Kamis, 04 Desember 2014

Jaminan kebendaan sekaligus study kasusnya



A.    PENDAHULUAN
Permasalahan yang ada di bumi ini khususnya di Indonesia sendiri memang tidak terlepas dari hukum, baik hukum agama maupun hukum positif karna itu hukum di anggap dan pandang  sangat penting yang fungsinya untuk mengatur seluk beluk yang ada di muka bumi ini. Diantaranya adalah mengatur lembaga jaminan karna perkembangan ekonomi dan perdagangan selalu di ikuti oleh perkembangan akan kredit, dan hal ini memerlukan jaminan demi keamanan dan kenyamanan pemberian kredit tersebut.
Pembinaan hukum terhadap bidang hukum jaminan ialah sebagai perwujudan tanggung jawab dari pembinaan hukum mengimbangi lajunya kegiatan- kegiatan dalam bidang perdagangan, perindustrian, perseroan, pengangkatan dan kegiatan dalam proyek pembangunan.
Kegiatan-kegiatan tersebut sudah biasa dan sering di lakukan oleh semua warga masyarakat Indonesia sehingga pada endingnya memerlukan fasilitas kredit demi keamanan modal mensyaratkan adanya jaminan bagi pemberiana kredit tersebut untuk menjamin kepastian hukum bagi si pemberi modal. Oleh sebab itu selanjutnya akan di jelaskan lebih lanjut mengenai hak jaminan yang berlaku di Indonesia.


B. JAMINAN KEBENDAAN
            Pada dasarnya jenis jaminan dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu jaminan materill atau kebendaan dan jaminan in materiil atau jamina perorangan.
            Jaminan kebendaan ialah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang berhubungan langsung dengan benda tertentu, dapat di pertahankan terhadap siapapun, dapat dialihkan dan selalu mengikuti bendanya, dalam arti bahwa yang mengikuti bendanya itu tidak ada haknya tetapi juga kewenagan menjual bendanya dan hak eksekusi. Adapun yang tergolong jaminan yang bersifat hak kebendaan sebagai berikut.
1.      HAK GADAI
a.      Pengertian gadai
Hak gadai menurut KUH perdata diatur dalam buku 111 dalam bab XX pasal 1150 s/d pasal 1161. Gadai ialah hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya, untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kekuasaan pada kreditur untuk mendapatkan kelunasan dari benda tersebut lebih dahulu dari kreditur –kreditur lainnya.
Lembaga gadai menurut KUH perdata dalam kedudukannya sebagai pemegang gadai lebih kuat, karena benda jaminan berada dalam kekuasaan kreditur dalam hal ini kreditur terhindar dari I’tikat jahat (tekwader trouw) pemberi gadai atau debitur, sebab dalam gadai benda jaminan sama sekali tidak boleh berada dalam penguasaan (inbezet stelling) pemberian gadai atau debitur. Dari ketentuan pasal diatas bahwa dapat diuraikan unsur-unsur yang terdapat dalam gadai sebagai berikut:
a.       Hak yang diperoleh kreditur ialah benda bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud benda bergerak tidak berwujud antara lain ialah hak tagihan (vordering srecht)
b.      Benda bergerak itu diserahkan oleh debitur kepada kreditur, sesuai dengan benda gadai ialah benda bergerak maka harus ada hubungan yang nyata antara benda dan kreditur. Benda gadai harus di serahkan oleh debitur kepada kreditur. Benda gadai tidak boleh berada dalam kekuasaan wakil atau petugas debitur. Ratio dalam penguasaan ini ialah sebagai publikasi untuk umum, bahwa hak kebendaan (jaminan) atas benda bergerak itu ada pada kreditur.
c.       Penyerahan benda tersebut untuk jaminan hutang.
d.      AK kreditur itu ialah pelunasan piutang dengan kekuasaan melelang benda jaminan apabila debitur tidak membayar atau ingkar janji.
e.       Pelunasan tersebut di dahulukan dari kreditur-kreditur lain.
f.       Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan benda jaminan dilunasi lebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.
b.      Sifat-sifat gadai
KUH perdata merumuskan sifat-sifat sebagai hak kebendaan atas benda jaminan, yang diserahkan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara di dahlukan dari pada debitur lain. Gadai mempunyai sifat-sifat khusus sebagaimana berikut:
1.      Gadai bersifat asesor (accessoir) artinya sebagai pelengkap dari perjanjian pokok yaitu hutang piutang. Adanya gadai tergantung pada adanya perjanjian pokok hutang piutang. Tanpa perjanjian hutang piutang tidak ada gadai.
2.      Gadai bersifat jaminan hutang, dengan mana benda jaminan harus dikuasai dan disimpan oleh kreditur.
3.      Gadai bersifat tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian gadai tidak harus dengan pembayaran sebagian hutang debitur (pasal 1160 ayat 1 KUH perdata)
c.       Saat terjadinya gadai
Untuk mengadakan gadai perlu dipenuhi syarat-syarat yaitu harus ada perjanjian hutang piutang sebagai perjanjian pokok dan harus ada benda jaminan sebagai jaminan hutang, bentuk perjanjian bebas, dapat tertulis atau secara lisan.
Setelah perjnjian gadai dibuat, kemudian benda bergerak yang dijadikan jaminan itu diserahkan kepada kreditur selaku penerima gadai.Perjanjian gadai terjadi sejak penyerahan benda jaminan dilakukan.
Hak gadai ini terjadi dalam dua fase yaitu sebagai berikut:
1.      Fase pertama, ialah perjanjian pinjam uang (kredit) dengan janji sanggup memberikan benda bergerak sebagai jaminan. Perjanjian ini bersifat konsensual, obligator, perjanjian ini merupakan title dari perjanjian (pemberian) gadai.
2.      Fase kedua, ialah penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gadai, sesuai dengan benda gadai ialah benda bergerak. Maka benda itu harus dilepaskan dari kekuasaan debitur atau pemberi gadai. Penyerahan itu harus nyata tidak boleh hanya berdasarkan pernyataan debitur, sedangkan benda itu berada berada dalam kekuasaan debitur itu.
d.      Hak dan kewajiban penerima gadai
Dalam KUH perdata diatur mengenai hak-hak pemegang gadai atau kreditur yang pada pokoknya ada beberapa hak yaitu:
1.      Pemegang gadai atau kreditur berhak menahan benda jaminan sampai piutangnya dilunasi, bik mengenai jumlah pokok maupun bunga serta biaya-biaya lainnya (pasal 1159 ayat 1 KUH perdata)
2.      Menjual dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi) atau dengan perantara hakim, apabila oleh para pihak tidak telah di perjanjikan lain. Maka kreditur ialah berhak jika debitur atau sipemberi gadai ingkar janji, setelah tenggang waktu yang di tentukan lampau atau jika tidak ditentukan suatu, menjual benda gadai yaitu wewenang yang di berikan kreditur untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitur, tanpa memiliki eksekutorial titel”
Untuk melakukan penjualan ini pemegang gadai atau kreditur  harus terlebih dahulu memberikan peringatan (somatie) kepada kreditur atau pemberi gadai supaya hutangnya dibayar. Penjualan harus dilakukan didepan umum, menurut kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku (pasal 1150 ayat 1 KUH perdata).
Ketentuan ini bersifat memaksa karena berhubungan dengan ketertiban umum setelah penjualan dilakukan, maka kreditur memberikan pertanggung jawab tentang hasil penjualan itu kepada debitur. Apabila barang gadai itu terdiri dari barang-barang tertentu seperti bursa , maka penjualannya dapat dilakukan pada tempat-tempat tertentu pula asalkan dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut (pasal 1155 ayat 2 KUH perdata)
3.      Penerima gadai atau kreditur berhak menggadaikan lagi benda jaminan, apabila hak itu sudah menjadi kebiasaan seperti halnya menggadaikan surat-surat saham atau obligasi (pasal 1153 KUH perdata)
Sebaliknya pada penerima gadai atau kreditur dibebani kewajiban yang telah ditetapkan oleh undan-undang sebagai berikut:
1.      Bertanggung jawab untuk hilangnya atau merosotnya barang gadai, sekedar itu karena kelalaiannya (pasal 1157 ayat 1 KUH perdata)
2.      Kewajiban untuk memberitahukan kepada pemberi gadai (debitur), jika barang gadai di jual (pasal 1156 ayat 2 KUH perdata). Kewajiban memberitahukan ini selambat-lambatnya pada hari berikutnya apabila ada suatu alat perhubungan yang berlaku sebagai alat pemberitahuan yang sah (pasal 1156 ayat 2 dan3 KUH perdata)
3.      Bertanggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai (pasal 1159 ayat 1 KUH perdata)
4.      Bertanggung jawab mengembalikan benda jaminan, apabila hutang pokok, bunganya dan biaya pemeliharaan benda jaminan telah dibayar lunas.
e.       Hapus dan berakhirnya hak gadai
Sebagai perjanjian accessair maka hak gadai bias terhapus jika perjanjian pokoknya berakhir serta sudah dilunasi oleh debitur. Benda gadai dilepaskan oleh kreditur dengan suka rela atau benda gadai ini hilang atau musnah.
Secara khusus dalam KUH perdata baru ini ditentukan, jika benda gadai kembali kedalam kekuasaan pemberi gadai, maka hak gadai dengan sendirinya berakhir (pasal 3,9,2,18 KUH perdata baru).
Keadaan ini menunjukkan esensi hak gadai yaitu “ inbezit stelling”, dimana benda gadai harus diserahklan kedalam kekuasaan pemegang gadai. Sebagai konsekuensi logisnya ialah hak gadai itu berakhir, jika benda gadai itu dilepas dari kekuasaan pemegang gadai atau kreditur, dan dikuasai kembali oleh pemberi gadai atau debitur.
C. Hak Hipotik
Di dalam KUH Perdata, hipotik diatur dalam bab III pasal 1162 s/d 1232. Sedangkan definisi dari hipotik itu sendiri adalah hak kebendaan atas suatubenda tak bergerak untuk mengambil pergantian dari benda bagi pelunasan suatu hutang.
1.      Sifat-Sifat Hipotik
Pada pasal 1162 KUH perdata, menyatukan, suatu sifat hipotik secara umum sebagai berikut:
a.       Bersifat kebendaan
Undang-undang menyebutkan bahwa hak hipotik mengikuti bendanya, walau di dalam tangan siapapun benda itu berada (pasal 1163 ayat 2 dan pasal 1198 KUH perdata)
b.      Azas accessoritas
Hipotik merupakan perjanjian accessoir artinya hak hipotik ini bukan merupakan hak yang berdiri sendiri, adanya dan hapusnya tergantung pada perjanjian pokok misalnya perjanjian pinjam uang.
c.       Azas prefren
Hak hipotik merupakan hak yang lebih di dahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain (pasal 1133, 1134 alinea 2, 1198 KUH perdata)
d.      Azas kemudahan
Maksudnya ialah bahwa melalui hipotik mudah di dahulukan eksekusi.
e.    Objeknya ialah benda-benda tetap.
f.Hak hipotik hanya berisi hak untuk melunasi hutang dari nilai benda jaminan dan tidak memberi hak untuk menguasai bendanya.
g.    Hipotik hanya dapat di bebankan atas benda orang lain.
h.   Hipotik ialah hak yang tidak dapat dibagi-bagi sebagaimana yang terdapat pada pasal 1163 KUH perdata.
i.    Terbuka, maksudnya ialah bahwa setiap orang dapat meneliti hak hipotik itu.
j.    Benda yang di hipotikkan harus jelas.
2. Azas-azas Hipotik
a. Azas publikasi, yaitu mengharuskan hipotik itu didaftarkan supayadiketahui oleh umum. Hipotik didaftarkan pada bagian pendaftaran tanahkantor agrarian setempat.
b. Azas spesifikasi, hipotik terletak di atas benda tak bergerak yangditentukan secara khusus sebagai unit kesatuan, misalnya hipotik diatas sebuah rumah. Tapi tidak aada hipotik di atas sebuah pavileum rumahtersebut, atau atas sebuah kamar dalam rumah tersebut
Setelah berlakunya UU  PA no. 5 tahun 1160 serta PP no. 10 tahun 1961 dan peraturan menteri agrarian nomer 15 tahun 1961, Benda tak bergerak yang dapat dibebani sebagai hipotik adalah hak milik,hak guna bangunan, hak usaha baik yang berasal dari konvensi hak-hakbarat, maupun yang berasal dari konvensi hak-hak adaptasi, serta yangtelah didapatkan dalam daftar buku tanah menurut ketentaun PP no. 10tahun 1961 sejak berlakunya UUPA no. 5 tahun 1960 tanggal 24 september1960.
3. Subyek Hipotik
Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak adaketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yangdapat menerima atau mempunyai hak hipotik.Sedangkan badan hukum menurut tata hukum tanah sekarang tidak berhakmemiliki hak milik, kecuali badan-badan hukum tertentu yang telah ditunjukoleh pemerintah, seperti yang tertuang dalam pasal 21 ayat 2 UUPA. Adaempat golongan badan hukum yang berhak mempunyai tanah berdasarkanPP no. 38 tahun 1963 yaitu:
a. Badan-badan pemerintah
b. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian
c. Badan-badan social yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri
d. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri
Bagi instansi instansi pemerintah penguasaan atas tanah tanah yang di perlukan di lakukan dengan hak pakai atau hak pengelolaan (PMA no. 9 tahun 1965 jo no.1 tahun 1966).
Sedangkan Mengenai siapa-siapa yang dapat memberikan hipotik ialah warga negaraIndonesia dan badan hukum Indonesia sebagaimana ketentuan-ketentuanyang ada pada UUPA sendiri.
Demikian juga halnya pada credit verband karena krediet verband juga hanya dapat di bebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan , maka yang dapat memberikan crediet verband juga mereka yang berhak mempunyai hak-hak tersebut, yaitu warga Negara Indonesia dan badan hukum Indonesia.
4. Obyek Hipotik
Pasal 1164 KUH perdata mengatakan bahwa yang dapat dibebani denganhipotik ialah:
a. Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya.
b. Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segalaperlengkapannya
c. Hak numpang karang dan hak guna usaha
d. Bunga tanah baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harusdibayar dengan hasil    dengan hasil tanah dalam wujudnya.
Pasal 1167 KUH perdata menyebutkan pula bahwa benda bergerak tidakdapat dibebani dengan hipotik. Maksudnya adalah sebagai berikut:
a. Benda tetap karena sifatnya (pasal 506 KUH Perdata)
b. Benda tetap karena peruntukan (pasal 507 KUH Perdata)
c. Benda tetap karena UU (pasal 508 KUH Perdata)
Perluasan pengertian benda-benda tetap yang di maksud di atas ialah akibat azas perikatan vertical. Di dalam undang-undang pokok agrarian  (UUPA) di tentukan bahwa objek hak tanggungan atau hipotik ialah:
a. Hak milik (pasal 25)
b. Hak guna usaha (pasal 33)
c. Hak guna bangunan (pasal 39)
d. Hak pakai, baik hak milik atau hak atas Negara.
5. Cara-cara mengadakan hipotik
Untuk mengadakan hipotik Syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika akan mengadakan hipotik adalah:1) Harus ada perjanjian hutang piutang, 2) Harus ada benda tak bergerak untuk dijadikan sebagai jaminan hutang. Setelah syarat di atas dipenuhi, kemudian dibuat perjanjian hipotik secaratertulis dihadapan para pejabat pembuat akta tanah atau disingkat PPAT (pasal 19 PP no. 10 tahun 1961). PPAT itu adalah notaris atau camat dalam daerah hukumnya masing-masing ( pasal 2,3 dan 5.pma no 15 tahun 1961).
Pembuat akta PPAT dihadiri oleh kreditur, debitur dan duaorang saksi yang mana salah satu saksi tersebut biasanya adalah kepaladesa atau kelurahan setempat di mana tanah itu terletak. Kemudian aktahipotik itu didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah kantor agrarian yang bersangkutan. Dengan demikian selesailah prosedur pembuatan hipotik.
6.   Hapusnya hipotik
Secara enumerative undang-undang membuarkan tiga cara hapusnya hipotik, Menurut pasal 1209 ada tiga cara hapusnya hipotik, yaitu:
a. Karena hapusnya ikatan pokok
b. Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang atau kreditur
c. Karena penetapan oleh hakim
Adapun hapusnya hipotik di luar ketentuan KUH Perdata yaitu:
a. Hapusnya hutang yang dijamin oleh hipotik
b. Afstan hipotik
c. Lenyapnya benda hipotik
d. Pencampuran kedudukan pemegang dan pemberi hipotik
e. Pencoretan, karena pembersihan atau kepailitan
f. Pencabutan hak milik
Mungkin juga apabila ada penghapusan hak atas tanah yang bersangkutanberdasarkan surat menteri dalam negeri. Namun dalam hal ini yang hapus hanya perjanjian hipotiknya, tidak menghapuskan perutangan yang pokok.Oleh karenanya, pihak perbankan harus berhati-hati dan seksama dalammenghadapi segala kemungkinan yang terjadi, agar tidak mengakibatkankerugian bagi kreditur dengan mencantumkan janji-janji tertentu di dalam pembebanannya.
perlu dingat, bahwa hak hipotik ini sudah tidak berlaku lagi karena telahdicabut dengan UU no. 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanahbeserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, karena dianggap sudahtidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan di Indonesia, akantetapi secara substansial mempunyai kesamaan.
D. JAMINAN FISUCIA
a. Pengertian Dasar Hukumnya
UU tentang fiducia di atur dalam UU no. 42 tahun 1999 berdasarkan putusan ini fiducia hanya berlaku bagi benda bergerak yang pada prinsipnya apabila suatu barang di jaminkan dengan fiducia berarti kepemilikan atas barang tersebut beralih pada kreditor tetapi penguasaan barang tetap pada debitor.
Fiducia ialah pengalihan hak kepemilikan sutu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya diadakan tersebut tetap dalam kepenguasaan pemilik benda itu. Dari definisi ini dapat dapat di kemukakan bahwa benda yang dapat dijadikan jaminan fiducia ialah:
a. Benda yang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
b. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan berkaitan dengan pembebanan jaminan rumah susun.
Sedangkan yang menjadi subyek dari jaminan ini ialah pembeli dan penerima fiducia.Pemberi fiducia ialah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fiducia, sedangkan penerima fiducia ialah orang perorangan yang memiliki piutang yang pembayarannya dijamin dengan pembayaran fiducia.
b. Pembebanan Fiducia
pembebanan ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Di buat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.
2. Utang pelunasannya dijaminkan dengan jaminan fiducia.
3. Jaminan fiducia dapat di berikan kepada lebih dari satu penerima atau kepada kuasaatau wakil dari penerima fiducia.
4. Fiducia dapat diberikan pada satu atau lebih satuan atau jenis benda termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan di berikan maupun yang di peroleh kemudian.
c. Pendaftaran Jaminan Fiducia
Benda yang di bebani jaminan fiducia wajib didaftarkan. Pendaftaran dapat dilakukan pada kantor pendaftaran fiducia yang berada pada lingkup tugas departmen hukum dan perundang undangan.
E. HAK RETANSI
1. Pengertian
Hak retansi ialah hak untuk menahan benda sampai piutang yang bertalian dengan benda itu di lunasi.
2. persamaan antara retense dengan gadai
a. gadai ialah merupakan benda jaminan yang timbul karena adanya perjanjian hutang piutang sebagai perjanjian pokok, sedangakan retense ialah tagihan y6ang timbul karena perjanjian pokok. Benda jaminan pada gadai di serahkan pada waktu terjadi perjanjian pokok, sedangkan pada retensi benda jaminan itu di tahan oleh kreditur karena perjanjian pokok tidak di penuhi.
b. hak retensi bersifat asesor (accessoir) sama dengan gadai
c. hak retensi bersifat tidak bias dibagi-bagi yang artinya pembayaran sebagian dari tagihan tidak dapat membebaskan sebagian yang lain.
d. hak retensi tidak membawa serta hak boleh memakai benda yang di tahan pengaturan hak retensi diatur dalam KUH perdata, baik dalam buku 11 maupun dalam buku 111 KUH perdata yang di antaranya yaitu:
1. pasal 175 KUH perdata
2. pasal 725 ayat 2 KUH perdata
3. pasal 1159 ayat 2 KUH perdata
4. pasal 1616 KUH perdata
5. pasal 1729 KUH perdata
6. pasal 1812 KUH perdata
Adapun hapusnya hak retensi juga ada persamaannya dengan hapusnya hak gadai. Hak retensi hapus apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
1.  Apabila tagihan yang bertalian dengan benda itu telah di lunasi seluruhnya oleh pemilik benda.
2.  Benda yang di tahan dilepaskan dengan suka rela oleh penagih atau kreditur.
3.  Penagih atau kreditur menjadi pemilik benda karena atas hak tertentu.
4.  Benda yang di tahan hilang atau musnah. 
F. JAMINAN PERORANGAN
Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung antara perorangan yang satu dengan yang lain. Tujuan dari jaminan yang bersifat perorangan adalah memberikan hak verbal kepada kreditur terhadap benda keseluruhan dari debitur untuk memperoleh pemenuhan dari piutangnya, adapun jaminan yang bersifat perorangan adalah bortoch (perjanjian penggunaan), tanggung jawab dan perjanjian garansi.
            Berdasarkan pasal 1820 KUH perdata bahwa yang di maksud dengan penanganan adalah suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga, guna kepentingan siberhutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perhutangan di berhutang manakala si berhutang itu wanprestasi atau tidak bias membayar.Tujuan dari penanggungan itu sendiri adalah memberikan jaminan untuk di penuhinya perutangan dalam perjanjian pokok.
            Dari beberapa ketentuan undang-undang, dapat kita simpulkan bahwa perjanjian penanggungan adalah bersifat accessories, dalam arti senantiasa dikaitkan dengan perjanjian pokok.
a. Tak ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah.
b. Besarnya penanggungan tidak akan melebihi besarnya perutangan pokok.
c. Penanggungan berhak mengajukan tangkisan-tangkisan yang bersangkutan dengan perutangan pokok.
d. Beban pembuktian yang tertuju pada si berhutang dalam batas-batas tertentu mengikat juga si penanggung.
e. Penanggung pada umumnya akan hapus dengan hapusnya perutangan pokok.
Sebagai pengecualian darimsifat accessoir dari panggungan adalah bahwa orang dapat mengadakan perjanjian penanggungan dan akan tetap sah sekalipun perjanjian pokoknya di batalkan. Misalnya perjanjian yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa adalah dapat dimintakan pembatalan, sedang penanggungan perjanjian tetap has, sedangkan mengenai perjanjian penanggungan menurut ketentuan undang-undang adalah bersifat bebas tidak terikat oleh bentuk tertentu baik lisan, tertulis atau di tuangkan dalam akta. Namun demi kepentingan pembuktian, dalam praktik lazim terjadi bahwa bentuk yang tertulis.
Perjanjian penanggungan juga mirip dengan perjanjian garansi hanya saja pada perjanjian garansi adanya keajaiban, dimana seseorang berjanji untuk menanggung kerugian yang akan diderita pihak lawannya, manakala pihak ketiga tidak memenuhinya sedangkan perjanjian penanggungan adanya kewajiban untuk memenuhi perutangan atau prestasi dari si penanggung.
Perjanjian penanggung juga banyak persamaan dengan perutangan tanggung jawab, dalam arti bahwa kewajiban dari si penanggung adalah mirip dengan kewajiban debitur perutangan tanggung menanggung, dimana debitur masing-masing harus bertanggung jawab untuk memenuhi prestasi, sehingga masing-masing debitur dapat di tagih untuk seluruh prestasi seperti kewajiban drai penanggung. Mengenai perbedaannya, perjanjian penanggungan bersifat accessoir dan si penanggung mempunyai hak untuk membagi hutang.Sedangkan perutangan tanggung menanggung bersifat berdiri sendiri dan debitur disini tidak mempunyai hak untuk membagi hutang.
Dalam penjelasan diatas, maka kita dapat membedakan antara perjanjian penanggungan, tanggung menanggung dan perjanjian garansi yang merupakan perjanjian perorangan


















STUDY KASUS
Sugiarto pemilik tripanca group terbelit persoalan kredit macet dan di duga melarikan dana nasabah BPR tripanca. Sugiarto melalui perusahaan PT. tripanca group dan PT. cideng makmur  pratama berhutang lima bank yaitu PT. bank Ekspor Indonesia sebesar Rp. 245 miliar, PT. bank BRI sebesar  Rp. 250 miliar, bank mandiri Rp. 50 miliar, bank mega Rp. 507.6 miliar dan deutsche bank Rp. 648 miliar, yang di total hamper mencapai 1,7 triliun yang terancam macet. Artikel di skalanews.com  tanggal 12 september 2011menyebutkan pihak bank mandiri dan kawan-kawan merasa berang  atau sangat marah setelah biji kopi milik PT. tripanca group sebanyak 26 ton itu di eksekusi lelang oleh bank mega, tbk. Yang di beli oleh PT. perkebunan Indonesia lestari senilai Rp. 277,5 miliar pada tanggal 2 november 2009. Kopi yang di simpan di tiga tempat di Bandar lampung yaitu gudang dharmala, gudang lakop dan gudang asenda, di anggap sebagai bagian dari asset  pailit atau bundle  pailit. Bank mandiri menganggap saat itu PT. tripanca sudah di anggap pailit atau jatuh bangkrut  ( 3 agustus 2009) dan proses kepailitan sedang berjalan sehingga  seandainya pihak bank mega mau menjual , seharusnya setelah proses kepailitan selesai. Sementara pihak bank mega berpendapat lain, bahwa kopi tersebut telah di jaminkan PT. tripanca group kepada bank mega sebagai jaminan fidusia ( pengalihan hak suatu benda atas dasar kepercayaan). Artinya benda jaminan fidusia tetap di kuasai debitur walaupun hak milik benda  tersebut telah berpindah ke tangan kreditur.
Di dalam www. Radar lampung .co.id tanggal 27 april 2010 di sebutkan bahwa bank mega memberikan fasilitas kredit wharehouse receipt financing ( WRF) pada PT. tripanca group dengan kredit USD 47 juta. Jaminan kopi itu di ikat dengan perjanjian fidusia melalui akta no. 49 tanggal 24 agustus. Akta di buat di hadapan notaris joni, s,H. yang selanjutnya di daftarkan di kantor fidusia yaitu kantor departemen HAM  RI Provinsi Lampung . kemudian di terbitkan sertifikat jaminan fidusia no. w6.836.TH. 2007. Tanggal 6 November 2007 jo akta fidusia no. 38 tanggal 28 November 2007 jo sertifikat jaminan fidusia no. w6. 1103.HT.04.06.TH. 2007/ STD tanggal 4 Desember 2007.
Bank mega melalui suratnya tanggal 7 November No. 102/SARD/08 mengajukan eksekusi ke PN tanggal 10 November 2008.
Perkara  tersebut di jelakan dalam pasal 34 UU No. 37 tahun 2004 yang berbunyi” kecuali di tentukan lain dalam undang-undang ini perjanjian yang bermaksut memindahtangankan hak atas tanah, baik nama kapal,pembebanan hak bangunan, hipotik, atau jaminan fidusia yang telah di perjanjikan terlebih dahulu, tidak dapat di laksanakan setelah pernyataan putusan pailit di ucapkan.”
Jadi dalam pasal ini adanya larangan perjanjian yang bermaksut untuk memindahtangankan hak atas tanah , baik nama kapal, pembebanan hak tanggungan, hipotik, atau jaminan fidusia.
Di jelaskan pula pasal 55 undang-undang  kepailitan yang menetukan “ … setiap kreditur pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.”
Kemudian di jelaskan lebih lanjut dalam pasal 27 undang-undang  nomer 42 tahun 1999 (undang-undang jaminan fidusia) menyatakan “ benda yang menjadi obyek jaminan fidusia berada di  bluar kepailitan dan atau likuidasi.”
Dengan pertimbangan di atas, maka seolah-olah ada pertentangan antar pasal 34 undang-undang No. 37 tahun 2004 dengan pasal 55, penjelasan pasal 31 ayat(1) serta pasal 27 undang-undang No. 42 tahun 1999. Dimana   larangan perjanjian yang bermaksut untuk memindahtangankan hak atas tanah , baik nama kapal, pembebanan hak tanggungan, hipotik, atau jaminan fidusia.(pasal 34 UU No. 37 tahun 2004) harus di pertimbangkan pula dengan ketentuan pada pasal 55 undang-undang No. 37 tahun 2004 yang mengatur bahwa  jaminan fidusia dapat mengeksekusi hak-haknya solah-olah tidak ada kepailitan. Jadi dalam pasal 34 UU No. 37 tahun 2004 menjelaskan larangan dalam melakukan perjanjian sedangkan dalam kasus ini perjanjianya telah sempurna yang di tandai dengan adanya sertifikat jaminan fidusia no. w6.836.TH. 2007. Tanggal 6 November 2007 jo akta fidusia no. 38 tanggal 28 November 2007 jo sertifikat jaminan fidusia no. w6. 1103.HT.04.06.TH. 2007/ STD tanggal 4 Desember 2007.maka berlakulah pasal 55 undang-undang No. 37 tahun 2004. Dengan demikian pengeksekusian yang dilakukan oleh bank mega terhadap PT. tripanca group di anggap sah menurut hukum.Dan  pihak bank mandiri dan kawan-kawan harus rela melepaskan salah satu asset berupa komoditas kopi milik PT. Tripanca Group. 

1 komentar: