Jumat, 19 Desember 2014

Analisis masalah dalam sebuah keluarga



BAGIAN I
PENDAHULUAN
            Disebuah desa yang letakknya di pinggiran perkotaan terdapat keluarga yang sampai sekarang telah dikaruniai satu anak laki-laki dan sebentar lagi menyusul adik dari laki-laki tersebut yang sampai sekarang masih di dalam kandungan berumur kurang lebih satu bulan dan belum diketahui apakah laki-laki lagi atau perempuan. dirumah yang sederhana keluarga tersebut hidup dan tinggal bersama yang terdiri dari bapak, ibu, satu anak dan satu anak lagi yang masih dalam kandungan dan ibu dari bapak tersebut (nenek) atau dalam psikologi keluarga bisa di sebut bentuk keluarga inti. Sehari-hari mereka hidup layaknya keluarga-keluarga lain yang ada pada umumnya. Si Istri karna begroundnya berasal dari keluarga yang agamis maka tak lupa mengerjakan sholat lima waktu dengan mengajak anak laki-lakinya tersebut berjamaah di Mushollah milik keluarga besar dari kelurga Suaminya yang letaknya berada di dekat rumahnya. Sedangkan Ayah dari satu anak tersebut karna begroundnya dari keluarga pembisnis dan disibukkan dengan pekerjaannya, maka jarang sholat berjamaah di mushollah tersebut. Jenjang pendidikan Suami adalah tamat SMA dan pernah satu tahun merasakan bangku perkuliahan, karna sudah merasa bosan dan malas berada di bangku perkuliahan dengan di suguhkan berbagai materi yang disampaikan oleh berbagai dosen dengan berbagai mata perkuliaan, maka banting setir dan mempunyai inisiatif untuk bekerja di perusahaan milik ayahnya yang sudah mempunyai Istri baru dan meninggalkan Ibunya. Sehingga Pekerjaannya hingga sekarang menjadi seorang pengusaha di daerah tersebut yang kebetulan bertempat dimana ia tinggal, waktunya sering di habiskan di tempat kerjanya (berangkat pagi kadang-kadang sebelum subuh hingga pulang malam, bahkan kadang-kadang nglembur sehingga tidak sempet pulang).
 Sedangkan jenjang pendidikan Istri (Ibu dari anak tersebut) adalah S-1 di bidang pendidikan agama islam dengan maraih gelar S.PdI sehingga  profesinya sehari-hari sebagai pengajar Madrasah Ibtidaiyah (MI) disamping itu juga tidak lupa akan tugas-tugas sebagai ibu rumah tangga yang di negeri indonesia tercinta ini seakan kewajiban tersebut di tanggungkan pada seorang Ibu (Istri) mulai dari memasak, menyapu rumah sekaligus halamanya, mengurus anak, dan lain sebagainya. Karna seorang anak laki-lakinya masih kecil kurang lebih baru berusia 3 tahun, maka belum bisa di mintai bantuan sehingga semua pekerjaan tersebut di tangani sendiri dengan penuh ketabahan, kesetiaan, serta keikhlasan demi keinginanya menjalin keluarga yang sakinah, mawaddah, warahma. Disamping menyelesaikan pekerjaan yang berada dirumah seorang Ibu tersebut tiap harinya selain mengajar di Madarasah Ibtidaiyah juga  membimbing dan mengawasi anaknya yang juga di sekolahkan di sekolahan yang sama. Ia masih berada di jenjang taman kanak-kanak (Paud). Sehingga harus bekerja keras untuk mewujudkan cita-citanya yaitu berkeinginan untuk menjadikan anaknya berpendidikan yang tinggi serta berkualitas dan semua itu harus di mulai sedini mungkin, salah satunya dengan selalu membimbing dan mengawasi gerak-geriknya tiap hari mulai bangun tidur hingga tidur lagi “kata Ibu tersebut”.  Selain ada Ayah, Ibu, dan seorang anak juga terdapat seorang nenek (Ibu dari seorang ayah).
Sehari- harinya nenek tersebut kadang membantu pekerjaan Istri yang berada di rumah kadang tidak, tergantung hati dari nenek tersebut, jika lagi baik membantu, tapi jika lagi tidak baik (wajah muram kemerah-merahan) tidak membantu sedikitpun bahkan sering memari Istri (Ibu dari satu anak). Sebelum pernikahan memang keduanya sudah berjanji akan hidup di rumah Suami menafikan karna kelurga si Istri tidak mampu, akan tetapi dengan alasan karna di rumah Suami ibunya hidup sendirian dan Ayah dari suami tersebut menikah lagi dan hidup di daerah, rumah yang berbeda. karena di landasi dengan rasa cinta maka Istri menerima dengan tangan terbuka dan hati penuh keikhlasan.



BAGIAN II
MASALAH-MASALAH DALAM KELUARGA
Sebagaimana hasil penelitian kami yang telah terpaparka dalam pendahuluan, bahwa dalam keluarga tersebut terdapat tiga masalah utama yang berawal dari konflik antara mertua dengan menantu sehingga timbul beberapa permasalahan lainya, diantaranya:
1. Ketidak harmonisan di dalam rumahnya (antara mertua dengan menantu) dalam hal ini yaitu antara Istri dengan Ibu dari Suami.
     Upaya-upaya yang sudah di lakukan, diantaranya:
a)      Ibu dari satu anak tersebut selalu berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiaki baik prilaku ataupun ucapan (sopan santun) terutama kepada mertua demi mengambil hati dari Ibu suaminya tersebut. Karna sering memarahi, bahkan mengejek dirinya terutama pekerjaan-pekerjaan yang berada di rumah mulai dari membersihkan rumah dan halamanya, cara memasaknya, hingga merawat Anak dan Suaminya. Mertua tersebut berpandangan dan menjastis bahwa intinya Istri dari anaknya tidak sesuai dengan keinginanya, padahal dulu cerita dari suaminya dia menikah dengan Istrinya tersebut salah satunya suruhan dari Ibunya karna melihat kebiasaan-kebiasaan yang baik dari istrinya tersebut, sehingga Ibu dari Suami tersebut jatuh hati dan menyuruh anaknya untuk menikahi.
b)      Ibu dari satu anak tersebut selalu bertanya kepada ibu kandungnya sendiri karna dianggap lebih berpengalaman di dalam rumah tangga. Bertanya tentang bagaimana caranya menaklukkan hati mertuanya tersebut, dan hasilnya yaitu di suruh tiap hari untuk menanyakan langsung  tentang keinginan-keinginan dari mertua tersbut. Mulai dari halaman mana yang perlu di pel, hingga hari ini masak apa, dan lain sebagainya.
c)      Ibu dari satu anak tersebut selalu menanyakan kepada mertuanya, dengan cara pertama mendekati sambil mengobrol hal-hal biasa jika dianggap cukup barulah menanyakan kepada mertuanya tersebut dengan pertanya: buk, njenengan mau di masakin apa hari ini? , apa saja yang perlu saya kerjakan hari ini?.dengan rasa rendah dirinya sambil menundukkan kepala dan menyodorkan tangan kananya.
d)     Melaporkan kepada suaminya jika sehabis pulang kerja tepatnya sebelum tidur mengenai sikap Ibu mertuanya terhadap dirinya, dan peristiwa tersebut bahkan terjadi tiap hari.
e)      Selalu berdoa sehabis sholat lima waktu agar diberikan ketabahan dalam menghadapi cobaan yang selama ini menimpa dirinya, sehingga memperoleh ketentraman dan kedamain didalam kehidupan berkeluarga dan lebih-lebih  bisa terwujudnya sebagaimana semboyan yang berbunyi “rumahku adalah surgaku”.
Dari berbagai upaya yang dilakukan tersebut hingga sejauh ini belum menuakan hasil yang singnifikan dalam artian sikap Ibu mertuanya kepadanya tetap seperti yang sebelumnya (selalu memarahi ) dan mengejeknya tiap hari.
2. Sering terjadi kesalahfahaman antara Istri dengan saudara Suami yang tempat tinggalnya bersebelahan.
Upaya-upaya yang telah dilakukan, antara lain:
a)      Istri sering ikut mengobrol kalau dalam bahasa jawa jagongan atau nonggo kumpul bersama para saudara Suaminya, disela-sela waktu luang setelah selesai mengajar, agar lebih akrab dan bisa di buat media curhatan sehingga di harapkan para saudara Suaminya tersebut tahu betul permasalahan yang terdapat dalam keluarganya terutama mengenai mengapa prilaku mertuanya koq tidak baik denganya, biar semuanya tidak selalu su’dhon dan menyalahkan dia. Dimana sering terlintas di telinganya perkataan mosok di elo’i mertuo siji bae gk iso ngramut.
b)      Istri meminta bantuan suaminya agar menjelaskan permasalahanya dengan ibu mertuanya supaya suaminya curhat sendiri kepada saudara-saudaranya, dengan harapan lebih meyakinkan bahwa sebenarnya istrinya tidak salah cuman memang watak ibunya yang keras. Dengan dasar memang Istri dari kakak suaminya sebelumnya juga pernah mengalami hal yang serupa sehingga akhirnya kakaknya tersebut di suruh memilih antara Istri atau Ibunya dan akhirnya memilih Ibunya dan pada akhirnya keluarga kakaknya tersebut hancur karna mengalami perceraian.
Dengan berbagai upaya tersebut hingga sejauh ini ditemukanya indikasi penerimaan dari apa yang telah di jelaskan oleh suaminya. Sebagaimana perkataan dari salah satu saudara suaminya “bahwa sebenarnya yang terjadi di keluarga si adik itu memang tidak selamanya salah istri adiknya tersebut, karna mungkin ibuk dari saudara-saudara suaminya tersebut sering marah dan sakit hati akibat ditinggal suaminya pergi ke istri yang kedua dan tidak pernah diberi nafkah batin hanya di beri nafkah lahir semata.”
3. Sering terjadi miss komunikasi antara keluraga Istri dengan kelurga Suami. Yang mengakibatkan terjadinya kecurigaan terhadap keluarga suami, atas perlakuan terhadap anak perempuanya. Hal tersebut diketahui karna anaknya sering mengadu atas apa yang telah di perbuat mertua terhadap dirinya.
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak (keluarga perempuan dan kelurga laki-laki), diantaranya:
a.       Kedua belah pihak (keluarga laki-laki dan perempuan) mengadukan permasalahan tersebut kepada sesepuh desa yang dipercayainya, dan kebetulan orangnyapun sama akan tetapi diwaktu yang berbeda, hal tersebut atas inisiatif keduanya (sang suami dengan sang istri).
b.      Dari kelurga sang istri menanyakan kembali kepada dukun mengenai tanggal lahir keduanya (anak dan menantunya) apakah sebenarnya tidak cocok atau seperti apa. Akan tetapi jawaban yang diterimanya adalah bahwa memang dalam kehidupan anaknya tersebut banyak percecokkan dan pertengkaran terutama kepada mertua dan jika mampu tabah dan sabar menghadapi permasalahan tersebut akhirnya akan hidup bahagia, terutama jika si mertua tersebut sudah pindah rumah atau meninggal. Hal ini hanya di beritahukan kepada anaknya (Istri) dan tidak boleh diceritakan kepada suaminya, dengan harapan memeberikan motivasi kepada anaknya agar selalu tabah dalam menghadpi cobaan dalam rumah tangganya.

















BAGIAN III
ANALISIS MASALAH DALAM KELUARGA
Jika di teliti mengenai berbagai masalah yang dihadapi dari keluarga diatas di mana yang menjadi titik penekananya adalah pertama bermula dari ketidak harmonisan dalam artian ketidak cocokan antara mertua dengan menantu perempuannya  sehingga menimbulkan masalah-masalah berikutnya yaitu para saudara suami selalu berprasangka buruk kepada si menantu perempuan tersebut dan puncaknya hingga kedua belah pihak keluarga suami dan istri saling menyalahkan satu dengan yang lainya. Hal tersebut memang sudah menjadi kewajaran dalam lika-liku perjalanan hidup berumah tangga, jangankan menantu dengan mertua bahkan orang tua sama anaknyapun sering berantem. Perlu diketahui bahwa menantu wanita yang tinggal serumah dengan mertua laki-laki atau mertua perempuannya pasti akan mengalami konflik. Sudah menjadi kenyataan hidup bahwa menantu dan mertua akan selamanya bermusuhan. Sekalipun mereka berdua tidak tinggal satu rumah konflik tetap dapat terjadi. Namun tidak separah mereka yang tinggal di rumah mertua.
1. Ketidak harmonisan antara mertua dengan menantu
Masalah diatas ( menantu dan mertua) akan kami simpulkan menjadi dua bagian. Bagian pertama, mengenai penyebab – penyebabnya; dan bagian kedua membahas mengenai cara menyelesaikan masalah ini.
1.  sebab-sebab terjadinya konflik menantu dengan mertua:
a.       Mertua dan menantu memiliki satu kesamaan, yaitu sama-sama seorang wanita. Seorang wanita memiliki peran sebagai penjaga, pelindung, dan pengurus rumah tangga. Ini adalah takdir bagi seorang wanita, tak peduli seorang wanita karier, pengusaha sukses, ataupun bos di tempat kerja. Wanita, bagi seorang pria dan bagi masyarakat luas tugasnya adalah mengurusi rumah dan anak-anak. Kedengaran memang tidak adil, Tapi harus diketahui  bahwa para wanita, mulai struktur , fungsi, bahkan  otaknyapun di buat untuk keperluan ini “opini masyarakat luas tentang wanita”.
Bisa di tarik benang merah mengenai opini masyarakat bahwa yang melaksanakan tugas-tugas didalam rumah tangga adalah perempuan sehingga antara menantu perempuan dan mertua perempuan keduanya bisa dibilang sebagai penguasa rumah tangga, jadi apabila terjadi konflik maka itu hal yang biasa dan sudah menjadi sebuah kewajaran karna mungkin keduanya menyadari bahwa dirinya menjadi penguasa di dalam rumah tersebut sehingga tidak ada yang mau diatur dan cenderung keduanya ingin mengatur.
b.      Perbaiki komunikasi, Komunikasi yang efektif adalah sebuah komunikasi tanpa persepsi. Karena itulah konflik yang terjadi antara mertua dan menantu pada tahap awal mudah untuk diselesaikan. Sebab masing-masing pihak belum memiliki persepsi satu sama lainnya. Bicara soal persepsi, wanita adalah makhluk yang penuh dengan persepsi, imajinasi, dan intuisi. Semua orang sudah pada tahu kalau wanita berbicara secara tersirat sedangkan pria berbicara secara tersurat.karna Persepsi adalah salah satu distorsi komunikasi yang paling merusakkan bagi hubungan antara menantu dan mertua.  Kami rasa inilah sebabnya pertengkaran antar wanita biasanya bertahan lebih lama dibandingkan pria.
c.       Para laki-laki (suami) tidak melakukan sesuatu. Seorang laki-laki harus selalu mengawasi dan mendampingi istrinya dalam artian harus tau masalah-masalah yang dialami istrinya mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Karna laki-laki sebagai pengemban amanah yang sebelumnya ditanggungkan kepada orang tua istri. Jadi sebagai laki-laki yang bertanggung jawab harus siap menerima apapun yang dialami istri jika yang menimpa istrinya itu suatu hal yang baik maka harus mendukungnya dan jika yang menimpa itu hal yang tidak di inginkan maka harus mencarikan jalan keluarnya (solusinya). Dalam surat An-nisa’ ayat 34  dijelas mengenai kedudukan laki-laki di dalam rumah tangga yang bunyinya:
2.      ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.[1]
2. penyelesaian masalah :
  1. Pindah ke tempat tinggal yang jauh dari Ibu. Sampaikan kepada ibu, bahwa kepindahan ini demi kebaikan ibu, meskipun hal ini merupakan suatu yang menyakitkan,akan tetapi dengan harapan  supaya  mertua tersebut tidakterus-menerus  mengalami tekanan batin yang justru menyebabkan dirinya sakit-sakitan.
  2. Sebagai suami yang menjadi tonggak dalam menafkahi selalu sering-sering berpesan kepada si istri supaya banyak memberi hadiah kepada  ibu, baik pakaian atau makanan, maupun “hadiah” maknawi (seperti mengucap salam dan menanyakan kondisi kesehatannya).
  3. Minta bantuan orang-orang yang baik yang disegani ibu, untuk menyadarkan pola pikir ibu terhadap menantunya. Terkadang nasihat orang luar bisa memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan nasihat orang dalam.
  4. Jangan lupa banyak berdoa kepada Allah Ta’ala agar Dia berkenan memberi hidayah menuju segala jalan yang Dia cintai dan ridhai. Berdoalah agar Allah Ta’ala menyatukan hati, memperlembut perangai, dan menunjukkan perkataan, perbuatan, dan akhlak terluhur.
ketika sudah tidak tinggal serumah bersama ibu, maka harus berusaha untuk mandiri dengan rumah sendiri, yang juga jauh dari rumah keluarga si istri. Karna jika pindah ke rumah keluarga istri, akan semakin memperuncing perselisihan di antara dua kubu. Kemudian, biasanya itu juga tidak mendukung kelangsungan keluarga. Bahkan bisa jadi menyebabkan dampak buruk bagi kehidupan rumah tangga.
2. Sering terjadi kesalahfahaman antara Istri dengan saudara Suami yang tempat tinggalnya bersebelahan.
Tidak ada satupun rumah tangga di kolong langit ini yang bebas sama sekali dari problem dan permasalahan. Tidak satupun rumah tangga yang terlepas dari perselisihan. Tidak ada satupun rumah tangga yang tidak pernah ada pertengkaran (meski kecil). Rumah tangga Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pun tidak bebas dari pemasalahan. Problem dan masalah justru menjadi “alat pengukur” untuk menguji kualitas iman pasangan suami istri. Ada kalanya problem rumah tangga muncul dari pasangan, kadang dari orang tua atau kerabat, dan kadang pula dari orang lain. Semuanya adalah ujian untuk meningkatkan kualitas iman.
Hal yang harus diwaspadai saat terjadi masalah antara suami dengan istri adalah adanya pihak ketiga yang berusaha mengipas-ngipasi atau mengkompori dengan target memisahkan antara suami istri tersebut dalam maslah ini yaitu saudara suami. Aktivitas merusak rumah tangga orang dengan berupaya memisahkan pasangan suami istri adalah dosa besar (Kaba-ir), kemunkaran berat, perbuatan para penyihir, dan diantara program utama Iblis berikut tentaranya untuk menimbulkan fitnah dan kerusakan di tengah-tengah manusia. Abu Dawud meriwayatkan:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا أَوْ عَبْدًا عَلَى سَيِّدِهِ
Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bukan dari golongan kami orang yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya, atau seorang budak terhadap tuannya.”[2] (H.R.Abu Dawud)
Orang yang berusaha merusak hubungan istri dengan suaminya dalam hadis di atas di jastis tidak termasuk golongan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Jika bukan golongan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ maka menjadi golongan siapakah selain golongan kaum Kuffar, Munafik, Fasik, ahli maksiat dan semua yang tidak menempuh jalan yang lurus. Memisahkan pasangan suami istri dan merusak rumah tangga juga menjadi program utama Iblis dan tentaranya untuk menimbulkan fitnah dan kerusakan di muka bumi.[3] Cukuplah hadis ini menjadi dalil bahwa merusak rumah tangga orang termasuk hitungan dosa-dosa besar dan kemungkaran yang berat.
Sikap yang bijak yang menunjukkan kafakihan dalam beragama, jika pihak ketiga melihat ada permasalahan atau pertengkaran dalam rumah tangga maka dia tidak boleh berbicara sebelum terealisasi dua hal; pertama: Pasangan suami istri tersebut mengizinkan  dan ridho pihak ketiga itu menjadi Hakam (penengah) terhadap perselisihan mereka dan, kedua: Pihak ketiga tersebut tidak berbicara kecuali setelah mendengar dengan seksama curahan hati dari kedua belah pihak (suami dan istri) bukan hanya satu pihak.
Jika dua hal ini tidak terealisasi, maka tidak ada hak apapun bagi pihak ketiga untuk turut campur atau mengintervensi urusan rumah tangga orang (meskipun dia kerabat dekat). Hal itu dikarenakan Syariat telah mengajarkan tata cara penyelesain rumah tangga yang berpulang pada pasangan suami istri, bukan pihak ketiga. Islam telah menempatkan secara bijak dan hati-hati terhadap peran pihak ketiga untuk ikut andil dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga. Peran pihak ketiga hanya bisa dilakukan dengan permintaan, bukan intervensi.
Rumah tangga harus dihormati, karena rumah tangga punya kepala keluarga yang mendapatkan hak dari Allah untuk mengatur rumah tangganya sesuai dengan kebijakannya. Suami adalah kepala keluarga. Suami bagaikan nahkoda bagi sebuah kapal yang sedang mengarungi samudra. Membiarkan pihak ketika mengintervensi urusan rumah tangga  secara fakta membuat ikatan pernikahan menjadi tidak ada gunanya.
Jadi, sikap dari saudara yang selalu menyalahkan kepada istri adalah sikap yang tidak benar. Hal tersebut sudah terkategori intervensi dan akibatnya bisa merusak rumah tangga, dosa besar, kemunkaran berat, perbuatan tukang sihir, dan bagian tentara Iblis.[4] Hal tersebut harus dihentikan, dan seorang suami wajib mengingatkan saudaranya tersebut untuk tidak turut campur. Seorang istri tidak boleh mendengarkan ucapan provokasi atau memanas-manasi (mengompori) dari pihak manapun yang jelas berefek rusaknya hubungan suami-istri.
Dibawah ini ada beberapa tips untuk memperbaiki hubungan dengan saudara, diantaranya:
§  Hindari kecemburuan
Jangan membanding-bandingkan hubungan saudara kandung dengan kakak-beradik lainnya. Setiap keluarga memiliki sifat, kedekatan emosional, serta didikan yang berbeda. Sehingga tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya.
§  Menjaga kesopanan
Berhubungan dengan saudara memang tak perlu terlalu formal dan kaku. Namun juga harus menjaga kesopanan meskipun hanya pada kakak atau adik sendiri, meskipun kita sangat akrab. Sopan santun tetap diperlukan dalam hubungan saudara walaupun itu kakak-beradik agar tetap ada rasa segan dan saling menghormati.
§  Memperbanyak komunikasi
Banyak yang tidak menyadari pentingnya komunikasi, padahal di rumah sekalipun komunikasi sangat penting untuk menjalin hubungan baik di dalam keluarga, termasuk terhadap saudara kandung. Jika memiliki kesibukan yang luar biasa dan jarang bertemu dengan saudara kandung, bukan berarti komunikasi pun terputus begitu saja. Di era teknologi informasi yang begitu maju sekarang ini, dapat memanfaatkan kemajuan teknologi untuk melakukan komunikasi dengan saudara kandung agar semakin akrab.
§  Berikan pujian
Pujian juga dapat diberikan kepada saudara kandung dengan maksud untuk mengakrabkan diri. Banyak hal yang bisa dipuji seperti keberhasilannya merawat suaminya sehingga betah di rumah dan tidak keluar kecuali ada urusan penting kerja misalnya, berikan pujian kepada saudara kandung dengan tulus, bukan atas dasar keterpaksaan.
§  Lakukan kegiatan bersama.
Walaupun saat ini saudara kandung telah berkeluarga dan memiliki kesibukan masing-masing, namun harus menyempatkan untuk  meluangkan waktu sehingga dapat melakukan kegiatan bersama-sama demi menjalin keakraban.
3. Sering terjadi miss komunikasi antara kelurga Istri dengan keluarga Suami
            Dalam membentuk keharmonisan rumah tangga memang memerlukan kesabaran. Menikah memang tidak hanya membentuk hubungan dengan seseorang saja, tetapi juga membangun hubungan dengan keluarga besar pasangan. Sebelum berbicara soal bagaimana menjaga keharmonisan dengan keluarga suami, hal penting yang telebih dahulu perlu dilakukan suami istri dalam membentuk keharmonisan adalah kompak dulu dalam situasi apapun, saling menguatkan, dan motivasi dalam kebaikan.
Idealnya, setelah menikah setiap pasangan suami istri tinggal di rumah sendiri dan terpisah dari orang tua masing-masing. Tahun-tahun awal masa pernikahan akan menjadi waktu bagi keduanya untuk saling menyelami lebih dalam tentang kepribadian pasangan, dan melakukan penyesuaian diri yang diperlukan. Dengan tinggal di rumah yang terpisah dari orang tua, disitu akan belajar menjalani kehidupan berkeluarga secara mandiri dan merasa lebih bebas dalam mengatur kehidupan keluarga tanpa dibayang-bayangi oleh campur tangan pihak lain. Sayangnya, tidak semua pasangan dapat mewujudkan kondisi ideal seperti tersebut. Keadaan-keadaan tertentu seperti kondisi keuangan, keadaan keluarga dan kesehatan orang tua salah satu pasangan, ataupun situasi lainnya kadang-kadang mengharuskan keduanya untuk tinggal serumah dengan orang tua. Sebagaimana yang dialami oleh keluarga ini salah satunya karena kesehatan orang tua sang suami disamping itu juga menemani orang tua suami agar tidak hidup sendirian.
Berikut beberapa cara yang dapat di jadikan dasar pedoman dan di wujudkan dalam kehidupan berumah tangga terutama kepada kedua orang tua suami dan istri. Diantaranya:
§  Rasa hormat
Selalu menunjukkan sikap yang penuh dengan rasa hormat kepada orang tua pasangan. Beri perhatian dan perlakukanlah mereka layaknya orang tua sendiri. Jagalah sikap dan pembawaan yang tidak baik agar tidak menimbulkan kesan yang kurang baik dalam pandangan mereka.
§  Pengertian
Menerima dengan penuh pengertian mengenai hal-hal yang mungkin kurang berkenan di hati. Dalam beberapa hal khusus mungkin merasa tidak nyaman, namun pahamilah bahwa ketidaknyamanan tersebut terjadi secara wajar dikarenakan perbedaan kultur rumah tangga. Sehingga perlu melakukan sedikit penyesuaian.
§  Kesan positif
Selalu menunjukkan bahwa anda adalah seorang suami yang baik, bertanggung jawab, serta dapat diandalkan sebagai pelindung bagi anak perempuan mereka. Sebaliknya bila Anda adalah menantu perempuan, tunjukkanlah bahwa Anda adalah seorang wanita yang baik, dapat dipercaya, serta penuh kasih sayang dan perhatian bagi anak laki-laki mereka. Tunjukkan pula bahwa Anda pun menyayangi mereka. Hal ini dapat membantu mengurangi kekhawatiran-kekhawatiran orang tua.
§  Penyesuaian diri dengan tradisi
Bila pernikahan Anda adalah pernikahan antarbudaya, hormatilah tradisi dan adat istiadat keluarga pasangan Anda. Bagi sebagian orang tua, penyesuaian diri terhadap adat istiadat merupakan hal yang penting. Menyelami budaya lain dapat menjadi sesuatu yang mengasyikkan.[5]
Berhubungan baik dengan orang tua pasangan maupun orang tua sendiri, akan berdampak positif pada pertumbuhan psikologis anak. Berilah mereka teladan yang baik untuk ditiru. Berdamailah dengan mertua Anda.
















BAGIAN IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Tinggal bersama orang tua salah satu pasangan serta upaya membangun hubungan yang baik dengan mereka kadang-kadang dapat menjadi tantangan yang sulit dalam kehidupan pasca pernikahan. Hubungan antara menantu perempuan dengan orang tua suaminya atau sebaliknya antara menantu laki-laki dengan orang tua istrinya perlu disikapi secara benar. Campur tangan orang tua dari salah satu pihak adalah hal yang paling sering dianggap sebagai penyebab ketidak harmonisan hubungan seperti ini. Sebagaimana yang di alami seorang istri dengan satu anak laki-lakinya tersebut. Dimana mempunyai tiga masalah utama antara lain:
a.       Ketidak harmonisan antara mertua dengan menantu
b.      Sering terjadi kesalahfahaman antara Istri dengan saudara Suami yang tempat tinggalnya bersebelahan
c.       Sering terjadi miss komunikasi antara kelurga Istri dengan keluarga Suami.
Dan hasil setelah di analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Ketika terjadi  kesalahfahaman antara istri dengan sebagian kerabat suami, maka langkah pertama agar masalah tidak meruncing dan memanas adalah taatnya istri terhadap semua perintah dan pengaturan suami. Istri selalu berusaha mendapatkan ridha suami. Namun hal ini tidak bermakna suami “berkubu” istri dan memusuhi kerabat. Namun sekedar menjalankan perintah syara’ seraya berusaha mendialogkan kesalahfahaman tersebut dengan tetap menjaga Shilaturrahim. Jangan sampai suami memaki istri, memarahi apalagi merendahkannya. Karena hal tersebut terhitung dosa besar, bertentangan dengan perintah syara’ dan malah akan memperkeruh keadaan.
2. Saran
Sebagai seorang istri harus selalu taat terhadap suami dan kedua orang tua walaupun mereka bersikap kurang berkenan di hati. Karna Tholabur Ridho/طَلَبُ الرِّضَى (mencari Ridho) merupakan asas seluruh perlakuan Istri kepada suami. Dan perlu di jadikan pedoman hidup bahwa peristiwa-peristiwa didalam rumah tangga Insya Allah bisa disikapi secara lebih tepat dan bijaksana yang lebih dekat dengan syariat yang diperintahkan Allah dan RasulNya.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, alangkah baiknya jika pembaca memberikan kritik sekaligus saran dengan tujuan sebagai langkah dan upaya dalam penyempurnaan laporan ini supaya menjadi lebih baik. Dan mudah-mudahan bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca.













.









[1] Dr. Hj.Mufidah, Ch., M.Ag, Psikologi Keluarga Islam, Malang: UIN-Press, cet. Ke-3, 2013, hlm, 130
[2] سنن أبى داود – م (2/ 220
[3] صحيح مسلم (13/ 426
[4] الفتاوى الكبرى (2/ 313
[5] Artikel milik Setiaman Zebua  Email : zebuase@gmail.com. Di akses pada tgl 10 bulan desember 2014.

1 komentar: