Kamis, 04 Desember 2014

Penelitian Hadis Dalam Kitab Sunan Ad-Darimi bab Nikah No. 2080 tentang "larangan meminang (wanita) yang telah dipinang saudaranya."



Pendahuluan
Dalam pembahasan mengenai hadist terdapat kriteria-kriteria supaya hadist tersebut bisa diterima kehujahannya dan sebagai dasar bagi hukum, untuk dapat diterima sebagai kehujjahan yang bersifat menyeluruh baik itu dalam hal aqidah maupun hal ibadah maka hadist tersebut harus shahih dan mutawatir, untuk mencari keshahihan hadist dapat diteliti mengenai sanad, kualitas perawi dan juga mengenai matan hadist tersebut, syarat-syarat hadist shahih antara lain : sanad nya harus bersambung antara guru dan murid ( Ittashala Sanaduhu ), kualitas perawi yaitu dhabit (Dhabit Ar-ruwat ) dan adil ( Adilatul ruwat), begitu juga matan nya harus terhindar dari Syadz ( ‘adamus syudud) dan Illat(‘adamul ‘illat).
Dalam penelitian sanad untuk mendapatkan kebersambungan sanad, harus bertemunya kedua perawi hal tersebut terlihat dalam daftar guru murid, dan juga tahun antara keduanya memungkinkan untuk bertemu, sedangkan untuk kualitas para perawi dapat diketahui dengan Ilmu  Jarh Wa Ta’dil yaitu berupa komentar-komentar para ulama mengenai perawi tersebut, dua hal diatas dapat dilihat dalam kitab-kitab mengenai Sejarah Perawi seperti Tahdzib Al-Kamal fi- Al-Asma’i Al-Rijal karya Al-Mazzy, dan juga dapat dilihat dalam kitab Tahdzib Al-Tahdzib karya Al-Asqalany.
Dalam penelitian matan kita dapat melihat dari beberapa hal seperti perbandingan dengan Ayat Al-qur’an dan juga dengan hadist yang lain, begitu juga dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Syarh Hadist dan beberapa pendekatan untuk mengetahui pemahaman hadist, seperti pendekatan Korelatif dan Non Korelatif.
Sehingga dari penelitian tersebut dapat diambil nilai ( Natijah ) untuk mendapatkan pemahaman hadis dan mengoreksi dalam tingkatan mana sebebnarnya hadis ini berada?, Shahih, Hasan. atau Dhoif.
Penelitian Sanad
a.       Dalam melakukan Takhrij Hadist saya menggunakan penggalan lafadz hadist yaitu kata  (خطب) yang mana dalam kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadz Al-Hadist Al-Nabawy hadist ini terdapat dalam kitab Sunan Ad-darimi dalam Kitab Nikah dalam bab larangan meminang wanita yang telah di pinang, kemudian juga terdapat dalam kitab sahih bukhori, Sunan Ibnu majah, sunan Tirmidzi, dalam musnad Ad-darimi. [1]

b.      Seperti informasi yang didapat dari Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadz Al-Hadist Al-Nabawy hadist ini dalam Kitab Sunan Ad-darimi terdapat dalam Kitab Al-Nikah dalam bab ”larangan meminang wanita yang telah di pinang”, yang mana hadist ini bernomor 2080. [2]

c.       Bunyi hadist tersebut adalah sebagai berikut :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْوَلِيدِ الطَّيَالِسِيُّ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى عَنْ أَنْ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ
“Telah mengabarkan kepada kami Abu Al Walid Ath Thayalisi telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Suhail bin Abu Shalih dari Ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau melarang seorang laki-laki meminang (wanita) yang telah dipinang saudaranya."[3]

d.      Kemudian dari hadist tersebut mempunyai ranji sanad, dan susunan ranji sanad tersebut adalah sebagai berikut :
قال رسول الله : نَهَى عَنْ أَنْ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ
عن

                  أَبِي هُرَيْرَةَ
عن
              أَبِيهِ
عن
     سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ     
 عن
                                                                  شُعْبَةُ
حدثنا
       أَبُو الْوَلِيدِ الطَّيَالِسِيُّ
أَخْبَرَنَا
            الدارمي
e.       Dari penjelasan ranji diatas terdapat periwayatan hadist yaitu melalui qutaibah, unzdur, hisyam, Muhammad, dan Abu hurairah. Untuk mengetahui kebersambungan sanad dari para perawi maka dapat di buktikan dengan table dan penjelasan-penjelasan berikut :

No
Nama perawi
Tahun
Guru
Murid
Komentar ulama
1
Hisyam bin qasim, Abun nadhri Al-laitsiyyu Al-baghdadi[4]
L: 134 H
U: 73 th
W:207 H
Jumlah : 35 orang
· Syu’bah banu Al-hajjaj
·  Abdus samad bin habib
·  Abdur rahman bin abdullah bin dinar
· Bakar bin khunais
· Walid bin jamil
· Abi ‘aqil. Dll.
Jumlah : 43 orang
· Usman bin sa’id Ad-darimi
·  Ahmad bin hanbal
·  Ahmad bin sa’id Ar-ribathi
· Ibrahim bin ya’qub Al-juzjaniy. Dll.
·          Usman bin said Ad-darimi: Tsiqah
·         Ali ibnu Al-madani: Tsiqah
·         Al-‘ijli: Tsiqah
·         Abu khatim: Tsiqah
·         Muhammad bin sa’ad: Tsiqah

2
Syu’bah banu Al-hajjaj bin wardi Al-‘atakiyy Al-azdiyy[5]
L: 82 H
U: 77 th
W:160 H
Jumlah :  312 orang
· Suhail bin abi shalih
·  Abi syu’aib
·  Abi bakar bin mungkadir
· Abil Anbas Al-akbar
· Yazid bin abi ziyad. Dll.
Jumlah : 160 orang 
· Abul walid hisyam bin abdul malik At-tayalisy
·  Abu dawud tayallitsi
·  Abu khalid Al-ahmar
· Yusuf bin ya’qub Ad-dhuba’i
· Yazid bin harun. Dll.
·  Muhammad bin sa’ad: Tsiqoh
·  Ahmad bin abdullah Al-‘ijli: Tsiqoh fil hadis
·  Abu ubaid Al-ujury: Ahsana hadisan
3
Suhail bin abi shalih [6]
L: -
U: -
W:-
Jumlah : 26 orang
·  Abihi, Abi salih dhakwan As-saman
·  Sulaiman Al-A’masy
·  Sa’id bin musayyib
· Habib bin hasan Al-kuffy. Dll.
Jumlah : 61 orang
· Syu’bah banu Al- hajjaj
·  Sulaiman bin bilal
·  Sufyan Ats-tsauri
· Ziad bin abi unaisah
· Abdullah bin idris. Dll.
· Abbas Ad-duari: hadisnya tanpa hujjah
· Ahmad bin abdullah Al-‘ijly: Tsiqah
·  Harb banu isma’il: maa aslaha haditsahu
4
Dzakwan Abu salih Az-ziyad Al-madani [7]
L:-
U: -
W:101 H
Jumlah : 27 orang
· Abi hurairah
·  ‘Aisyah
· Ummu salamah
· Abi bakar As-siddiq
· Abi darda’
· Abi said Al-kudhri
· Jabir bin abdullah. Dll.
Jumlah : 54 orang
·  Suhail bin abi salih
· Sofyan bin salim
·  Habib bin abi tsabit
· Ibrahim bin abi maumunah
· Humaid bin hilal. Dll.
· Abdullah bin ahmad ibnu hanbal: Tsiqah
· Abu Bakar bin abi khaitsamah: Tsiqah
· Muhammad bin sa’ad: hadisnya banyak yang Tsiqah
5
Abdur Rahman bin shakhr , bin ghanam, bin Amir (Abu Hurairah)[8]
L: 600 M
U: -
W: 57 H
Jumlah : 9 orang
· Al-katsir At-toyyib
· Nabi mjuhammad Saw
· Abi bakar As-siddiq
· Umar bin khattab. Dll.
Jumlah : 400 orang
· Abu salih As-saman
·  Abu abdullah Al-madani
· Abu usman At-tabban
·  Abu katsir As-suhaimi. Dll.
· Al-bukhori: rojulun au aktsaru min ahli ‘ilmi min ashabi nabi wat tabi’in wa ghoirihim.



Pemaparan biografi para perawi di atas untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
1.      Abul walid At-tayallisi
Nama lengkap beliau adalah Hisyam bin qasim, Abun nadhri Al-laitsiyyu Al-baghdadi dan kunyah beliau adalah Abul walid At-tayallisi, mengenai lahir nya Hisyam bin qasim, Abun nadhri Al-laitsiyyu Al-baghdadi pada tahun 134H. Dan meninggal pada tahun 207 H, jumlah guru beliau adalah 35 orang, diantaranya adalah Syu’bah banu Al-hajjaj,  Abdus samad bin habib, Abdur rahman bin abdullah bin dinar, Bakar bin khunais, Walid bin jamil, Abi ‘aqil. Dll., kemudian dari guru beliau, yang mempunyai kebersambungan sanad dalam periwayatan adalah Syu’bah banu Al-hajjaj,  sedangkan muridnya berjumlah 43 orang, diantaranya adalah : Usman bin sa’id Ad-darimi,  Ahmad bin hanbal, Ahmad bin sa’id Ar-ribathi, Ibrahim bin ya’qub Al-juzjaniy. Dll.  murid beliau yang mempunyai kebersambungan sanad dalam periwayatan hadist ini adalah Usman bin sa’id Ad-darimi,[9]
Dari penjelasan diatas sudah pasti kebersambungan sanad terjadi, dengan di tandai dalam daftar guru beliau terdapat Syu’bah banu Al-hajjaj, begitu juga dalam daftar murid juga terdapat Usman bin sa’id Ad-darimi,  sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa sanad nya bertemu (Ittashala Sanaduhu).
2.      Syu’bah
Nama beliau adalah Syu’bah banu Al-hajjaj bin wardi Al-‘atakiyy Al-azdiyy, laqobnya beliau adalah Al-‘atakiyy Al-azdiyy, menurut Abu bakar Al-manjawi beliau  lahir pada tahun 82 H, dan meninggal di bashrah pada tahun 160 H,  berumur 77 tahun.
beliau mempunyai guru yang berjumlah : 312 orang, yaitu antara lain : Suhail bin abi shalih, Abi syu’aib, Abi bakar bin mungkadir, Abil Anbas Al-akbar, Yazid bin abi ziyad. Dll., dan dari 312 orang guru, yang mempunyai kebersambungan sanad dalam hadist ini adalah guru beliau yang bernama Suhail bin abi shalih, sedangkan murid beliau berjumlah 160 orang, diantaranya adalah : Abul walid hisyam bin abdul malik At-tayalisy, Abu dawud tayallitsi, Abu khalid Al-ahmar, Yusuf bin ya’qub Ad-dhuba’i, Yazid bin harun. Dll. Murid beliau yang mempunyai kebersambungan sanad dalam periwayatan hadist ini adalah  yang bernama Abul walid hisyam bin abdul malik At-tayalisy.[10]
Dari penjelasan diatas sudah pasti kebersambungan sanad terjadi sebagaimana dalam daftar guru beliau terdapat Suhail bin abi shalih, begitu juga dalam daftar muridnya terdapat Abul walid hisyam bin abdul malik At-tayalisy, sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa sanad nya bertemu (Ittashala Sanaduhu).
3.      Suhail bin Abi salih
Nama lengkap beliau adalah suhail banu abi salih, beliau anak dari Dhakwan As-saman, tuan dari juwairiyah binti Al- hamas perempuan dari Ghotofan, mempunyai saudara yang namanya Salih bin abi salih, Abdullah bin Abi salih, dan Muhammad bin abi salih. Dalam literature tidak disebutkan dan tahun lahirnya, meninggal, umurnya beliau.  Guru-guru beliau berjumlah 26 orang diantaranya adalah: Abihi, Abi salih dhakwan As-saman, Sulaiman Al-A’masy, Sa’id bin musayyib, Habib bin hasan Al-kuffy. Dll. dari guru beliau yang mempunyai kebersambungan sanad dalam hadist ini adalah Abihi, Abi salih dhakwan As-saman, atau biasa disebut dhakwan As-saman, sedangkan murid beliau berjumlah 61 orang, diantaranya adalah : Syu’bah banu Al- hajjaj,  Sulaiman bin bilal, Sufyan Ats-tsauri, Ziad bin abi unaisah, Abdullah bin idris. Dll. dari murid beliau yang mempunyai kebersambungan sanad dalam hadist ini adalah: Syu’bah banu Al- hajjaj.[11]
Dari penjelasan diatas sudah pasti kebersambungan sanad terjadi walaupun tidak disebutkan tahun kelahiran, meninggalnya, dan umurnya Suhail bin salih, bahkan dalam kualitas perawi beliau ada yang mengatakan jarakh atau tidak adil. Namun dengan demikian beliau mendapat kan hadist dengan shighat ‘An atau biasa disebut Mu’an’an, sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa sanad nya bertemu (Ittashala Sanaduhu).
4.      Abihi
Nama lengkap beliau adalah Dzakwan Abu salih Az-ziyad Al-madani, kunyah beliau Dhakwan As-saman, beliau merupakan ayah dari Suhail bin abi salih, Abdullah bin abi salih, dan Salih bin abi salih. dalam literatur tidak di sebutkan tahun lahir, umur beliau hanya di sebutkan tahun meninggalnya saja yaitu pada tahun 101H. Di madinah.  beliau mempunyai murid yang berjumlah kurang lebih adalah 54 orang, diantaranya adalah: Suhail bin abi salih, Sofyan bin salim, Habib bin abi tsabit, Ibrahim bin abi maumunah, Humaid bin hilal. Dll. dalam periwayatan hadist ini beliau mempunya kebersambungan sanad dengan muridnya  yang bernama Suhail bin abi salih,  atau biasa disebut dengan Suhail, sedangkan dari gurunya  beliau kurang lebih berjumlah 27 orang, diantaranya adalah: Abi hurairah, ‘Aisya, Ummu salamah, Abi bakar As-siddiq,Abi darda’, Abi said Al-kudhri, Jabir bin abdullah. Dll. Dan dari guru-guru beliau yang mempunyai kebersambungan sanad dalam hadist ini adalah Abi hurairah,[12]
Dari penjelasan diatas tidak terdapat penjelasan mengenai lahir dan umurnya beliau, akan tetapi mengenai guru dan murid terdapat kebersambungan sanad yang mana dalam daftar guru beliau terdapat Abi hurairah, dan juga dari daftar murid beliau juga terdapat Suhail bin abi salih,  metode mendapatkan hadist dari guru beliau adalah dengan shighat ‘An, atau biasa disebut metode Mu’an’an dari hal tersebut dapat di ambil kesimpulan dan telah dibuktikan bahwa proses transformasi hadist antara guru murid bersambung ( Ittashalla Sanaduhu ).
5.      Abi hurairah
Nama lengakap beliau adalah terdapat banyak perbedaan, ada yang mengatakan Abdurrahman bin sakhar, ada juga yang mengatakan Abdurrahman bin ghanam, ada yang mengatakan Abdullah ibnu ‘aid, ada yang mengatakan Abdullah bin ‘Amir, ada yang mengatakan Abdullah bin Amr. kunyah beliau adalah Abu Hurairah.[13]ibunya bernama maimunah. Abu Hurairah lahir pada tahun 21 sebelum Hijriyah. Dan wafat pada tahun ke-59 Hijriyah dalam usia 78 tahun. pada masa Jahiliyah, sebelum ia msuk Islam, namanya Abu Syamsi. Ia Masuk Islam pada tahun ke-7 Hijriyah, ketika perang Khaibar sedang berkecamuk. Abu hurairah langsung terjun ke dalam perang tersebut. Setelah ia msuk Islam, Nabi SAW memberinya nama Abdurahman. Abu Huraurah sangat menyenangi seekor kucing, sehingga sering kucing itu digendong, dirawat, diberi makan dan bagi kucing itu disediakan tempat khusus. maka beliau digelari pula dengan Abu Hurairah, yang artinya orang yang menyanyangi kucing. Para Perawi hadits banyak meriwayatkan hadits dari beliau. Iman Syafi’i pernah berkata: “Abu Hurairah adalah orang yang paling banyak menghafal hadits bila dibandingi dengan perawi- perawi di masanya.”[14] Abu Hurairah adalah seorang ahli ibadah, begitu juga istri dan anaknya. Mereka semua biasa bangun pada malam hari secara bergiliran. guru-guru beliau 9 orang, yang mana guru beliau antara lain adalah : Al-katsir At-toyyib, Nabi mjuhammad Saw, Abi bakar As-siddiq, Umar bin khattab. Dll. dan yang mempunyai kebersambungan sanad dalam hadist ini adalah Nabi mjuhammad Saw, sedangkan dari murid-murid beliau jumlah nya adalah 400 orang, diantara nya adalah : Abu salih As-saman,  Abu abdullah Al-madani, Abu usman At-tabban, Abu katsir As-suhaimi. Dll. kemudian didalam hadist ini yang mempunyai kebersambungan sanad adalah Abu salih As-saman, atau biasa disebut dengan Dhakwan As-saman.
Dari penjelasan diatas sudah pasti kebersambungan sanad terjadi, kemudian dalam perawian dengan dengan guru murid transformasi hadist menggunakan sighat ‘an atau disebut dengan Mu’an’an , sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa mereka pernah bertemu dan sanad nya bertemu (Ittashala Sanaduhu).

f.       Penjelasan mengenai kualitas para perawi (Jarh wa ta’dil)
Hal-hal yang berkaitan dengan penjelasan dan pembuktian kualitas perawi adalah sebagai berikut :
a.      Abul walid At-tayallisi
Kualitas Abul walid At-tayallisi menurut Haris  minal amroini bil ma’ruf wan nahaini ‘anil mungkar, sedangkan Usman bin sa’id berkata Tsiqoh, di ikuti juga oleh Ali ibnu mandani, Muhammad bin sa’id, Abu hatim berkata sebagaimana perkataanya Usman bin sa’id. Sedangkan Al-‘ijly berkata Tsiqotun sohibu As-sunnah[15]. Dari penjelasan kualitas perawi tersebut jelas bahwa kualitas perawit tidak diragukan lagi karena semua komentar berupa ta’dil pada Abul walid At-tayallisi( tingkatan ke-3 dari maratib At-ta’dil).
b.      Syu’bah
Kualitas Syu’bah banu Al-hajjaj bin wardi Al-‘atakiyy Al-azdiyy menurut Muhammad banu abbas An-nasa’i adalah Anqaa rijaalan, sedangkan menurut Al-fadhil banu ziyad adalah Anbala rijaalan wa antsaqa hadisan, dan menurut Abul walid At-tayallitsi dari Hammad idha aradta Al-hadis falzamu syu’bah, sedangkan Abu bakar bin abil aswad dari pamanya, Sufyan berkata: Kana Syu’bah amirul mukminin fil hadis. Muhammad bin minhar Ad-dhirir mendegar berkali-kali dari Yazid bin zurai’ berkata: kana Syu’bah man asdoqu An-nasi fil hadis, Ahmad bin abdullah  Al-‘ijly berkata: Tsiqotun sabtun fil hadis, Muhammad bin sa’ad juga berkata: Kana tsabtan makmunan tsabtan hajjatan[16]. Dari penjelasan mengeni kualitas Syu’bah banu Al-hajjaj bin wardi Al-‘atakiyy Al-azdiyy.  Komentar ulama berupa ta’dil dalam artian berupa komentar positif, sehingga dari hal tersebut kualitas perawi dapat diterima ( tingkat ke-2 dari maratib At-ta’dil).
c.       Suhail bin abi salih
Kualitas Suhail bin abi salih menurut Harb banu isma’il dari Ahmad bin hanbal berkata: ma aslaha haditsahu, sedangkan menurut Abbas Ad-duari dari Yahya bin mu’ain berkata bahwa hadis Suhail bin abi salih adalah Qaribun min As-sawaak,walaisa haditsun bi hujjatin, sedangkan Ahmad bin abdullah Al-‘ijly berkata: Suhail Tsiqatu wa akhuhu ‘ubaid tsiqatun, Abu Ahmad bin ‘adi berkata: bahwa suhail tidak mendengarkan dari Ayahnya dan juga tidak mendengarkan dari selain Ayahnya wa huwa ‘indi tsabtu la baksa bihi maqbulul akhbar   [17]. Dari komentar para ulama diatas dapat di lihat bahwasanya Suhail bin abi salih merupakan salah satu perawi ada yang mengatakan ta’dil, tetapi juga ada yang mengatakan bahwa Suhail bin abi salih salah seorang perawi yang jarakh. Sehingga dapat diambil kesimpulan kualitas Suhail bin abi salih dan sanadnya dapat diterima akan tetapi matanya masih di ragukan ( tingkatan ke-4 dari maratib Aj-jarkhu).
d.      Abihi ( Dhakwan As-saman)
Kualitas dari Dhakwan As-saman menurut Abdullah banu ahman ibnu hanbal dari Ayahnya : Tsaqatun tsaqotun min ajilli An-nasi wa au tsaqihim, sedangkan menurut Abu Bakar bin abi khutsaimah dari Yahya bin ma’in, Abu zur’ah dan Abu khatim : Tsiqah. Kemudian di tambahi oleh Abu zur’ah: Mustaqimmul hadis, dan di tambahi Abu khatim: salihul hadis yuhtajju bi haditsihi, kemudia Muhammad banu sa’ad berkata: Kana tsaqatan katsiro Al-haditsi[18]. Dari komentar-komentar diatas dapat diketahui mengenai kualitas dari Dhakwan As-saman, yang mana dari hal tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa diri Dhakwan As-saman dapat diterima periwayatan nya, hal tersebut berdasar komentar-komentar yang berupa komentar positif ta’dil ( tingkatan ke-2 dari maratib At-ta’dil).
e.       Abi hurairah
Abdur Rahman bin shakhr (Abu Hurairah) adalah seorang Sahabat Nabi saw. yang tidak perlu diragukan ketsiqahannya.  Diantara yang meriwayatkan hadist darinya adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, dan lain-lain. Imam Bukhari pernah berkata: "Tercatat lebih dari 800 orang perawi hadits ahli ilmu dari kalangan sahabat dan tabi'in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah"[19]. Marwan bin Hakam pernah menguji tingkat hafalan Abu Hurairah terhadap hadits Nabi. Marwan memintanya untuk menyebutkan beberapa hadits, dan sekretaris Marwan mencatatnya. Setahun kemudian, Marwan memanggilnya lagi dan Abu Hurairah pun menyebutkan semua hadits yang pernah ia sampaikan tahun sebelumnya, tanpa tertinggal satu huruf.  Beliau ini berada dalam Stratifikasi tsiqah yang tidak diragukan lagi, maka dengan demikian hadis-hadis yang diriwayatkannya, dapat dijadikan hujjah ( assahlul asaanid atau maratib 1 dalam jarh wa ta’dil). Abu Hurairah, adalah Sahabatnya Rasulullah sendiri dan pastiya beliu bertemu dengan Rasullah, maka sanadnya dapat dinyatakan : Muttasil ( tingkatan pertama dari maratib At-ta’dil).
g.      Dari penelitian mengenai sanad diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa syarat-syarat untuk hadist shohih belum sepenuhnya  terpenuhi yaitu dengan adanya sifat jarakh dari sanad pada tingkatan suhail bin salih. Sehingga kebersambungan sanad para perawi hadist ( Ittashala Sanadihi ) kurang rajih. Hal tersebut telah dibuktikan dengan penjelasan mengenai biografi para perawi meliputi tahun lahir, meninggal dan juga daftar guru-murid dari para perawi itu sendiri, dan juga kualitas para perawi termasuk dari golongan yang dapat diterima seperti Tsiqoh, Tidak Ada Illat dan juga ke-Dhabitan nya, hal tersebut dibuktikan dengan komentar-komentar ulama yang mana berupa ta’dil, jarakh, sehingga dari dua hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sanad hadist dapat diterima, namun  sebagai syarat untuk hadist Shohih belum terpenuhi.
Penelitan Matan
a.       Perbandingan dengan ayat al-qur’an
Dalam perbandingan dengan ayat al-qur’an ini, saya mengambil ayat dalam Q.S Al-Baqarah : 235 yang berbunyi[20] :
wur yy$oYã_ öNä3øn=tæ $yJŠÏù OçGôʧtã ¾ÏmÎ/ ô`ÏB Ïpt7ôÜÅz Ïä!$|¡ÏiY9$# ÷rr& óOçF^oYò2r& þÎû öNä3Å¡àÿRr& 4 zNÎ=tæ ª!$# öNä3¯Rr& £`ßgtRrãä.õtGy `Å3»s9ur žw £`èdrßÏã#uqè? #ŽÅ  HwÎ) br& (#qä9qà)s? Zwöqs% $]ùrã÷è¨B 4 Ÿwur (#qãBÌ÷ès? noyø)ãã Çy%x6ÏiZ9$# 4Ó®Lym x÷è=ö6tƒ Ü=»tFÅ3ø9$# ¼ã&s#y_r& 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ãNn=÷ètƒ $tB þÎû öNä3Å¡àÿRr& çnrâx÷n$$sù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# îqàÿxî ÒOŠÎ=ym ÇËÌÎÈ  
235. Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
 Dalam perbandingan ini, hadist diatas tidak bertolak belakang dengan ayat al-qur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 235. Akan tetapi  konteknya berbeda yaitu kalau hadis di atas isinya melarang meminang wanita yang telah di pinang saudarannya, sedangkan ayat tersebut menjelaskan bolehnya meminang wanita yang masih dalam iddah karna di tinggal suaminya meninggal asalkan dengan sindiran dan menggunakan perkataan yang ma’ruf. Jadi pada intinya masih dalam  pembahasan yang sama yaitu masalah meminang.
b.      Perbandingan dengan hadis
Dalam perbandingan hadist ini saya menggunakan hadist yang di keluarkan oleh imam At-turmudzi, yaitu [21]:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ وَقُتَيْبَةُ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قُتَيْبَةُ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ أَحْمَدُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَبِيعُ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلَا يَخْطُبُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ
 Ahmad bin Mani' dan Qutaibah menceritakan kepada kami, mereka berkata, "Sufyan bin Uyainah memberitahukan kepada kami dari Zuhri, dari Sa'id bin Al Musayyib, dari Abu Hurairah, ia berkata: -Qutaibah berkata, 'Hadits ini sampai ke Nabi SAW'. Ahmad berkata- "Rasulullah SAW bersabda, 'Janganlah seseorang jual dagangan atas penjualan saudaranya dan jangan meminang (melamar) perempuan yang sudah dipinang oleh saudaranya (sesama Muslim)'. " Shahih: Ibnu Majah (2172) Muttafaq 'alaih.
Dalam kedua hadist tersebut tidak terdapat perbedaan makna  Antara hadist yang ditakhrij oleh Ad-Darimi dan yang ditakhrij oleh At-Tirmidzi, keduanya memiliki persamaan maksud, walaupun keduanya berbeda matan dan sanandnya. Dimana matan yang terdapat dalam hadis riwayat imam Ad-Darimi adalah bahwa sesungguhnya Nabi melarang seorang laki-laki meminang (wanita) yang telah dipinang saudaranya. Sedangkan matan dalam hadis riwayat imam At-Tirmizdi berbunyi  Janganlah seseorang jual dagangan atas penjualan saudaranya dan jangan meminang (melamar) perempuan yang sudah dipinang oleh saudaranya (sesama Muslim). Akan tetapi kedua matan tersebut saling menguatkan. Dan di tinjau dari segi perawinya, hadis yang di riwayatkan oleh imam At-Tirmidzi lebih sahih di banding dari hadis yang di riwayatkan oleh imam Ad-Darimi. pelaku dan waktu di turunkanya hadis tersebut berbeda. Hal ini menjadi bukti bahwa hadis yang sedang dianalisis tidak mempunyai perbedaan dengan hadist lain.

c.       Fakta dan sejarah
Sebagaimana Rosulullah melarang hal tersebut  dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar R.A,  Rosulullah SAW bersabda : “tidak di perbolehkan bagi seorang laki-laki meminang seorang wanita yang telah dipinang  saudaranya sehingga pinangannya itu dibatalkan  sebelumnya atau seorang yang meminang member izin padanya.”(Au kama Qol).
Larangan yang dijelaskan hadits di atas menunjukan terhadap larangan yang berunsur “Haram” menurut pendapat Jumhurul Fuqoha (mayoritas Ulama), di antaranya adalah Imam Syafi’I RA. Beliau berkata: “Arti hadits tersebut adalah ketika seorang laki-laki telah meminang  seorang perempuan yang telah rela dan cenderung menerima pinangannya, maka tidak diperbolehkan kepada siapapun untuk meminangnya”.
Adapun ketika seorang perempuan tersebut belum diketahui kerelaan dan kecenderungan menerima pinangan tersebut, maka hukum meminangnya diperbolehkan, dan di antara tanda-tanda dari kerelaan perempuan yang Perawan (Bikr) adalah diamnya, dan Janda (Tsayyib) dengan ucapan iya atau sejenisnya.
Dari ungkapan di atas, agama Islam yang lurus menganjurkan untuk  menyembunyikan atau tidak meramaikan pinanagan, dalam artian perayaannya dalam batas-batas yang lebih sempit dengan hanya melibatkan anggota keluarga saja tanpa mengadakan acara-acara seperti nasyid dll.
Ada istilah lain dalam bahasa Arab yang sama arti dengan tunangan yaitu “Syabak”, dan hadiyah yang diberikan ketika tunangan baik berbentuk cincin tunangan atau lainnya disebut dengan “Syabkah”. Hal tersebut adalah sesuatu yang baru-baru muncul dan marak di kalangan masyarakat umum di zaman sekarang ini. mereka menambah beban terhadap seseorang yang hendak menikah bahkan mereka bermahal-mahalan dalam masalah syabkah (Hadiah Tunanangan) dan hampir samapi mendahulukan mahar.
Demikian itu bukanlah dari urusan Islam sedikitpun , hanya saja Islam tidak melarang hal tersebut selagi masih dalam batas-batas kemampuan; karena Syari’at bisa menganggap ‘urf (konvensi) atau kebiasaan selagi tidak bertentangan dengan nas-nas Syari’at tersebut.
Tapi harus diperhatikan bahwa seorang laki-laki diharamkan memakai sesuatu yang terbuat dari emas baik berbentuk cincin atau yang lainnya. Cukuplah cincin tunangan yang terbuat dari emas  dipakai Tunangan Perempuan saja atau Tunangan laki-laki memakai cincin tunangan selain emas, seperti perak, tembaga dan lain lain tanpa saling memakaikan cincin tunangan tersebut; karena keduanya belumlah halal dalam ikatan pernikahan yang sah.

d.      Perbandingan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan rasio
Di zaman sekarang  ini tidak asing lagi bagi kita bila mendengar istilah Tunangan. Istilah tersebut hampir dikenal seluruh kalangan dan lingkungan, dari kalangan orang biasa sampai kalangan orang luar biasa, dari lingkungan  kota sampai lingkungan desa.
Sedangkan di kalangan anak muda zaman sekarang, hubungan khusus antar lawan jenis yang resmi menurut mereka dengan artian kedua pasangan tersebut mengakuinya dikelompokkan ke dalam tiga katagori, yaitu:
1.      Pacar, yaitu bila salah satu dari pasangan tersebut mengucapkan kata-kata cintan yang mungkin murni dari hati atau sekedar gombal­ atau permintaan menjadi pacar yang menuntut jawaban iya atau tdak, dan yang satunya menerima dengan jawaban iya atau dengan ungkapan yang searti dengan ungkapan tersebut.
2.      Tunangan, yaitu apabila kedua pasangan tersebut saling memakaikan cincin tunanagan, baik secara resmi dengan mengadakan acara khusus dan melibatkan kedua keluarga pasangan atau hanya sekedar perjanjian diantara keduanya saja.
3.      Suami-Istri, yaitu apabila kedua pasangan tersebut sudah berada dalam ikatan pernikahan yang sah.
Di samping tiga katagori tersebut, baru-baru ini muncul yang namanya “Teman tapi mesra” dan “Kakak adik ketemu gede”. seorang laki-laki menganggap seorang perempuan sebagai adik atau sebaliknya, atau menganggap teman tapi melebihi dari batas teman yang wajar. Diantara faktor keduanya adalah timbul dari perasaan tidak enak kepada seseorang yang ia tolak cintanya, dengan tujuan supaya tidak menyakiti hati orang tersebut, atau karena rasa kagum pada seseorang dan menginginkan orang tersebut menjadi kakak atau adik angkatnya. Bahkan tidak sedikit dalam kasus seperti ini mereka yang tersandung cinta kepada adik angkatnya ketika telah  beranjak dewasa.
Di dalam istilah jawa, istilah Tunangan disebut juga dengan istilah “Tetalen”. Istilah tersebut diambil dari kata “Tali”; karena seseorang yang telah terlibat dengan istilah tersebut seakan-akan mereka berada dalam sebuah tali yang mengikat mereka. Kedua pasangan Tetalen tidak bisa sesuka hati memilih atau menerima orang lain ke jenjang pernikahan, kecuali dengan seseorang yang mempunyai ikatan tersebut dan selagi ikatan tersebut belum terputus atau dilepas atas kesepakatan keduanya.
seseorang tidak boleh meminang seorang wanita bila ia sudah rela dan cenderung kepada orang lain (menerima lamaran orang lain). Karna sikap demikian akan menumbuhkan permusuhan, menjadikan putusnya ikatan, dan kebencian. Hal demikian  di ibaratkan seperti kita membeli barang kepada si penjual kemudian kita titipkan barang tersebut kepada si penjual, seandainya setelah itu di inginkan oleh orang lain maka si penjual harus memberitahu bahwa barang itu sudah ada yang punya sehingga orang yang tidak tahu tersebut jadi tahu da tidak jadi membeli barang yang di inginkanya tersebut.
Jadi sebagai seorang penjual yang baik seharusnya bersikap seperti itu tidak malah menggagalkan kesepakatan yang pertama, karna melanggar kesepakatan itu merupakan salah satu dari ciri-ciri orang munafik, diantara ciri-cirinya adalah: apabila dipercaya ia berkhianat, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila berbicara ia berbohong.

e.       Natijah
Dari penelitian sanad dan matan dari hadist diatas dapat di ambil kesimpulan bahwasanya sanad pada hadis tersebut dapat di terima karna syarat-syarat ittisholu As-sanad sudah terpenuhi, akan tetapi  matan dari hadist tersebut belum dapat diterima dengan sepenuhnya Karena masih ada kejanggalan yang terletak pada tingkatan sanad Suhail bin abi salih di mana salah satu ulama’ ada yang mengatakan bahwa Suhail bin Abi salih tidak mendengarkan dari Ayahnya dan juga tidak mendengarkan dari selain Ayahnya. Sedangkan syarat-syarat untuk dapat diterima suatu hadist harus terpenuhi semua dari  syarat-syarat mulai sanad hadist yang berupa kebersambungan sanad ( Ittisholu As-sanad)  dan kualitas perawi yaitu antara lain : dhobhit, ( Dhawabitu Ar-ruwat), adil ( ‘Adillatu Ar-ruwwat) , tidak adanya Syadz ( ‘Adamu As-syudud), dan juga tidak ada illat ( ‘Adamu Illat). dari salah satu di antara lima tersebut ada yang belum terpenuhi yaitu Dhawabitu Ar-ruwat, sehinnga hadis ini tidak dapat pada tingkatan Shahih. sehingga dapat di ambil nilai ( Natijah ) bahwa hadist ini bukan  termasuk hadis Shahih, tapi termasuk hadis Hasan, karna ada salah satu perawi yang tertuduh bohong.
Pemahaman Hadis
a.       Kitab syarah hadis
Saya tidak menemukan  syarah hadist yang di riwayatkan oleh imam Ad-darimi tersebut. Namun, saya dapat mengambil kesimpulan maksud dari hadis tersebut, yaitu: "Makna larangan terhadap seorang lelaki untuk meminang pinangan saudaranya yaitu: apabila seseorang melamar seorang wanita dan ia sudah menerima pinangannya, maka seseorang tidak boleh meminangnya lagi."
b.      Keterkaitan hadis disiplin keilmuan syari’ah
Khitbah atau Pinangan menurut Syari’at adalah langkah penetapan atau penentuan sebelum pernikahan. Bagi laki-laki yang akan meminang seorang perempuan harus dalam ketenanagan dan kemantapan  untuk menentukan pilihannya dari semua sisi sehingga setelah meminang tidak terlintas dalam benaknya untuk membatalkan pinangan dan mengundur pernikahannya tanpa ada sebab; karena hal tersebut menyakiti diri perempuan yang di pinang, merobek perasaan  dan  melukai kemuliannya dengan sesuatau yang tidak di ridloi Agama dan tidak sesuai dengan budi pekerti yang luhur. Pinangan tersebut adalah sesuatau yang timbul dari seorang laki-laki yang meminang ketika berniat untuk menikah dengan menjelaskan maksudnya, baik dirinya sendiri atau melalui perantaraan seseorang yang dipercaya dari keluarga atau saudaranya.
seseorang tidak diperbolehkan meminang seorang wanita bila ia sudah rela dan cenderung kepada orang lain (menerima lamaran orang lain). Karna sikap demikian akan menumbuhkan permusuhan, menjadikan putusnya ikatan, dan kebencian. Sebagai mana hadis rasulullah Saw. yang berbunyi:  قال النبي صلي الله عليه وسلم_ليس منامن افسد امراءةعلي زوجها__
Artinya tidak termasuk golongan ku orang yg merusak wanita atas suaminyi. pertanyaan diatas kalau kita kiaskan ke hadis tadi tidak boleh wanita yg udh tunangan atau bersuami mencintai laki-laki lain karna dpt menimbukn dampak negatif. Tapi Kalau ia belum tahu kerelaannya atau kecenderungan wanita itu kepada orang lain (menerima lamaran orang lain), maka tidak apa-apa kalau ia melamarnya.
Kadang-kadang setelah bertunagan, terjadi sesuatu yang mendatangkan terhadap batalnya tunangan. Dalam hal ini mengembalikan syabkah ( hadiah tunangan)  secara utuh itu hukumnya wajib  menurut Syari’at. Adapun hadiah-hadiah yang bersifat tidak langgeng seperti makanan, maka hukumnya tidak wajib diganti, sedangkan sesuatu yang bersifat langgeng seperti jam tangan, cincin emas dan gelang, maka wajib dikembalikan apabila pembatalan tunangan tersebut diminta dari pihak perempuan. Jika pembtalan tunangan tersebut dari pihak laki-laki atau disebabkan kematian maka tidak wajib mengembalikannya.
Tetapi sebagai orang yang bermoral tinggi dan bermartabat luhur, hendaknya kita tidak pernah meminta kembali sesuatu sesuatu yang telah kita berikan kepada seseorang; karena  seorang yang meminta pemberiannya kembali sama halnya dengan anjing yang memakan utah-utahannya sendiri, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi Saw.
Hukum khitbah adalah mubah(boleh), dengan ketentuan sebagai berikut:
Perempuan yang di pinang. Syaratnya sebagai berikut:
§  Tidak terikat oleh akad perkawinan.
§  Tidak berada dalam Iddah talak raj’i.
§  Bukan pinangan orang lain.
Sedangkan dalam KHI pasal 12 isinya:
1.      Peminangan dapat di lakukan terhadap seorang wanita yang masih perawan, atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.
2.      Wanita yang di talak suami masih berada dalam masa iddah raj’iyyah, haram dan di larang untuk di pinang.
3.      Dilarang juga meminang wanita yang sedang di pinang oleh orang lain, selama pinangan pria tersebut belum putus, atau belum ada penolakan dari pihak wanita.
4.      Putus pinangan pihak pria karna adanya pernyataan tentang putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang di pinang.
Hikmah di syariatkan meminang adalah untuk lebih menguatkan ikatan perkawinana yang di adakan sesudah itu, karna dengan peminangan itu kedua belah pihak dapat saling mengenal. Sebagaimana hadis nabi Saw. yang artinya dari Al-mughiro bin Syu’bah bahwa nabi Saw. berkata kedapa dia seorang yang telah meminang seorang perempuan: “ lihatlah dia karna dengan yang demikian akan lebih menguatkan ikatan perkawinan.” Jadi dalam khitbah dianjurkan bagi lelaki untuk melihat perempuan (dalam batas yang diperbolehkan agama), bahkan sebelum menyatakan khitbah secara resmi.




Daftar Pustaka

Al – Mazzy, Tahdzib Al Kamal Fi Asma’i Al-Rijal. ( Beirut : Muasasah  Al-Risalah ) 1980
Al-Asqalany, Tahdzib Al-Tahdzib. ( Beirut: Dar Al-Fikr ) 1984.
Al-Qur’an Al-Karim.
At-Tirmidzi, sunan At-Tirmidzi, ( Syaikh muhammad nasiruddin Al-Albani,  kampung sunnah).
AD-Darimi, sunan Ad-Darimi, (Abu ahmad As-sidokare).
Sumbulah, Umi. Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis, Malang: Uin Malang Press, 2008.
Wensick, A.J., Mu’jam Mufahras Li Alfadz Al-Hadist.



[1]  A .J Wensick , Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadz Al-Hadist Al-Nabawy, juz 2 hal 46.
[2]  Ad-darimi, Sunan Ad-darimi Hadist No. 2080 Kitab Nikah,  Bab larangan meminang wanita yang telah di pinang (Abu ahmad As-sidokare).
[3] Ad-darimi, Sunan Ad-darimi, Ibid.
[4] Al – Mazzy, Tahdzib Al Kamal Fi Asma’i Al-Rijal ( Beirut : Muasasah  Al-Risalah, 1980  ). Juz XXX. hal 130-136.
[5] Al-Mazzy, Ibid juz XII. hal 479-495.
[6] Al-Mazzy, Ibid juz XII. hal 223-229
[7]Al-Mazzy,  Ibid juz VIII. hal 513-517
[8] Al-Mazzy, Ibid juz XXXIV. Hal. 366-380. lihat juga Al-Asqalany, Tahdzib Al-Tahdzib. ( Beirut: Dar Al-Fikr, 1984 ). jus VI hal 199-200.
[9] Ibid. juz XXXI hal 276, lihat juga Al-Asqalany, Tahdzib Al-Tahdzib. ( Beirut: Dar Al-Fikr, 1984 ). juz XI hal 175.
[10] Al-Mazzy Ibid juz XXV hal 9.
[11] Ibid juz XXVIII , hal  311.
[12] Al-Mazzy, Op.Cit Juz XXVI Hal 440-441.
[13] Ibid juz XXXIV hal 366.
[14] Ibid juz XXXIV hal 377.
[15] Al-Mazzy, Op.Cit juz XXX. hal 134-135.
[16] Al-Mazzy, Ibid juz XII. Hal 490-492.
[17] Ibid juz XII hal 226-227.
[18] Ibid juz VIII hal 515-516.
[19]Ibid juz XXXIV hal 377-378. lihat juga Al-Asqalany, Tahdzib Al-Tahdzib. ( Beirut: Dar Al-Fikr, 1984 ). jus VI hal 199.
[20] Al-Qur’an Karim
[21] At-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi Hadist  No. 1134  Kitab Nikah,  Bab tidak boleh meminang perempuan yang sudah di pinang oleh orang lain  ( Syaikh muhammad nasiruddin Al-Albani,  kampung sunnah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar