BAGIAN I
PENDAHULUAN
Disebuah desa yang letakknya di pinggiran perkotaan
terdapat keluarga yang sampai sekarang telah dikaruniai satu anak laki-laki dan
sebentar lagi menyusul adik dari laki-laki tersebut yang sampai sekarang masih
di dalam kandungan berumur kurang lebih satu bulan dan belum diketahui apakah
laki-laki lagi atau perempuan. dirumah yang sederhana keluarga tersebut hidup
dan tinggal bersama yang terdiri dari bapak, ibu, satu anak dan satu anak lagi
yang masih dalam kandungan dan ibu dari bapak tersebut (nenek) atau dalam
psikologi keluarga bisa di sebut bentuk keluarga inti. Sehari-hari mereka hidup
layaknya keluarga-keluarga lain yang ada pada umumnya. Si Istri karna begroundnya
berasal dari keluarga yang agamis maka tak lupa mengerjakan sholat lima waktu
dengan mengajak anak laki-lakinya tersebut berjamaah di Mushollah milik
keluarga besar dari kelurga Suaminya yang letaknya berada di dekat rumahnya.
Sedangkan Ayah dari satu anak tersebut karna begroundnya dari keluarga
pembisnis dan disibukkan dengan pekerjaannya, maka jarang sholat berjamaah di
mushollah tersebut. Jenjang pendidikan Suami adalah tamat SMA dan pernah satu
tahun merasakan bangku perkuliahan, karna sudah merasa bosan dan malas berada
di bangku perkuliahan dengan di suguhkan berbagai materi yang disampaikan oleh
berbagai dosen dengan berbagai mata perkuliaan, maka banting setir dan
mempunyai inisiatif untuk bekerja di perusahaan milik ayahnya yang sudah
mempunyai Istri baru dan meninggalkan Ibunya. Sehingga Pekerjaannya hingga
sekarang menjadi seorang pengusaha di daerah tersebut yang kebetulan bertempat dimana
ia tinggal, waktunya sering di habiskan di tempat kerjanya (berangkat pagi
kadang-kadang sebelum subuh hingga pulang malam, bahkan kadang-kadang nglembur
sehingga tidak sempet pulang).
Sedangkan jenjang pendidikan
Istri (Ibu dari anak tersebut) adalah S-1 di bidang pendidikan agama islam
dengan maraih gelar S.PdI sehingga profesinya sehari-hari sebagai pengajar
Madrasah Ibtidaiyah (MI) disamping itu juga tidak lupa akan tugas-tugas sebagai
ibu rumah tangga yang di negeri indonesia tercinta ini seakan kewajiban
tersebut di tanggungkan pada seorang Ibu (Istri) mulai dari memasak, menyapu
rumah sekaligus halamanya, mengurus anak, dan lain sebagainya. Karna seorang
anak laki-lakinya masih kecil kurang lebih baru berusia 3 tahun, maka belum
bisa di mintai bantuan sehingga semua pekerjaan tersebut di tangani sendiri
dengan penuh ketabahan, kesetiaan, serta keikhlasan demi keinginanya menjalin
keluarga yang sakinah, mawaddah, warahma. Disamping menyelesaikan pekerjaan
yang berada dirumah seorang Ibu tersebut tiap harinya selain mengajar di
Madarasah Ibtidaiyah juga membimbing dan
mengawasi anaknya yang juga di sekolahkan di sekolahan yang sama. Ia masih
berada di jenjang taman kanak-kanak (Paud). Sehingga harus bekerja keras untuk
mewujudkan cita-citanya yaitu berkeinginan untuk menjadikan anaknya
berpendidikan yang tinggi serta berkualitas dan semua itu harus di mulai sedini
mungkin, salah satunya dengan selalu membimbing dan mengawasi gerak-geriknya
tiap hari mulai bangun tidur hingga tidur lagi “kata Ibu tersebut”. Selain ada Ayah, Ibu, dan seorang anak juga
terdapat seorang nenek (Ibu dari seorang ayah).
Sehari- harinya nenek tersebut kadang membantu pekerjaan Istri yang
berada di rumah kadang tidak, tergantung hati dari nenek tersebut, jika lagi
baik membantu, tapi jika lagi tidak baik (wajah muram kemerah-merahan) tidak
membantu sedikitpun bahkan sering memari Istri (Ibu dari satu anak). Sebelum
pernikahan memang keduanya sudah berjanji akan hidup di rumah Suami menafikan
karna kelurga si Istri tidak mampu, akan tetapi dengan alasan karna di rumah
Suami ibunya hidup sendirian dan Ayah dari suami tersebut menikah lagi dan
hidup di daerah, rumah yang berbeda. karena di landasi dengan rasa cinta maka Istri
menerima dengan tangan terbuka dan hati penuh keikhlasan.
BAGIAN II
MASALAH-MASALAH DALAM KELUARGA
Sebagaimana hasil penelitian kami yang telah terpaparka dalam
pendahuluan, bahwa dalam keluarga tersebut terdapat tiga masalah utama yang
berawal dari konflik antara mertua dengan menantu sehingga timbul beberapa
permasalahan lainya, diantaranya:
1. Ketidak
harmonisan di dalam rumahnya (antara mertua dengan menantu) dalam hal ini yaitu
antara Istri dengan Ibu dari Suami.
Upaya-upaya yang sudah di lakukan,
diantaranya:
a)
Ibu
dari satu anak tersebut selalu berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiaki
baik prilaku ataupun ucapan (sopan santun) terutama kepada mertua demi
mengambil hati dari Ibu suaminya tersebut. Karna sering memarahi, bahkan
mengejek dirinya terutama pekerjaan-pekerjaan yang berada di rumah mulai dari
membersihkan rumah dan halamanya, cara memasaknya, hingga merawat Anak dan
Suaminya. Mertua tersebut berpandangan dan menjastis bahwa intinya Istri dari
anaknya tidak sesuai dengan keinginanya, padahal dulu cerita dari suaminya dia
menikah dengan Istrinya tersebut salah satunya suruhan dari Ibunya karna
melihat kebiasaan-kebiasaan yang baik dari istrinya tersebut, sehingga Ibu dari
Suami tersebut jatuh hati dan menyuruh anaknya untuk menikahi.
b)
Ibu
dari satu anak tersebut selalu bertanya kepada ibu kandungnya sendiri karna
dianggap lebih berpengalaman di dalam rumah tangga. Bertanya tentang bagaimana
caranya menaklukkan hati mertuanya tersebut, dan hasilnya yaitu di suruh tiap
hari untuk menanyakan langsung tentang
keinginan-keinginan dari mertua tersbut. Mulai dari halaman mana yang perlu di
pel, hingga hari ini masak apa, dan lain sebagainya.
c)
Ibu
dari satu anak tersebut selalu menanyakan kepada mertuanya, dengan cara pertama
mendekati sambil mengobrol hal-hal biasa jika dianggap cukup barulah menanyakan
kepada mertuanya tersebut dengan pertanya: buk, njenengan mau di masakin apa
hari ini? , apa saja yang perlu saya kerjakan hari ini?.dengan rasa rendah
dirinya sambil menundukkan kepala dan menyodorkan tangan kananya.
d)
Melaporkan
kepada suaminya jika sehabis pulang kerja tepatnya sebelum tidur mengenai sikap
Ibu mertuanya terhadap dirinya, dan peristiwa tersebut bahkan terjadi tiap
hari.
e)
Selalu
berdoa sehabis sholat lima waktu agar diberikan ketabahan dalam menghadapi
cobaan yang selama ini menimpa dirinya, sehingga memperoleh ketentraman dan
kedamain didalam kehidupan berkeluarga dan lebih-lebih bisa terwujudnya sebagaimana semboyan yang
berbunyi “rumahku adalah surgaku”.
Dari berbagai upaya yang dilakukan tersebut hingga sejauh ini belum
menuakan hasil yang singnifikan dalam artian sikap Ibu mertuanya kepadanya
tetap seperti yang sebelumnya (selalu memarahi ) dan mengejeknya tiap hari.
2. Sering terjadi kesalahfahaman antara Istri dengan saudara Suami
yang tempat tinggalnya bersebelahan.
Upaya-upaya yang telah dilakukan, antara lain:
a)
Istri
sering ikut mengobrol kalau dalam bahasa jawa jagongan atau nonggo
kumpul bersama para saudara Suaminya, disela-sela waktu luang setelah selesai
mengajar, agar lebih akrab dan bisa di buat media curhatan sehingga di harapkan
para saudara Suaminya tersebut tahu betul permasalahan yang terdapat dalam
keluarganya terutama mengenai mengapa prilaku mertuanya koq tidak baik
denganya, biar semuanya tidak selalu su’dhon dan menyalahkan dia. Dimana sering
terlintas di telinganya perkataan mosok di elo’i mertuo siji bae gk iso
ngramut.
b)
Istri
meminta bantuan suaminya agar menjelaskan permasalahanya dengan ibu mertuanya
supaya suaminya curhat sendiri kepada saudara-saudaranya, dengan harapan lebih
meyakinkan bahwa sebenarnya istrinya tidak salah cuman memang watak ibunya yang
keras. Dengan dasar memang Istri dari kakak suaminya sebelumnya juga pernah
mengalami hal yang serupa sehingga akhirnya kakaknya tersebut di suruh memilih
antara Istri atau Ibunya dan akhirnya memilih Ibunya dan pada akhirnya keluarga
kakaknya tersebut hancur karna mengalami perceraian.
Dengan berbagai upaya tersebut hingga sejauh ini ditemukanya
indikasi penerimaan dari apa yang telah di jelaskan oleh suaminya. Sebagaimana
perkataan dari salah satu saudara suaminya “bahwa sebenarnya yang terjadi di
keluarga si adik itu memang tidak selamanya salah istri adiknya tersebut, karna
mungkin ibuk dari saudara-saudara suaminya tersebut sering marah dan sakit hati
akibat ditinggal suaminya pergi ke istri yang kedua dan tidak pernah diberi
nafkah batin hanya di beri nafkah lahir semata.”
3. Sering terjadi miss komunikasi antara keluraga Istri dengan kelurga
Suami. Yang mengakibatkan terjadinya kecurigaan terhadap keluarga suami, atas
perlakuan terhadap anak perempuanya. Hal tersebut diketahui karna anaknya
sering mengadu atas apa yang telah di perbuat mertua terhadap dirinya.
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak (keluarga
perempuan dan kelurga laki-laki), diantaranya:
a.
Kedua
belah pihak (keluarga laki-laki dan perempuan) mengadukan permasalahan tersebut
kepada sesepuh desa yang dipercayainya, dan kebetulan orangnyapun sama akan
tetapi diwaktu yang berbeda, hal tersebut atas inisiatif keduanya (sang suami
dengan sang istri).
b.
Dari
kelurga sang istri menanyakan kembali kepada dukun mengenai tanggal lahir
keduanya (anak dan menantunya) apakah sebenarnya tidak cocok atau seperti apa.
Akan tetapi jawaban yang diterimanya adalah bahwa memang dalam kehidupan
anaknya tersebut banyak percecokkan dan pertengkaran terutama kepada mertua dan
jika mampu tabah dan sabar menghadapi permasalahan tersebut akhirnya akan hidup
bahagia, terutama jika si mertua tersebut sudah pindah rumah atau meninggal.
Hal ini hanya di beritahukan kepada anaknya (Istri) dan tidak boleh diceritakan
kepada suaminya, dengan harapan memeberikan motivasi kepada anaknya agar selalu
tabah dalam menghadpi cobaan dalam rumah tangganya.
BAGIAN III
ANALISIS MASALAH DALAM KELUARGA
Jika di teliti mengenai berbagai masalah yang dihadapi dari
keluarga diatas di mana yang menjadi titik penekananya adalah pertama bermula
dari ketidak harmonisan dalam artian ketidak cocokan antara mertua dengan
menantu perempuannya sehingga
menimbulkan masalah-masalah berikutnya yaitu para saudara suami selalu
berprasangka buruk kepada si menantu perempuan tersebut dan puncaknya hingga
kedua belah pihak keluarga suami dan istri saling menyalahkan satu dengan yang
lainya. Hal tersebut memang sudah menjadi kewajaran dalam lika-liku perjalanan
hidup berumah tangga, jangankan menantu dengan mertua bahkan orang tua sama
anaknyapun sering berantem. Perlu diketahui bahwa menantu wanita yang tinggal
serumah dengan mertua laki-laki atau mertua perempuannya pasti akan mengalami
konflik. Sudah menjadi kenyataan hidup bahwa menantu dan mertua akan selamanya bermusuhan.
Sekalipun mereka berdua tidak tinggal satu rumah konflik tetap dapat terjadi. Namun
tidak separah mereka yang tinggal di rumah mertua.
1. Ketidak harmonisan antara mertua dengan menantu
Masalah diatas ( menantu dan mertua) akan kami simpulkan menjadi
dua bagian. Bagian pertama, mengenai penyebab – penyebabnya; dan bagian kedua
membahas mengenai cara menyelesaikan masalah ini.
1. sebab-sebab terjadinya konflik
menantu dengan mertua:
a.
Mertua
dan menantu memiliki satu kesamaan, yaitu sama-sama seorang wanita. Seorang
wanita memiliki peran sebagai penjaga, pelindung, dan pengurus rumah tangga.
Ini adalah takdir bagi seorang wanita, tak peduli seorang wanita karier,
pengusaha sukses, ataupun bos di tempat kerja. Wanita, bagi seorang pria dan
bagi masyarakat luas tugasnya adalah mengurusi rumah dan anak-anak. Kedengaran
memang tidak adil, Tapi harus diketahui
bahwa para wanita, mulai struktur , fungsi, bahkan otaknyapun di buat untuk keperluan ini “opini
masyarakat luas tentang wanita”.
Bisa di tarik
benang merah mengenai opini masyarakat bahwa yang melaksanakan tugas-tugas
didalam rumah tangga adalah perempuan sehingga antara menantu perempuan dan
mertua perempuan keduanya bisa dibilang sebagai penguasa rumah tangga, jadi
apabila terjadi konflik maka itu hal yang biasa dan sudah menjadi sebuah
kewajaran karna mungkin keduanya menyadari bahwa dirinya menjadi penguasa di
dalam rumah tersebut sehingga tidak ada yang mau diatur dan cenderung keduanya
ingin mengatur.
b.
Perbaiki
komunikasi, Komunikasi yang efektif adalah sebuah komunikasi tanpa persepsi.
Karena itulah konflik yang terjadi antara mertua dan menantu pada tahap awal
mudah untuk diselesaikan. Sebab masing-masing pihak belum memiliki persepsi
satu sama lainnya. Bicara soal persepsi, wanita adalah makhluk yang penuh
dengan persepsi, imajinasi, dan intuisi. Semua orang sudah pada tahu kalau
wanita berbicara secara tersirat sedangkan pria berbicara secara tersurat.karna
Persepsi adalah salah satu distorsi komunikasi yang paling merusakkan bagi
hubungan antara menantu dan mertua. Kami
rasa inilah sebabnya pertengkaran antar wanita biasanya bertahan lebih lama
dibandingkan pria.
c.
Para
laki-laki (suami) tidak melakukan sesuatu. Seorang laki-laki harus selalu
mengawasi dan mendampingi istrinya dalam artian harus tau masalah-masalah yang
dialami istrinya mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Karna laki-laki
sebagai pengemban amanah yang sebelumnya ditanggungkan kepada orang tua istri. Jadi
sebagai laki-laki yang bertanggung jawab harus siap menerima apapun yang
dialami istri jika yang menimpa istrinya itu suatu hal yang baik maka harus
mendukungnya dan jika yang menimpa itu hal yang tidak di inginkan maka harus
mencarikan jalan keluarnya (solusinya). Dalam surat An-nisa’ ayat 34 dijelas mengenai kedudukan laki-laki di dalam
rumah tangga yang bunyinya:
2.
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ @Òsù ª!$# óOßgÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ÒyJø9$# £`èdqç/ÎôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& xsù (#qäóö7s? £`Íkön=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# c%x. $wÎ=tã #ZÎ62 ÇÌÍÈ
“Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika
mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”[1]
2. penyelesaian masalah :
- Pindah ke tempat tinggal yang jauh dari Ibu. Sampaikan kepada ibu, bahwa kepindahan ini demi kebaikan ibu, meskipun hal ini merupakan suatu yang menyakitkan,akan tetapi dengan harapan supaya mertua tersebut tidakterus-menerus mengalami tekanan batin yang justru menyebabkan dirinya sakit-sakitan.
- Sebagai suami yang menjadi tonggak dalam menafkahi selalu sering-sering berpesan kepada si istri supaya banyak memberi hadiah kepada ibu, baik pakaian atau makanan, maupun “hadiah” maknawi (seperti mengucap salam dan menanyakan kondisi kesehatannya).
- Minta bantuan orang-orang yang baik yang disegani ibu, untuk menyadarkan pola pikir ibu terhadap menantunya. Terkadang nasihat orang luar bisa memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan nasihat orang dalam.
- Jangan lupa banyak berdoa kepada Allah Ta’ala agar Dia berkenan memberi hidayah menuju segala jalan yang Dia cintai dan ridhai. Berdoalah agar Allah Ta’ala menyatukan hati, memperlembut perangai, dan menunjukkan perkataan, perbuatan, dan akhlak terluhur.
ketika sudah tidak tinggal serumah bersama
ibu, maka harus berusaha untuk mandiri dengan rumah sendiri, yang juga jauh
dari rumah keluarga si istri. Karna jika pindah ke rumah keluarga istri, akan
semakin memperuncing perselisihan di antara dua kubu. Kemudian, biasanya itu
juga tidak mendukung kelangsungan keluarga. Bahkan bisa jadi menyebabkan dampak
buruk bagi kehidupan rumah tangga.
2. Sering terjadi
kesalahfahaman antara Istri dengan saudara Suami yang tempat tinggalnya
bersebelahan.
Tidak ada
satupun rumah tangga di kolong langit ini yang bebas sama sekali dari problem
dan permasalahan. Tidak satupun rumah tangga yang terlepas dari perselisihan.
Tidak ada satupun rumah tangga yang tidak pernah ada pertengkaran (meski
kecil). Rumah tangga Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ pun tidak bebas dari
pemasalahan. Problem dan masalah justru menjadi “alat pengukur” untuk menguji
kualitas iman pasangan suami istri. Ada kalanya problem rumah tangga muncul
dari pasangan, kadang dari orang tua atau kerabat, dan kadang pula dari orang
lain. Semuanya adalah ujian untuk meningkatkan kualitas iman.
Hal yang harus diwaspadai saat terjadi masalah antara suami dengan
istri adalah adanya pihak ketiga yang berusaha mengipas-ngipasi atau mengkompori
dengan target memisahkan antara suami istri tersebut dalam maslah ini yaitu
saudara suami. Aktivitas merusak rumah tangga orang dengan berupaya memisahkan
pasangan suami istri adalah dosa besar (Kaba-ir), kemunkaran berat, perbuatan
para penyihir, dan diantara program utama Iblis berikut tentaranya untuk
menimbulkan fitnah dan kerusakan di tengah-tengah manusia. Abu Dawud
meriwayatkan:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم لَيْسَ
مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا أَوْ عَبْدًا
عَلَى سَيِّدِهِ
Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Bukan dari golongan kami orang yang merusak hubungan
seorang wanita dengan suaminya, atau seorang budak terhadap tuannya.”[2]
(H.R.Abu Dawud)
Orang yang berusaha merusak hubungan istri dengan suaminya dalam
hadis di atas di jastis tidak termasuk golongan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Jika bukan golongan Rasulullah صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ maka
menjadi golongan siapakah selain golongan kaum Kuffar, Munafik, Fasik, ahli
maksiat dan semua yang tidak menempuh jalan yang lurus. Memisahkan pasangan
suami istri dan merusak rumah tangga juga menjadi program utama Iblis dan
tentaranya untuk menimbulkan fitnah dan kerusakan di muka bumi.[3]
Cukuplah hadis ini menjadi dalil bahwa merusak rumah tangga orang termasuk
hitungan dosa-dosa besar dan kemungkaran yang berat.
Sikap yang bijak yang menunjukkan kafakihan dalam beragama, jika
pihak ketiga melihat ada permasalahan atau pertengkaran dalam rumah tangga maka
dia tidak boleh berbicara sebelum terealisasi dua hal; pertama: Pasangan suami
istri tersebut mengizinkan dan ridho pihak ketiga itu menjadi Hakam
(penengah) terhadap perselisihan mereka dan, kedua: Pihak ketiga tersebut tidak
berbicara kecuali setelah mendengar dengan seksama curahan hati dari kedua
belah pihak (suami dan istri) bukan hanya satu pihak.
Jika dua hal ini tidak terealisasi, maka tidak ada hak apapun bagi pihak
ketiga untuk turut campur atau mengintervensi urusan rumah tangga orang
(meskipun dia kerabat dekat). Hal itu dikarenakan Syariat telah mengajarkan tata
cara penyelesain rumah tangga yang berpulang pada pasangan suami istri, bukan
pihak ketiga. Islam telah menempatkan secara bijak dan hati-hati terhadap peran
pihak ketiga untuk ikut andil dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga.
Peran pihak ketiga hanya bisa dilakukan dengan permintaan, bukan intervensi.
Rumah tangga harus dihormati, karena rumah tangga punya kepala
keluarga yang mendapatkan hak dari Allah untuk mengatur rumah tangganya sesuai
dengan kebijakannya. Suami adalah kepala keluarga. Suami bagaikan nahkoda bagi
sebuah kapal yang sedang mengarungi samudra. Membiarkan pihak ketika
mengintervensi urusan rumah tangga secara fakta membuat ikatan pernikahan
menjadi tidak ada gunanya.
Jadi, sikap dari saudara yang selalu menyalahkan kepada istri adalah
sikap yang tidak benar. Hal tersebut sudah terkategori intervensi dan akibatnya
bisa merusak rumah tangga, dosa besar, kemunkaran berat, perbuatan tukang
sihir, dan bagian tentara Iblis.[4]
Hal tersebut harus dihentikan, dan seorang suami wajib mengingatkan saudaranya
tersebut untuk tidak turut campur. Seorang istri tidak boleh mendengarkan ucapan
provokasi atau memanas-manasi (mengompori) dari pihak manapun yang jelas
berefek rusaknya hubungan suami-istri.
Dibawah ini ada beberapa tips untuk memperbaiki hubungan dengan
saudara, diantaranya:
§ Hindari kecemburuan
Jangan membanding-bandingkan hubungan saudara kandung dengan kakak-beradik
lainnya. Setiap keluarga memiliki sifat, kedekatan emosional, serta didikan
yang berbeda. Sehingga tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya.
§ Menjaga kesopanan
Berhubungan dengan saudara memang tak perlu terlalu formal dan kaku. Namun
juga harus menjaga kesopanan meskipun hanya pada kakak atau adik sendiri,
meskipun kita sangat akrab. Sopan santun tetap diperlukan dalam hubungan saudara
walaupun itu kakak-beradik agar tetap ada rasa segan dan saling menghormati.
§ Memperbanyak komunikasi
Banyak yang tidak menyadari pentingnya komunikasi, padahal di rumah
sekalipun komunikasi sangat penting untuk menjalin hubungan baik di dalam
keluarga, termasuk terhadap saudara kandung. Jika memiliki kesibukan yang luar
biasa dan jarang bertemu dengan saudara kandung, bukan berarti komunikasi pun
terputus begitu saja. Di era teknologi informasi yang begitu maju sekarang ini,
dapat memanfaatkan kemajuan teknologi untuk melakukan komunikasi dengan saudara
kandung agar semakin akrab.
§ Berikan pujian
Pujian juga dapat diberikan kepada saudara kandung dengan maksud untuk
mengakrabkan diri. Banyak hal yang bisa dipuji seperti keberhasilannya merawat
suaminya sehingga betah di rumah dan tidak keluar kecuali ada urusan penting
kerja misalnya, berikan pujian kepada saudara kandung dengan tulus, bukan atas
dasar keterpaksaan.
§ Lakukan kegiatan bersama.
Walaupun saat ini
saudara kandung telah berkeluarga dan memiliki kesibukan masing-masing, namun harus
menyempatkan untuk meluangkan waktu sehingga
dapat melakukan kegiatan bersama-sama demi menjalin keakraban.
3. Sering terjadi miss komunikasi antara kelurga Istri dengan keluarga
Suami
Dalam membentuk keharmonisan rumah tangga memang memerlukan kesabaran.
Menikah memang tidak hanya membentuk hubungan dengan seseorang saja, tetapi
juga membangun hubungan dengan keluarga besar pasangan. Sebelum berbicara soal
bagaimana menjaga keharmonisan dengan keluarga suami, hal penting yang telebih
dahulu perlu dilakukan suami istri dalam membentuk keharmonisan adalah kompak
dulu dalam situasi apapun, saling menguatkan, dan motivasi dalam kebaikan.
Idealnya, setelah
menikah setiap pasangan suami istri tinggal di rumah sendiri dan terpisah dari
orang tua masing-masing. Tahun-tahun awal masa pernikahan akan menjadi waktu
bagi keduanya untuk saling menyelami lebih dalam tentang kepribadian pasangan,
dan melakukan penyesuaian diri yang diperlukan. Dengan tinggal di rumah yang
terpisah dari orang tua, disitu akan belajar menjalani kehidupan berkeluarga
secara mandiri dan merasa lebih bebas dalam mengatur kehidupan keluarga tanpa
dibayang-bayangi oleh campur tangan pihak lain. Sayangnya, tidak semua pasangan
dapat mewujudkan kondisi ideal seperti tersebut. Keadaan-keadaan tertentu
seperti kondisi keuangan, keadaan keluarga dan kesehatan orang tua salah satu
pasangan, ataupun situasi lainnya kadang-kadang mengharuskan keduanya untuk tinggal
serumah dengan orang tua. Sebagaimana yang dialami oleh keluarga ini salah
satunya karena kesehatan orang tua sang suami disamping itu juga menemani orang
tua suami agar tidak hidup sendirian.
Berikut beberapa cara
yang dapat di jadikan dasar pedoman dan di wujudkan dalam kehidupan berumah
tangga terutama kepada kedua orang tua suami dan istri. Diantaranya:
§ Rasa hormat
Selalu menunjukkan sikap yang penuh dengan rasa hormat
kepada orang tua pasangan. Beri perhatian dan perlakukanlah mereka layaknya
orang tua sendiri. Jagalah sikap dan pembawaan yang tidak baik agar tidak
menimbulkan kesan yang kurang baik dalam pandangan mereka.
§ Pengertian
Menerima dengan penuh pengertian mengenai hal-hal yang
mungkin kurang berkenan di hati. Dalam beberapa hal khusus mungkin merasa tidak
nyaman, namun pahamilah bahwa ketidaknyamanan tersebut terjadi secara wajar
dikarenakan perbedaan kultur rumah tangga. Sehingga perlu melakukan sedikit
penyesuaian.
§ Kesan positif
Selalu menunjukkan bahwa anda adalah seorang suami
yang baik, bertanggung jawab, serta dapat diandalkan sebagai pelindung bagi
anak perempuan mereka. Sebaliknya bila Anda adalah menantu perempuan,
tunjukkanlah bahwa Anda adalah seorang wanita yang baik, dapat dipercaya, serta
penuh kasih sayang dan perhatian bagi anak laki-laki mereka. Tunjukkan pula
bahwa Anda pun menyayangi mereka. Hal ini dapat membantu mengurangi
kekhawatiran-kekhawatiran orang tua.
§ Penyesuaian diri dengan tradisi
Bila pernikahan Anda adalah pernikahan antarbudaya,
hormatilah tradisi dan adat istiadat keluarga pasangan Anda. Bagi sebagian
orang tua, penyesuaian diri terhadap adat istiadat merupakan hal yang penting.
Menyelami budaya lain dapat menjadi sesuatu yang mengasyikkan.[5]
Berhubungan baik dengan
orang tua pasangan maupun orang tua sendiri, akan berdampak positif pada pertumbuhan
psikologis anak. Berilah mereka teladan yang baik untuk ditiru. Berdamailah
dengan mertua Anda.
BAGIAN IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Tinggal bersama orang
tua salah satu pasangan serta upaya membangun hubungan yang baik dengan mereka
kadang-kadang dapat menjadi tantangan yang sulit dalam kehidupan pasca pernikahan.
Hubungan antara menantu perempuan dengan orang tua suaminya atau sebaliknya
antara menantu laki-laki dengan orang tua istrinya perlu disikapi secara benar.
Campur tangan orang tua dari salah satu pihak adalah hal yang paling sering
dianggap sebagai penyebab ketidak harmonisan hubungan seperti ini. Sebagaimana
yang di alami seorang istri dengan satu anak laki-lakinya tersebut. Dimana
mempunyai tiga masalah utama antara lain:
a.
Ketidak
harmonisan antara mertua dengan menantu
b.
Sering
terjadi kesalahfahaman antara Istri dengan saudara Suami yang tempat tinggalnya
bersebelahan
c.
Sering
terjadi miss komunikasi antara kelurga Istri dengan keluarga Suami.
Dan hasil setelah di analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Ketika
terjadi kesalahfahaman antara istri dengan sebagian kerabat suami, maka
langkah pertama agar masalah tidak meruncing dan memanas adalah taatnya istri
terhadap semua perintah dan pengaturan suami. Istri selalu berusaha mendapatkan
ridha suami. Namun hal ini tidak bermakna suami “berkubu” istri dan memusuhi
kerabat. Namun sekedar menjalankan perintah syara’ seraya berusaha mendialogkan
kesalahfahaman tersebut dengan tetap menjaga Shilaturrahim. Jangan sampai suami
memaki istri, memarahi apalagi merendahkannya. Karena hal tersebut terhitung
dosa besar, bertentangan dengan perintah syara’ dan malah akan memperkeruh
keadaan.
2. Saran
Sebagai seorang istri harus selalu taat terhadap suami dan kedua
orang tua walaupun mereka bersikap kurang berkenan di hati. Karna Tholabur
Ridho/طَلَبُ الرِّضَى (mencari Ridho) merupakan asas seluruh perlakuan Istri kepada
suami. Dan perlu di jadikan pedoman hidup bahwa peristiwa-peristiwa didalam rumah
tangga Insya Allah bisa disikapi secara lebih tepat dan bijaksana yang lebih
dekat dengan syariat yang diperintahkan Allah dan RasulNya.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan, alangkah baiknya jika pembaca memberikan kritik sekaligus saran
dengan tujuan sebagai langkah dan upaya dalam penyempurnaan laporan ini supaya
menjadi lebih baik. Dan mudah-mudahan bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi
pembaca.
.
mashook pak eko keren ulasanya lengkap, kujungi balik ya
BalasHapuscara kredit usaha
kumpulan tugas makalah
model belajar