BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Harta
adalah sesuatu yang sangat penting bagi manusia, tanpa harta hidup terasa hampa
begitulah kata pepatah. Yah, harta memang mutlak diperlukan manusia karena
dengan harta manusia akan dihormati, dengan harta manusia bisa makan dan
memberi makan anak dan istri, dengan harta manusia bisa membeli dan memiliki
apa saja yang ia inginkan di dunia. Dan tanpa harta manusia seringkali
dilecehkan, dihinakan, bahkan sampai ada orang yang gila dan bunuh diri karena
tidak mempunyai harta.
Tetapi
apakah harta adalah segalanya. Ternyata tidak harta bukanlah segalanya karena
harta tidak bisa membeli kebahagiaan dan keimanan. Dalam konteks ekonomi Islam
harta yang kita miliki sebenarnya bukanlah miliki kita tetapi milik Allah swt.
Dan kita hanya sekedar dititipi belaka. Dan harta yang Allah titipkan kepada
kita itu di dalamnya terdapat hak-hak fakir, miskin, yatim, dll. Yang harus
kita pedulikan. Sehingga di dalam ekonomi Islam harta itu mempunyai peran yang
sangat besar baik peran dalam hal individu, sosial, maupun dengan lingkungan
sekitar.
Oleh
karena pentingnya harta itu, maka kami sebagai penulis ingin mencoba
menganalisis bagaimana ekonomi Islam memandang harta, yang akan penulis
jelaskan dalam esai ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian
harta ?
2. Bagaimana
pengertian harta menurut pendapat para ulama ?
3. Apasajakah
macam-macam kedudukan harta ?
4. Apakah
fungsi dan jenis-jenis harta ?
1.3
Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian
harta
2. Mengetahui pengertian
harta menurut pendapat para ulama’
3. Mengetahui macam-macam
kedudukan harta
4. Mengetahui fungsi dan
jenis-jenis harta
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Harta
Harta dalam istilah arab disebut “al amaal” yang berasal dari kata
maala-yamiilu-mailan yang berarti condong, cenderung, dan miring. Menurut
etimologi harta merupakan sesuatu yang di butuhkan dan diperoleh manusia, baik
berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan maupun
(yang tidak tampak), yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian, dan tempat
tinggal.
Sesuatu yang tidak dikusai manusia tidak bisa di sebut atau di
namakan harta menurut bahasa, seperti burung di udara, ikan di laut, pohon di
hutan, dan barang tambang yang ada di bumi.[1]
Menurut istilah fikih islam Harta mempunyai sinonim makna dengan
Benda, yaitu segala sesuatu yang mungkin di miliki seseorang dan dapat di ambil
manfaatnya dengan jalan biasa.[2]
Sedangkan menurut istilah imam Hanafi, Harta (al-maal) ialah:
ما يميل إليه طبع الإنسا ن و يمكن إدخاره إلى وقت الحاجة
“ Sesuatu yang di gandrungi tabiat manusia dan
memungkinkan untuk di simpan hingga di butuhkan.”
Imam Hanafi membedakan antara harta dengan milik. Menurutnya, milik
adalah sesuatu yang dapat di gunakan secara khusus dan tidak di campuri
penggunaanya oleh orang lain. Sedangkan harta adalah segala sesuatu yang dapat
di simpan untuk dapat di gunakan ketika di butuhkan. Dalam penggunaanya harta
bisa di campuri oleh orang lain. Jadi yang di maksud dengan harta menurut
Hanafiyah, hanyalah sesuatu yang berwujud.[3]
2.2 Pengertian Harta Menurut Pendapat Para Ulama’
1. Menurut Ulama’ Hanafiyah
المال كلّ ما يمكن حيا زته واخرازه وينتفع به عادة
“ Harta adalah segala sesuatu yang dapat di
ambil, di simpan, dan dapat dimanfaatkan.”
Menurut definisi ini Harta memiliki dua unsur:
a.
Harta
dapat dikuasai d di pelihara
Sesuatu yang
tidak dapat di simpan atau di pelihara secara nyata, seperti ilmu, kesehatan,
kemuliaan, kecerdasan, udara, panas matahari, cahaya bulan, tidak dapat
dikatakan harta.
b.
Dapat
di manfaatkan menurut kebiasaan
Segala sesuatu
yang tidak bermanfaat seperti daging bangkai, makanan yang basi, tidak dapat
disebut harta atau bermanfaat tetapi menurut kebiasaan tidak diperhitungkan
manusia, seperti satu biji gandum, setetes air, segenggam tanah, dan lain-lain.[4]
2. Menurut
kalangan fuqoha Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabillah
مايميل
إليه طبع ويجري فيه البذل والمنع
“ Sesuatu yang di cenderungi oleh manusia dan memungkinkan harta
tersebut untuk diserahterimakan atau di larang penggunaanya.”
Dari
pengertian diatas terekandung maksut, bahwa yang di sebut harta tidaak hanya
terbatas pada aspek materi saja tetapi juga mencakup aspek manfaat. Harta dalam
tinjauhan manfaat ini dapat di fahami bahwa apabila seseorang hanya mengambil
manfaat atau kegunaan dari suatu benda (ghasab), menurut jumhurul fuqoha’
pemilik benda tersebut berhak menuntut ganti rugi. Dengan alasan karna kegunaan
benda tersebut juga termasuk unsur terpenting di dalamnya.[5]
Sedangkan menurut ulama’ Hanafi pemilik dari suatu benda( ghasab) tersebut
tidak berhak untuk menuntut ganti rugi, dan orang yang meng-ghasab tersebut
tidak bertanggung jawab atas manfaat yang diambilnya, kecuali kalau ghasab
barang miliknya anak yatim, atau benda yang di pakai usaha, sepereti
meng-ghasab hotel dan yang lainya.
Hal
demikian terjadi karna definisi yang di kemukakan oleh jumhurul ulama’ dengan ulama’
hanafi berbeda, dimana ulama’ selain hanafi memandang bahwa manfaat juga
termasuk harta sebab yang penting adalah manfaatnya bukan zatnya. Adapun ulama’
Hanafiyah memandang bahwa manfaat termasuk sesuatau yang dapat di miliki, akan
tetapi bukan harta.
3.
Sebagian ulama’ mendefinikan Harta sebagai berikut:
كلّ عين ذات قيمة مادية متداولة بين الناس
“ Setiap materi (‘ain) yang mempunyai nilai
dan beredar di kalangan manusia.”
4. Menurut Muhammad
Syalabi
ما يمكن حيازته واحرازه والإنتفاع به انتفاعا معتادا
“ Sesuatu yang dapat di kuasai, dapat di
simpan serta dapat di ambil manfaatnya menurut kebiasaan.”[6]
Sementara menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieq, yang di maksut dengan
harta ialah:
a.
Nama
selain manusia yang di ciptakan Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia,
dapat di pelihara pada suatu tempat, dan ditasharruf (kelola) dengan jalan
ikhtiar,
b.
Sesuatu
yang dapat dimiliki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia maupun
sebagian manusia,
c.
Sesuatu
yang sah untuk di perjual belikan,
d.
Sesuatu
yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai
seperti sebiji beras dapat dimiliki oleh manusia, daapat diambil kegunaanya
daan dapat di simpan, tetapi sebiji beras menurut ‘urf tidak bernilai, maka
sebiji beraas tidaak termasuk harta,
e.
Sesuatu
yang berwujud, sesuatu yang tidak berwujud meski dapat di ambil manfaatnya
tidak termasuk harta,
f.
Sesuatu
yang dapat di simpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil
manfaatnya ketika di tumbuhkan.[7]
Jadi pendefinisian Harta yang telah di
kemukakan oleh T.M. Hasbi Ash-Shiddieq lebih cenderung kepada benda-benda yang
dapat di perjual belikan, berharga, tidak najis, dapat dimiliki, dapat di
kelola ( selain manusi).
Dari beberapa pengertian di atas dapat
di simpulkan bahwa unsur yang terdapat pada harta itu ada empat, yaitu:
1.
Bersifat
materi atau mempunyai wujud yang nyata
2.
Dapat
di simpan, dan dimiliki
3.
Dapat
di manfaatkan
4.
Kebiasaan
masyarakat memandangnya sebagai harta.
Unsur-unsur Harta
Menurut para fuqoha’
harta bersendi pada dua unsur, yaitu unsur‘ainiyah dan unsur ‘urf. Unsur
‘ainiyah ialah bahwa harta itu dalam kenyataan (‘ayan). Manfaat sebuah
rumah yang di pelihara manusia tidaak di sebut harta, tetapi termasuk milik
atau hak.
Unsur ‘urf
ialah segala sesuatu yang di pandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian
manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecualai menginnginkan manfaatnya,
baik manfaat madiyah maupun manfaat ma’nawiyah.[8]
2.3 Macam-macam kedudukan harta
Harta mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Harta (uang) dan kekayaanlah yang dapat menunjang pada segala kegiatan
manusia, termasuk untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia ( pangan, sandang, dan
papan).
Pada hakikatnya, segala apa yang ada di langit dan di bumi adalah
milik Allah swt. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 284 yang
artinya” Apa-apa yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah”.
Dalam surat Al- Maidah ayat 18 Allah berfirman:
ولله ملكالموات والاْرض وما بينهما وإليه المصير
“ Dan kepunyaan Allahlah kerajaan di langit,
di bumi, dan di antara keduanya, dan
kepada Allahlah kembali segala sesuatu.”(Al-Maidah:18)[9]
A.
Kedudukan
harta dalam Al-Qur’an
1.
Sebagai
fitnah ( amanat), sebagaimana Allah menyatakan
إنّما
أموالكم وأولادكم فتنة والله عنده أجر عظيم
“ sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan, dan di
sisi Allahlah pahala yang besar.( At-Taghabun:15).
Karna
harta sebagai titipan, manusia tidak memiliki harta secara mutlak, sehingga
dalam pandangan tentang harta, terdapat hak-hak orang lain, seperti zakat dan
lain sebagainya.[10]
2.
Sebagai
perhiasan hidup, firman Allah menyatakan
المال
والبنون زينة الحيوة الدّنيا
“ harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
dunia.”(Al-kahfi:46).
3.
Harta
untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kesenangan
زيّن
للنّاس حبّ الشّهوات من النّساء والبنين والقناطير المقنطرت من الذّهب والفضّة
والخيل المسوّمة والأنعام والحرث ذلك متاع الحياة الدّنيا والله عنده حسن المأب
“ jadikan indah menurut pandangan manusia kecintaan kepada
apa-apa yang di ingini, yaitu wanita-wanita anak-anak, harta yang banyak dari
mas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang, itulah
kesenangan hidup di dunia dan disis Allahlah tempat kembali yang baik
(surga).”( Ali Imran:4).[11]
Pada
Al-quran surat Al-kahfi: 46 dan surat An-nisa’:14 di jelaskaan bahwa kebutuhan
manusia atau kesengan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia
terhadap anak atau keturunan. Jadi, kebutuhaan manusia terhadap merupakan
kebutuhan manusia yang paling mendasar. Dalam surat Al-Dhuha:8 Allah
menyatakan:
و و
جدك عا ئلا فأغنى
“ Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu dia
memberikan kecukupan.”(Al-Dhuha:8)[12]
4.
Harta
sebagai musuh
ياأيّها
الذين أمنوا إنّ من أجواجكم و أولادكم عدوّلكم فاحذروهم
“ Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya di antar
istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka hati-hatilah
kamu terhadap mereka.” ( Al-Taghabun).
Pada ayat tersebut tidak di jelaskan bahwa harta berkedudukan
sebagai musuh, akan tetapi ayat ini menjelaskan bahwa di antara istri-istrimu
dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh.[13]
B.
kedudukan harta dalam As-sunnah
1.
Kecelakaan
bagi penghamba pada harta:
تعس
عبد الدّينار وعبد الدّرهم وعبدالخصيمة إن أعطي رضي وإن لم يعطى سخط تعس و انتكس
وإذا شيك فلاانقش
“ Celakalah orang yang menjadi hamba dinar (uang), orang yaang
menjadi hamba dirham, orang yang menjadi hamba toga atau pakaian, jika di beri
ia bangga, bila tidak di beri ia marah, mudah-mudahan ia celaka dan merasa
sakit, jika dia kena suatu musibah dia tidak akan memperoleh jalan keluar.”
(HR. Bukhori).
2.
Penghambat
harta adalah orang terkutuk:
لعن
عبدالدّينار لعن عبدالدّرهم
“ Terkutuklah orang yang menjadi hamba dinar dan terkutuklah
orang yang menjadi hamba dirham.” (HR. Tirmidzi)[14]
Konsekuensi
logis pada ayat-ayat Al-qur’an serta Hadis-hadis diatas adalah sebagai berikut:
1.
Manusia
bukan pemilik mutlak, tetapi di batasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib
baginya untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah
lainya.
2.
Cara-cara
pengambilan manfaat harta mengarah kepada kemakmuran bersama, pelaksanaanya
dapat di atur oleh masyarakat melalui wakil-wakilnya.
3.
Harta
perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya memperoleh
imbalan yang wajar.
Di samping di perhatikanya kepentingan umum, kepentingan pribadi
juga di perhatikan, sehingga berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.
Masyarakat
tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan pribadi selama tidak merugikan
orang lain dan masyarakat.
2.
Karena
pemilikan manfaat berhubungan serta dengan hartanya, maka pemilik ( manfaat)
boleh memindahkan hak miliknya kepada orang lain, misalnya dengan cara
menjualnya, menghibahkanya, dan lain sebagainya.
3.
Pada
pokoknya pemilik manfaat itu kekal, tidak terikat oleh waktu.
Berkenaan dengan harta pula, dalam al-quran dijelaskan dengan
larangan-larangan yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi, dalam hal ini
meliputi: produksi, distribusi, daan konsumsi harta, dalam kaitan ini di
jelaskan bentuk-bentuk lareangna tersebut sebagai berikut:
a.
Perkara-perkara
yang merendahkan martabat dan akhlaq manusia, berupa:
1.
Memakan
harta sesama manusia dengna cara yang bathil, sebagaimana firman Allah dalam
surat Al-Baqarah ayat 188. Yang artinya:” Dan janganlah sebagiaan kamu memakan
sebagian yang lain di anatara kamu dengan jalan yang batil.”
2.
Memakan
harta dengan jalan penipuan, firman allah dalam surat Al-An’am ayat 125. Yang
artinya:” Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.”
3.
Dengan
jalan melanggar janji dan sumpah, firman Allah dalam surat Al-Nahl ayat 92.
Yang artinya:” kamu menjadikan sumpahmu ( janjimu) sebagai alat penipu diantara
kamu.”
4.
Dengan
jalan pencurian, firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 88. Yang artinya:”
Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, potonglah tangannya.”
b.
Perkara-perkara
yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau keseluruhan
masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga. Firman Allah dalam surat Ali
Imran ayat 130. Yang artinya sebagai berikut:” Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba dengna berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah
agar kamu beruntung.”
c.
Penimbunan
harta dengan jalan kikir. Firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 34. Yang
artinya:” Dan orang- orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkanya pada jalan Allah, maka berilah mereka kabar gembira dengan siksa
yang pedih.”
d.
Aktifitas
yang merupakan pemborosan ( mubazir). Firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat
26. Yang artinya:” Dan berilah kerabat, orang-orang miskin, dan ibn sabil akan
hak-haknya, dan janganlah kamu menghambur- hamburkan hartamu secara boros.”
e.
Memproduksi,
memperdagangkan, dan mengkonsumsi barang- barang terlarang seperti narkotika
dan minuman keras, kecuali untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kesehatan.[15]
2.4
Fungsi harta dan Macam- macamnya
Harta
di pelihara manusia kareena dia membutuhkan manfaat harta tersebut, maka fungsi
harta amaat banyaak, baik kegunaan dalam hal yang baik, maupun kegunaan dalam
hal yang jelek. Diantara sekian banyak fungsi harta antara laain sebagai
berikut:
1.
Untuk
menyempurnakan pelaksaanaan ibadah mahdhah, sebab untuk ibadah memerlukan alat-
alat. Seperti kain untuk menutupi aurat dalam pelaksanaan sholat, bekal untuk
melaksanakan ibadah haji, zakat, shadaqah, hibah, dan lain sebagainya.
2.
Untuk
meningkatkan keimanan kepadaa Allah, sebab kekafiran cenderung mendekatkan diri
kepada kekufuran.
3.
Untuk
bekal hidup dari satu priode ke priode selanjutnya. Sesuai dengan pesan
Al-quran, umat islam hendaknya menciptakan generasi yang berkualitas. ( Q.S.
An-Nisa’:9).
4.
Untuk
menyeimbangkan antara kehidupan dunia dn kehidupan akhirat.
5.
Untuk
mengembangkan ilmu, karna ilmu tanpa modal akan sulit.
6.
Sebagai
sarana pengeerak roda ekonomi.
7.
Untuk
menumbuhkan interaksi antara individu karna adanya perbedaan dalam kebutuhan.[16]
Macam-
macam atau jenis- jenis harta
Menurut fuqoha, harta dapat di tinjau dari beberapa segi. Harta
terdiri dari beberapa bagian, tiap- tiap bagian memiliki ciri khusus dan
hukumnya tersendiri. Pembagian jenis harta ini sebagai berikut:
1.
Mal Mutaqawwim
dan ghairu mutaqawwim
a.
Harta
mutaqawwim ialah:
ما
يباع الإنتفاع به شرعا
“ Sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara.”
Harta yang
termasuk mutaqawwim ini adalah semua harta yang baik jenisnya maupun cara
memperoleh daan penggunaanya. Misalnya, kerbau halal di makan oleh umat islam,
tetapi kalau kerbau tersebut di sembelih tidak sah menurut syara’ misalnya
dipukul, maka daging kerbau tidak bisa di manfaatkan karna penyembelihanya
batal menurut syara’.
b.
Harta
ghoiru mutaqawwim ialah:
مالا
يباح الإنتفاع به شرعا
“ Sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara”.
Yakni merupakan
kebalikan dari harta mutaqawwim, yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik
jenisnya, cara memperolehnya, maupun cara penggunaanya, misalnya Babi. Kadang-
kadang harta mutaqawwim diartikan dengan dzimmah, yaitu mempunyai nilai.
2.
Mal
Mitsli dan Mal Qimi
a.
Harta
Mitsli, ialah:
ما
تما لت أحاده حيث يمكن أن يّقوم بعضها مقام بعض دون فرق يعتدّبه
“Benda- benda yang ada persamaan dalam kesatuan- kesatuanya,
dalam arti dapat berdiri sebagianya di tempat yang lain, tanpa ada perbedaan
yang perlu di nilai.”
b.
Harta
Qimi, ialah:
ما
تفا وفتت أفراده فلا يقوم بعضه مقام بعض بلا فرق
“ Benda- benda yang kurang dalam kesatuan- kesatuanya, karena
tidak dapat berdiri sebagian di tempat sebagian lainya tanpa ada perbedaan.”
Dengan
kata lain, harta mitsli adalah harta yang jenisnya di peroleh di pasar (secara
persis), dan qimi ialah harta yang jenisnya sulit di dapatkan di pasar, bisa di
peroleh tapi jenisnya berbeda, kecuali dalam nilai harganya.
3.
Harta
Istihlak dan harta Isti’mal
a.
Harta
Istihlak ialah:
ما
يكون الإنتفاع به بخصا ئصه بحسب المعتاد لا يتحقّق إلاّ بإستهلاكه
“ Sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaanya dan manfaatnya
secara biasa, kecuali dengan menghabiskanya.”
Harta
Istihlak terbagi menjadi dua, yaitu Istihlak haqiqi dan Istihlah huquqi. Harta
Istihlak haqiqi adalah suatu benda yang yang menjadi harta secara jelas (nyata)
zatnya habis sekali di gunakan. Misalnya korek api bila di bakar maka habislah
harta yang berupa kayu itu. Istihlak huquqi ialah harta yang sudah habis
nilainya bila telah di gunakan, tetapi zatnya masih tetap ada. Misalnya Uang.
b.
Harta
Isti’mal , ialah:
ما
يتحقّق الإنتفاع به باستعما له مرارا مع بقاء عينه
“ Sesuatu yang dapat di gunakan berulang kali dengan materinya
tetap terpelihara.”
Harta
Isti’mal tidaklah habis sekali di gunakan, tatapi dapat di pergunakan lama
menurut apa adanya, seperti kebun, pakaian, dan lain sebagainnya.
4.
Harat
Manqul dan Harta Ghair Manqul
a.
Harta
Manqul ialah:
كلّ
ما يمكن نقله و تحويله من مكان إلى أخر
“ Segala harta yang dapat di pindahkan ( bergerak) dri satu
tempat ke tempat yang lain.”
b.
Harta
Ghair Manqul ialah:
مالا
يمكن نقله و تحويله من مكان إلى أخر
“ Sesuatu yang tidak bisa di pindahkan dan di bawa dari suatu
tempat ke tempat yang lain.”
5.
Harta
‘Ain dan harta Dayn
a.
Harta
‘Ain adalah harta yang berntuk seoerti benda seperti rumah, kendaraan, pakaian,
dan lain sebagaianya. Harta ini di bagi menjadi dua.
1.
Harta
‘Ain dzati qimah, yaitu benda yang yang memiliki bentuk yang di pandang sebagai harta
karna memiliki nilai. Harta ini meliputi:
§ Benda yang dianggap harta yang boleh di ambil manfaatnya.
§ Benda yang dianggap harta yang tidakboleh di ambil manfaatnya.
§ Benda yang dianggap sebagai harta yang ada sebangsanya.
§ Benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit di cari
seumpamanya.
§ Benda yang dianggap harta yang berharga dan dapat di pindahkan.
§ Benda yang dianggap harta yang berharga dan tidak dapat di
pindahkan.
2.
Harta
‘Ain ghayar dzati qimah yaitu benda yang tidak dapat di pandang sebagai harta
karna tidak memiliki harga, misal sebiji beras.
b.
Harta
dayn ialah:
“ Sesuatu yang
berada dalam tanggung jawab.”
Seperti uang
yang berada dalam tanggung jawab seseorang.
6.
Mal
al-‘ain dan Mal al-naf’i ( manfaat)
a.
Harta
‘ain ialah benda yang memiliki nilai dan bentuk, misalnya rumah, ternak, dan
lainya.
b.
Harta
nafi’ ialah yang berangsur- angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh karna
itu mal al-nafi tidak berwujud dan tidak mungkin di simpan.
7.
Harta
Mamluk, Mubah, dan Mahjur
a.
Harta
mamluk ialah:
“ Sesuatu yang
masuk kebawah milik, milik perorangan maupun milik badan hukum seperti
pemerintah dan yayasan.”
Harta mamluk (
yang dimiliki) terbagi menjadi dua macam:
§ Harta perorangan (mustaqil) yang berpautan dengan hak bukan pemilik
, misal rumah yang di kontrak. Dan harta perorangan yang tidak berpautan dengan
hak bukan pemilik, misalnya seorang yang mempunyai sepasang sepatu yang dapat
di gunakan kapan saja.
§ Harta perkongsian ( masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan
dengna hak bukan pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik dan lima buah mobil salah satu
mobilnya di sewakan selama satu bulan kepada orang lain. Dan harta yang dimiliki
dua orang yang tidsk berkaitan dengn hak bukan pemiliknya, seperti dua orang
yang berkongsi memiliki sebuah pabrik, pabrik tersebut di urus bersama.
b.
Harta
mubah ialah:
“ Sesuatu yang
pada asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada air mata, binatang buruan
darat, laut, pohon- pohon di hutan dan buah- buahan.”
c.
Harta
Majrur ialah:
“ sesuatu yang
tidak boleh dimiliki sendiri dan memberikan kepada orang laain menurut syariat,
adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda yang di khususkan untuk masyarakat
umum, seperti jalan raya, masjid-masjid, kuburan- kuburan, daan yang lainya.”
8.
Harta
yang dapat di bagi dan tidak dapat di bagi:
a.
Harta
yang dapat di bagi ( mal qabil li al-qismah) ialah harata yang tidak
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu di bagi- bagi,
misalnya beras tepung dan lainya.
b.
Harta
yang tidak dapat di bagi ( mal ghair qabil li al-qismah) ialah harta yang
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut di bagi- bagi,
misalnya gelas, mesin, dan yang lainya.
9.
Harta
pokok dan harta hasil ( buah)
a.
Harta
pokok ialah:
“ Harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain.”
b.
Harta
hasil ( buah) ialah:
“ Harta yang terjadi dari harta yang lain.”
Harta pokok bisa di sebut juga modal misalnya uang, emas, dan lainya,
contoh harta pokok dan harta hasil ( buah). Kerbau yang beranak anaknya di
sebut harta hasil, sedangkan kerbaunya di sebut harta pokok.
10. Harta khas dan harta ‘am
a.
Harta
khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil
manfaatnya tanpa di setujui pemiliknya.
b.
Harta
‘am ialah harta milik umum ( bersama) yang boleh diambil manfaatnya.
Harta yang dapat dikuasai ( ikhraj) terbagi menjadi dua bagian,
yaitu:
§ Harta yang termasuk milik perseorangan.
§ Harta- harta yang tidak dapat termasuk milik perseorangan.
Harta yang dapat masuk menjadi milik perseorangan, ada dua macam
yaitu:
§ Harta yang bisa menjadi milik perseorangan tetapi belum ada sebab
pemilikan, misalnya binatang buruan di hutan.
§ Harta yang bisa menjadi milik perseorangan daan sudah ada sebab
pemilikan, misalnya ikan di sungai di peroleh seseorang dengna cara
mengail.
Harta yang tidak termasuk milik perorangan adalah harta yang
menurut syara’ tidak boleh di miliki sendiri, misalnya sungai, jalan raya, dan
lain sebagainya.[17]
DAFTAR PUSTAKA
Basyir, Ahmad Azhar. MA.. Asas-Asas Hukum Muamalat ( Hukum
Perdata Islam). UII Press. Yogyakarta: 2009.
Huda, Qomarul. M,Ag.. Fiqh Muamalah. Teras. Yogyakarta: 2011
Sahrani, Sohari. Drs. M.M.M.H.dan Rufa’ abdullah Dra. M.M.. Fikih
Muamalah. Ghalia Indonesia. Bogor: 2011.
Suhendi, Hendi. Dr. M.Si.. Fiqh Muamalah. Raja Grafindo
Persada. Jakarta: 2010.
Syafi’, Rahmat. Prof. Dr. MA. Fiqih Muamalah. Pusta Setia.
Bandung: 2006
[1] Prof.
Dr. H. Rachmat Syafe’, M.A, Fiqih Muamalah,( Bandung: Pustaka Setia, 2006),
hal. 21.
[2] KH.
Ahmad Azhar Basyir, MA, Asas- Asas Hukum Muamalat ( Hukum perdata islam), (
yogyakarta: UII press, 2009), cet. 3, hal. 41.
[3]Drs.
Sohari Sahrani,M.M.,M.H, dan Dra. Ru’fah Abdullah, M.M, Fikih Muamalah,( Bogor:
Ghalia Indonesia, 2011), hal. 15.
[4] Prof.
Dr. H. Rachmat Syafe’, M.A, op.cit, hal. 22.
[5] Qomarul
huda, M.Ag, Fiqh Mu’amalah,( Yogyakarta: Teras, 2011), cet. 1, hal. 13.
[6]Ibid.
Hal. 13.
[7] Drs.
Sohari Sahrani,M.M.,M.H, dan Dra. Ru’fah Abdullah, M.M, loc.cit, hal.
16.
[8] Dr.H.
Hendi Suhendi, M.S.i, Fiqh Muamalah,( jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010),
cet. 5, hal. 11-12.
[9]Drs.
Sohari Sahrani,M.M.,M.H, dan Dra. Ru’fah Abdullah, M.M, op. Cit, hal. 18.
[10] Dr.H.
Hendi Suhendi, M.S.i,op.cit, hal.13.
[11]Prof.
Dr. H. Rachmat Syafe’, M.A, loc.cit, hal 24-25.
[12] Dr.H.
Hendi Suhendi, M.S.i, op.cit, hal. 12-13.
[13] Ibid.
Hal. 13.
[14] Prof.
Dr. H. Rachmat Syafe’, M.A, op.cit, hal. 25-26.
[15] Dr.H.
Hendi Suhendi, M.S.i, op.cit, hal. 15-17.
[16] Qomarul
huda, M.Ag, Fiqh Mu’amalah,loc.cit, hal 22-23.
[17]Dr.H.
Hendi Suhendi, M.S.i, ibid. Hal. 19-29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar