukumnya tidak wajib diganti, sedangkan sesuatu yang
bersifat langgeng seperti jam tangan, cincin emas dan gelang, maka wajib
dikembalikan apabila pembatalan tunangan tersebut diminta dari pihak perempuan.
Jika pembtalan tunangan tersebut dari pihak laki-laki atau disebabkan kematian
maka tidak wajib mengembalikannya.
Tetapi sebagai orang yang bermoral tinggi dan bermartabat
luhur, hendaknya kita tidak pernah meminta kembali sesuatu sesuatu yang telah
kita berikan kepada seseorang; karena seorang yang meminta pemberiannya
kembali sama halnya dengan anjing yang memakan utah-utahannya sendiri,
sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi Saw.
Hukum khitbah adalah mubah(boleh), dengan ketentuan
sebagai berikut:
Perempuan yang di pinang. Syaratnya sebagai berikut:
§
Tidak terikat oleh
akad perkawinan.
§
Tidak berada dalam
Iddah talak raj’i.
§
Bukan pinangan orang
lain.
Sedangkan
dalam KHI pasal 12 isinya:
1.
Peminangan dapat di
lakukan terhadap seorang wanita yang masih perawan, atau terhadap janda yang
telah habis masa iddahnya.
2.
Wanita yang di talak
suami masih berada dalam masa iddah raj’iyyah, haram dan di larang untuk di
pinang.
3.
Dilarang juga
meminang wanita yang sedang di pinang oleh orang lain, selama pinangan pria
tersebut belum putus, atau belum ada penolakan dari pihak wanita.
4.
Putus pinangan pihak
pria karna adanya pernyataan tentang putusnya hubungan pinangan atau secara
diam-diam pria yang meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang di
pinang.
Hikmah di
syariatkan meminang adalah untuk lebih menguatkan ikatan perkawinana yang di
adakan sesudah itu, karna dengan peminangan itu kedua belah pihak dapat saling
mengenal. Sebagaimana hadis nabi Saw. yang artinya dari Al-mughiro bin Syu’bah
bahwa nabi Saw. berkata kedapa dia seorang yang telah meminang seorang
perempuan: “ lihatlah dia karna dengan yang demikian akan lebih menguatkan
ikatan perkawinan.” Jadi dalam khitbah dianjurkan
bagi lelaki untuk melihat perempuan (dalam batas yang diperbolehkan agama),
bahkan sebelum menyatakan khitbah secara resmi.
Daftar Pustaka
Al – Mazzy, Tahdzib Al Kamal Fi Asma’i Al-Rijal. ( Beirut :
Muasasah Al-Risalah ) 1980
Al-Asqalany, Tahdzib Al-Tahdzib. ( Beirut: Dar Al-Fikr )
1984.
Al-Qur’an Al-Karim.
At-Tirmidzi,
sunan At-Tirmidzi, ( Syaikh muhammad
nasiruddin Al-Albani, kampung sunnah).
AD-Darimi,
sunan Ad-Darimi, (Abu ahmad
As-sidokare).
Sumbulah, Umi. Kritik
Hadis Pendekatan Historis Metodologis, Malang: Uin Malang Press, 2008.
Wensick, A.J., Mu’jam
Mufahras Li Alfadz Al-Hadist.
[2] Ad-darimi, Sunan Ad-darimi Hadist No. 2080 Kitab Nikah, Bab larangan meminang
wanita yang telah di pinang (Abu ahmad
As-sidokare).
[4] Al – Mazzy, Tahdzib
Al Kamal Fi Asma’i Al-Rijal ( Beirut : Muasasah Al-Risalah, 1980 ). Juz XXX. hal 130-136.
[8] Al-Mazzy,
Ibid juz XXXIV. Hal. 366-380. lihat juga Al-Asqalany, Tahdzib Al-Tahdzib. ( Beirut: Dar
Al-Fikr, 1984 ). jus VI hal 199-200.
[9] Ibid. juz XXXI hal 276, lihat juga Al-Asqalany, Tahdzib
Al-Tahdzib. ( Beirut: Dar Al-Fikr, 1984 ). juz XI hal 175.
[19]Ibid juz
XXXIV hal 377-378. lihat juga
Al-Asqalany, Tahdzib Al-Tahdzib. ( Beirut: Dar Al-Fikr, 1984 ). jus VI hal 199.
[20]
Al-Qur’an Karim
[21] At-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi Hadist No. 1134 Kitab Nikah, Bab tidak boleh meminang
perempuan yang sudah di pinang oleh orang lain
( Syaikh muhammad
nasiruddin Al-Albani, kampung sunnah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar